Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Editor - Akun resmi

Beyond Blogging

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Sosial-Politik Arab dari Awal hingga Kebangkitan Arab-Islam

17 Januari 2024   13:50 Diperbarui: 19 Januari 2024   10:17 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source image:pixabay  free images

Sejarah sosial politik bangsa Arab sangat menarik untuk dikaji karena dari peradaban Arab inilah Islam lahir. Agama yang dibawakan oleh rasul terpilih yang menyampaikan nubuatan, dan agama yang  banyak pemeluknya. Kajian sejarah sosial-politik Arab  penting bagi seluruh umat Islam untuk mendapatkan gambaran tentang hakikat Islam secara keseluruhan sebagaimana tercermin dalam  masyarakat Arab pada umumnya dan kehidupan Nabi pada khususnya (Al-Buthi 2006).

 Lebih jauh lagi, sejarah sosio-politik Arab diam-diam menjadi saksi  betapa hebatnya bangsa Arab dalam membangun peradaban. Peradaban  Arab sudah ada jauh sebelum lahirnya Islam. Dari peradaban inilah muncul agama-agama besar seperti Yudaisme, Kristen, dan Islam.  Secara sosiopolitik, masyarakat Arab hidup dalam kebodohan.  Istilah "jahiliya" di sini bukan berarti orang Arab bodoh secara intelektual, melainkan korup moral dan keyakinannya (Hitti 2018).

 Pada masa kebangkitan Islam di Hijaz, keadaan sosial politik bangsa Arab  berada dalam kondisi yang sangat kronis dengan banyak terjadi peperangan antar  suku. Konflik antar suku muncul karena  struktur negara Arab yang terdiri dari klan-klan yang  memiliki ikatan darah yang kuat. Kekerabatan ini menimbulkan rasa solidaritas yang tinggi di antara anggota marga dan menimbulkan kesetiaan penuh terhadap satuan suku. Suku yang terkenal dan disegani di Hijaz adalah suku Quraisy,  cikal bakal lahirnya  Nabi Muhammad SAW. pembawa pesan agama Islam (Ibnu Khaldun 2004).

Para sejarawan menganggap tembok antara Islam dan tradisi Arab murni bersifat moral dan ideologis. Sementara masyarakat Arab dianggap sebagai masyarakat yang bodoh, Islam muncul sebagai penyelamat yang memerdekakan.  Untuk beberapa alasan, klaim ini tidak sepenuhnya salah. Namun generalisasi ini berdampak negatif pada promosi kritik sejarah. Hubungan antara tradisi Arab dan Islam adalah fakta sejarah yang terabaikan. Akibatnya, proses akulturasi tradisi Arab ke dalam Islam dipandang sebagai fakta sejarah yang tidak perlu dikaji, sehingga dapat menimbulkan kesalahan verifikasi dan  penafsiran (Syaikhudin 2012).

 Arab dan Islam mempunyai hubungan yang erat. Yang satu  tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Untuk memahami latar belakang sejarah Arab, perlu dipahami situasi sosial politik di sekitar Jazirah Arab secara keseluruhan. Dalam hal ini perlu juga dipahami latar belakang Islam sebagai kebutuhan hidup di negara-negara Arab.

Kesalahan  penelitian-penelitian sebelumnya adalah menggambarkan fakta sosial ketidaktahuan Arab secara vulgar, seolah-olah bangsa Arab adalah bangsa yang keji dan tidak berperikemanusiaan. Secara umum hal ini benar, namun secara khusus negara-negara Arab mempunyai peradaban tersendiri dan berbeda dengan negara lain. Orang-orang Arab mempunyai watak dan watak yang hebat serta terampil dalam peperangan. "Ketidaktahuan" adalah potret kecil situasi sosial politik Arab.  Ada banyak peristiwa yang tidak diketahui dalam sejarah sosial-politik Arab.

Hegemoni  Romawi dan Persia 

Sebelum lahirnya Islam, Jazirah Arab secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh dua kekuatan besar dunia: Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Persia. Secara ideologis, Roma berpegang teguh pada penyembahan Yesus, sedangkan Persia berpegang teguh pada penyembahan orang Majusi, orang Majusi, orang Majusi. Dari segi moral dan etika sosial, kedua kerajaan ini mempunyai kehidupan sosial yang buruk dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Namun dari segi politik, kedua kerajaan ini mempunyai kekuasaan yang sangat besar dan luas jangkauannya.

 Kekuasaan di Roma terbagi menjadi dua kekuasaan: Roma Barat yang berpusat di Roma, dan Roma Timur yang berpusat di Konstantinopel. Sementara itu, Persia berdiri pada satu kepemimpinan.

 Bangsa Romawi dibagi ke dalam kelas-kelas. Kelas terhormat dan kelas umum. Kelas-kelas terhormat hidup berkelimpahan, dan semua kebutuhan mereka terpenuhi. Berbeda dengan kelas umum yang diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi, kelas terhormat diperlakukan secara baik oleh raja Romawi dan diberi keistimewaan khusus.

Perdagangan itu sulit bagi orang awam. Mereka kurang terlayani dan undang-undang perdagangan yang diberlakukan  oleh pemerintah sangat menindas masyarakat umum. Selain perdagangan, pajak juga  mencekik masyarakat umum. Raja Justinianus mengesahkan undang-undang perpajakan yang merugikan dan merugikan rakyat  secara finansial. Pajak dipungut melalui monopoli,  dan ketika memungut mata uang  yang dapat digunakan secara bebas (dirham), pajak sering kali dipungut melalui paksaan atau penyiksaan. Pada masa ini, keadaan para petani semakin memburuk, mereka hidup di bawah kendali petani besar, sedangkan petani kecil berada dalam perbudakan. Tidak jarang  petani diserang, hasil panennya disita, rumahnya dibakar, perkebunannya dirusak, dan dalam kasus yang paling brutal, bahkan dibunuh (Karim 2015).

 Peradaban Romawi sering disamakan dengan peradaban Yunani kuno, Mesir kuno, Persia, dan Tiongkok. Hal ini didasarkan pada peradaban Romawi di bidang konstruksi dan memiliki kemiripan dengan peradaban-peradaban tersebut di atas.  Bangsa Romawi sebenarnya mengadopsi dan meniru bentuk-bentuk peradaban Yunani. Mereka membangun teater, arena acara, jembatan, taman, dan rumah bergaya arsitektur Yunani. Bangsa Romawi juga menguasai seni mengukir patung dan arca. Peradaban Romawi berkontribusi terhadap banyak perkembangan di bidang hukum, peperangan, seni, sastra, arsitektur, dan bahasa.

Di bidang arsitektur, orang Romawi sangat terampil dan kompeten. Mereka  menemukan sistem konkret yang memungkinkan strukturnya bertahan selama berabad-abad, dan jejak reruntuhannya masih dapat ditemukan hingga saat ini. Di antara sisa-sisa arsitektur peradaban Romawi  yang bertahan hingga saat ini adalah Colosseum, sebuah venue berbentuk stadion yang berfungsi sebagai tempat pertunjukan dan hiburan. Selain arsitektur, bangsa Romawi juga beradab di bidang seni sastra. Pada awal perkembangannya, sastra Romawi sangat dipengaruhi oleh sastra Yunani, namun lambat laun  menemukan jati dirinya dan mulai menghasilkan karya sastra sendiri. Karya sastra Romawi yang dapat ditemukan antara lain karya Horace The Order, magnum opus karya Livy, Metamorphoses karya Ovid, dan masih banyak lagi karya sastra lainnya yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan.

Peradaban Romawi juga sama pentingnya.Misalnya saja peradaban dalam bidang ilmu pengetahuan. Sejarah mencatat  bangsa Romawi  mengenal ilmu  filsafat Yunani. Beberapa ilmuwan yang muncul dari peradaban Romawi, seperti Galen, mengkhususkan diri pada bidang kedokteran, anatomi, dan fisiologi. Berbeda dengan karya sebelumnya. Jika Yunani  menekankan  aspek teoritis, maka peradaban Romawi  menekankan aspek praktis. Salah satu penemuan terpenting Roma di bidang kedokteran adalah Lada, ditemukan di Pompeii.Alat ini disebut spekulum dan mirip dengan alat yang digunakan saat ini. Bahasa Latin juga mempunyai pengaruh besar terhadap peradaban Romawi, karena kedokteran, hukum, dan pengetahuan  kedokteran ditulis dalam bahasa Latin.Berbeda dengan bangsa Romawi, bangsa Persia merupakan bagian dari peradaban Timur di wilayah yang sekarang disebut Iran. Iran terletak di Lembah Mesopotamia, wilayah dimana peradaban  maju berkembang pada saat itu. Kebanyakan ahli menyebut wilayah ini sebagai "Tempat Lahirnya Peradaban" atau "Kelahiran Peradaban". Istilah lain yang kini umum digunakan, seperti bulan sabit subur yang merujuk pada wilayah subur, dan julukan Levant yang mengacu pada arah yang disebut orang Arab sebagai Mashirik.

Kerajaan Persia merupakan kerajaan yang menganut prinsip kebebasan dan individualisme dalam wilayahnya. Dia mengizinkan negara-negara kolonial untuk mengembangkan kepribadian, karakteristik, dan budaya mereka sendiri. Secara politik, Persia mempunyai kekuasaan yang terpusat. Untuk mengatur wilayahnya, Persia dibagi menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh satraps. Satraps memainkan peran penting dalam memantau wilayah dan pergerakan penduduk. Dia bertanggung jawab atas pengumpulan pajak dan perang. Para satrap diberi kekuasaan penuh oleh pusat dan siap menjalankan kebijakannya sendiri. Namun, hal ini juga menyebabkan para satrap bersikap kejam dalam menyelesaikan masalah di wilayahnya. Dia akan melakukan apa pun yang dia mau, apa pun situasinya.

 Seorang raja Persia yang terkenal dengan kekejaman dan kezalimannya adalah Kaisar Abul-Aids. Menurut At-Tabari, dalam bukunya 'Tariq al-Rasul wa al-Mulk' atau lebih dikenal dengan 'Tariq at-Tabari', Kaisar Abul'Aids adalah seorang yang tidak jujur dan korup, ia dikatakan sebagai kaisar. Kekuasaannya meluas dari Konstantinopel hingga Afrika. Ia mempunyai 12.000 selir untuk memenuhi hasrat seksualnya, dan laporan lain menyebutkan bahwa ia memiliki sekitar 3.000 selir (Ath-Thabari 1977).  Kaisar Abul-Eids memerintah selama 32 tahun, namun kemudian  dibunuh oleh rakyatnya sendiri dengan bantuan putranya Sheil-e, yang  membunuh 17 saudara laki-lakinya. Keirue kemudian mengambil alih kekuasaan menggantikan ayahnya, namun pemerintahannya hanya berlangsung sekitar delapan bulan. Ia kemudian digantikan oleh putranya, Al-Dokheir, atas perintah Cheher Abruiz. Pemerintahan Ardkair hanya berlangsung sekitar satu tahun. Pergantian kekuasaan terus berlanjut hingga akhirnya kekuasaan Persia mengalami kemunduran pasca serangan Arab.

 Kondisi kerajaan Persia semakin terpuruk setelah kaisar banyak melancarkan perang dengan negara lain, termasuk kerajaan Romawi dan Arab. Situasi ekonomi kerajaan memburuk karena perang memakan banyak biaya. Petani dan pekerja kehilangan pendapatan, dan harga bahan pangan pokok meningkat drastis, sehingga tidak terjangkau bahkan di masyarakat skala kecil dan menengah. Rakyat kelaparan, dan hal ini akhirnya menyulut kebencian terhadap penguasa sehingga menyebabkan pecahnya pemberontakan di berbagai tempat. Ternyata keadaan tersebut justru dimanfaatkan  oleh bangsa Arab demi merebut kekuasaan di kerajaan Persia. Bangsa Arab berhasil mengalahkan Persia. Mereka memerintah orang-orang non-Arab dan menjadikan mereka  sebagai tawanan perang dan budak. Kekalahan kerajaan Persia melawan bangsa Arab merupakan awal kebangkitan negara-negara Arab dan awal mula kekuasaan  Arab atas dunia.

Menjelang Lahirnya Islam di Hijaz 

Hijaz merupakan tempat lahirnya Islam dan sering disebut sebagai pusat keagamaan Islam. Bagi umat Islam, dua kota suci tersebut adalah Mekkah dan Madinah. Mekkah sendiri merupakan tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW. dan di mana wahyu itu pertama kali diturunkan dan disebarluaskan. Madinah sendiri, sebaliknya, merupakan lokasi kedua dan tak kalah penting bagi perkembangan dakwah Nabi. Di sini nabi berhasil menyebarkan risalahnya hingga  ke pelosok negeri. Sebelum masuknya Islam, negara Hijaz diwarnai dengan intrik sosial politik antar suku Arab. Perang antar suku sepertinya sudah menjadi tradisi yang tidak bisa dihindari. Perebutan kekuasaan tidak bisa dihindari.

 Seperti telah disebutkan di awal silsilah bangsa Arab, kita bisa melihat silsilah suku-suku yang pernah berkuasa di Hijaz. Nenek moyang orang Hijaz adalah Nabi Ibrahim yang juga  pendiri Ka'bah. Sepeninggal Ibrahim, kekuasaan diserahkan kepada Ismail sebagai putra  Nabi Ibrahim. Rantai kekuasaan ini terus berkembang hingga tahun-tahun awal  Islam di Hijaz, ketika kaum Quraisy mempunyai kekuasaan penuh atas kota Mekah. Pada masa pemerintahan Quraisy, banyak peristiwa yang terjadi di sekitar kota Mekkah. Tiga hal penting terjadi.

 Yang pertama adalah penyerangan terhadap Ka'bah oleh pasukan gajah (Abrahah).Hal ini dilatarbelakangi oleh kebencian Raja Abraha terhadap Ka'bah karena sering dikunjungi dan dijadikan  pusat peradaban di kota Mekkah.Raja Abraha pertama kali membangun gereja yang sangat megah sebelum mencoba menghancurkan Ka'bah. Tujuannya adalah untuk menjauhkan semua orang di Jazirah Arab  dari Ka'bah dan menuju gereja yang megah. Namun usahanya sia-sia karena bangsa Arab masih menjadikan Ka'bah sebagai pusat peradabannya. Dalam situasi  penuh dendam dan ambisi, Raja Abraha akhirnya merencanakan  penyerangan ke Ka'bah.

 Kedua, berita  kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia lahir pada saat situasi sosial politik di dunia Arab sedang sangat bergejolak. Jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Penindasan sepertinya sudah menjadi tradisi. Perang pasti sering terjadi.Di saat yang sama, Raja Abrahah menyerang Mekah dengan pasukan gajah untuk menghancurkan Ka'bah.

 Dan ketiga, hegemoni Arab-Islam di dunia. Setelah lahirnya Islam, negara-negara Arab menjelma menjadi negara yang besar, kuat, tangguh dan beradab. Negara-negara Arab pada masa Islam mempunyai semangat yang membara untuk menguasai dunia. Hal ini dapat dianalisa sebagai masa peralihan dari Zaman Jahiliyah ke Zaman Keemasan. Sebelum penyebaran Islam, masyarakat Arab  hidup dalam kondisi yang memprihatinkan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup. Banyak terjadi peperangan, permusuhan, dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini membuat peradaban masyarakat Arab terhenti. Islam lahir dengan  semangat baru, gagasan baru, konsep baru, dan ilmu pengetahuan baru. Islam adalah agama  damai, Islam mengajarkan  persatuan dan kesatuan. Islam adalah agama yang meniadakan permusuhan dan menerapkan konsep masyarakat yang adil. Atas dasar inilah negara-negara Arab mampu maju dan berkembang di bawah kekuasaan Islam.

Kebangkitan bangsa Arab.

 Bangsa Arab adalah bangsa yang besar, dengan kemampuan yang besar  baik dalam bidang seni, sastra, maupun strategi perang. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika bangsa Arab mampu menguasai dunia selama berabad-abad. Namun kehebatan negara-negara Arab nampaknya luput dari perhatian dan penelitian di era modern ini. Padahal, yang diperhatikan dan dibicarakan tentang orang Arab adalah keburukan dan kebodohannya. Sungguh tidak etis jika seluruh dunia mengetahui keburukan dan kebodohannya. Bangsa Arab juga dikenal sebagai penakluk dunia. Kekuasaannya terbentang dari Samudera Atlantik hingga perbatasan Tiongkok. Ini adalah wilayah terluas dalam sejarah dunia, dan pada puncaknya melampaui kekuasaan Kekaisaran Romawi.

 Selain menguasai wilayah, bangsa Arab juga menguasai ajaran, bahasa, sastra, dan sejarah warisan  penguasa sebelumnya seperti Romawi, Persia, dan Yunani. Banyak buku dan literatur telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Hal ini memungkinkan bangsa Arab  bertahan sebagai penguasa dunia selama berabad-abad  (Hitti 2018).

 Bangsa Arab tidak hanya membangun sebuah kerajaan, tetapi juga  peradaban dan kebudayaan. Mereka menyerap beberapa unsur budaya Romawi, Persia dan Yunani. Mereka juga bertanggung jawab atas pergerakan intelektual ke Eropa  abad pertengahan yang memicu kebangkitan dunia Barat pada saat itu. Gerakan intelektual ini memberikan kontribusi besar bagi kemanusiaan. Tidak ada gerakan yang lebih besar yang dapat memberikan kontribusi sebesar besarnya terhadap kehidupan masyarakat di seluruh dunia selain bangsa Arab. Setidaknya diperlukan beberapa tahap bagi bangsa Arab untuk menjadi penakluk dunia.

 Sederhananya, orang Arab mampu beradaptasi dengan negara-negara lain, termasuk para penguasa mereka, sehingga memudahkan mereka untuk mendirikan kerajaan-kerajaan kecil di bawah dukungan penguasa mereka. Namun di saat yang tepat, kerajaan kecil ini menjadi kambing hitam sang penguasa dan  akhirnya berhasil menghancurkan kekuasaannya.

 Orang Arab mempunyai kepribadian yang tegas dan sulit dipimpin. Selain itu,  faktor geografis juga tampaknya mempengaruhi masyarakat Arab yang hidup dalam kemiskinan. Sebagaimana kita ketahui dari dokumen sejarah,  Jazirah Arab, tempat tinggal orang Arab, merupakan tanah  tandus dan kering. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat Arab terpaksa menjalani kehidupan yang keras dan keras.

 Ali (1968) mengidentifikasi enam hal yang perlu dipertimbangkan ketika mempertimbangkan latar belakang sejarah negara-negara Arab. Pertama, ada alasan mengapa angin dingin tidak bertiup di Jazirah Arab. Kedua, belum ada kesatuan peradaban dan pemerintahan yang berkembang menjadi kesatuan yang besar. Ketiga, besarnya dominasi karakter Badui pada penduduk Jazirah Arab. Keempat, warga mempunyai individualisme yang kuat. Kelima, adanya permusuhan antara  satu suku dengan suku lainnya. Keenam, masyarakat enggan memilih pertanian atau kerajinan tangan.

Jika dianalisa, keenam  faktor inilah yang berkontribusi terhadap ketidakmampuan negara-negara Arab mengembangkan peradabannya sendiri. Dalam hal ini, negara-negara Arab memerlukan dukungan eksternal yang kuat  untuk membentuk dan mengembangkan pemerintahannya. Negara-negara Arab membutuhkan teknologi untuk mengolah sumber daya alam mereka yang langka dan kering, membutuhkan tanah yang subur untuk menanam berbagai tumbuhan dan buah-buahan. Namun, mereka tidak dapat mencapai hal tersebut sendirian dan harus meminta bantuan dari negara lain yang peradabannya lebih maju, seperti Romawi dan Persia.

 Geografi tampaknya menjadi salah satu penghambat kemajuan negara-negara Arab. Faktanya, tidak semua lahan di Jazirah Arab tandus. Beberapa tanah  subur dan memiliki sumber air yang melimpah, seperti kawasan Lembah Al Rama di Dataran Tinggi Najd. Faktor geografis inilah yang menjadikan kehidupan satu suku Arab berbeda dengan kehidupan suku Arab lainnya. Karena sebab-sebab alam tersebut, Jazirah Arab hanya berkembang di tempat-tempat dengan curah hujan tinggi, dan kebangkitan peradaban Arab dimulai di tempat-tempat tersebut (Ali 1968).

 Di bidang hukum, Nabi melakukan rekonstruksi dengan cara menambah atau mengurangi tingkatan. Mirip dengan hukum pernikahan, Nabi membatasi laki-laki untuk menikahi empat istri. Perempuan juga mempunyai hak mengenai warisan. Nabi juga melarang perjudian dan minum minuman beralkohol. Lahirnya Islam di Hijaz sebenarnya menjadi titik awal lahirnya kembali negara Arab. Menurut sejarah, kekuatan Arab terbesar muncul di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah. Kekuasaannya meliputi sepertiga  bumi, termasuk benua Eropa, Afrika, dan Asia. 

 

Penulis & editor : Alwi Mubarok Assidiq - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun