Kelompok studi menjadi pilihan untuk menghindari tangan-tangan kekuasaan. Dalam perkembanganya, kelompok studi bertransformasi menjadi partai politik, yaitu "Partai Rakyat Demokratik" (PRD) itu sendiri. Kemunculan PRD sebagai partai oposisi terhadap Orde Baru mencuri perhatian publik politik Indonesia, karena program-program politik mereka cenderung radikal, selain itu stigma komunis yang dilekatkan pemerintah terhadap partai anak muda ini menuai reaksi pro-kontra di masyarakat. Pasca runtuhnya Orde Baru PRD sempat menjadi partai elektoral, tetapi gagal menuai dukungan pemilih. Tulisan ini menjelaskan proses perubahan format gerakan mahasiswa era 1990-an, dari kelompok studi menjadi komite-komite aksi, kemudian menjadi partai politik.
Dilain sisi, terdapat probabilitas dalam titik kritis yang menjadi tolak ukur strategi dan struktur dalam pergerakan di masa mendatang. Intervensi elektoral yang berhasil menarik gerakan menuju arena elektoral, perubahan ini memiliki probabilitas secara long term terkait dengan keterlibatan gerakan pada elektoral. Jika interaksi ini berjalan selaras seiring waktu antara gerakan, partai dan gerakan tandingan, maka dapat membentuk ekuilibrium dalam tatanan politik secara struktural (institusi). walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa gerakan juga dapat memicu perubahan dalam mekanisme kontrol dan represi sosial atau bahkan dalam cakupan yang lebih luas.
Maka sebagai generasi bangsa kedepan yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan negara, harus menilai secara objektif dan sistematis dalam melihat banyaknya kemungkinan yang dihadapi mungkin saja condong ke arah negatif ataupun positif. karena masa depan Demokrasi bergantung pada bagaimana kita men-sintesiskan komponen-komponen konotatif ataupun menciptakan konklusi yang sepadan dalam konteks yang kompleks ini demi keberlangsungan negara kedepan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H