Mohon tunggu...
Alan Wira Pramana
Alan Wira Pramana Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Menulis sejarah/Opini tentang kebijakan publi/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menilik Kekalahan Jerman pada Perang Dunia II dalam Perspektif Kesalahan Melakukan Operasi Barbarossa

29 Juli 2024   21:35 Diperbarui: 29 Juli 2024   21:43 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada tahun 1934 Jerman yang dipimpin oleh Hitler mulai merangkak naik dari keterpurukan atas kekalahan perang dunia I, dimana negara Jerman sangat terpuruk dari akibat penghakiman dari negara-negara yang menang pada perang dunia I. Hitler pada saat itu menjadi pemimpin yang dibanggakan oleh masyarakat Jerman untuk mengangkat keterpurukan negaranya atas kekalahan perang. Ia mulai mendobrak pintu keterpurukan negaranya dan mulai bangkit mendominasi di Benua Eropa, dimana pada tahun-tahun sebelumnya negara Jerman sangat diambang keterpurukan atas kekalahan pada perang dunia I.

Puncak dari bangkitnya negara Jerman mulai terasa pada tahun 1939, dimana negara Jerman saat itu mulai mendominasi dari segi militer dan ekonomi ke pucuk tertinggi di Benua Eropa. Dalam mendominasinya negara Jerman yang dipimpin oleh Hitler mulai menyerang negara-negara tetangganya, yaitu Polandia, Luxemburg, Prancis, Belanda, Denmark, Norwegia dan sebagainya. Penyerangan negara Jerman yang dipimpin oleh Hitler tidak sampai disitu, ia mulai menyerang tetangga negara yang memiliki pasukan yang besar, yakni Uni Soviet. 'Negara Beruang Merah' itu tidak luput menjadi sasaran invasi Jerman, meskipun antara Uni Soviet dan Jerman telah melakukan perjanjian pakta non-agresi untuk tidak saling meng-invasi. Akan tetapi, Hitler menghiraukan pakta non-agresi itu. Invasi itu dinamai dengan nama "Operasi Barbarossa".

Operasi Barbarossa merupakan operasi yang dikenal dengan operasi kilat ke negara Uni Soviet, dimana Nazi Jerman yang dipimpin oleh Hitler saat itu meng-invasi negara Uni Soviet dan tetangganya untuk menancapkan hegemoninya dengan kekuatan militer yang sangat besar. Operasi ini diawali pada tanggal 22 Juni 1941 dan merupakan salah satu operasi militer terbesar yang tercatat dalam sejarah, dimana jutaan tentara dan ribuan peralatan tempur digunakan dalam jalannya operasi ini.

Pada operasi ini Hitler menyerobot perjanjian non-agresi yang telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak , dimana perjanjian yang diserobot adalah "Pakta Molotov-Ribbentrop" yang diadakan antara Uni Soviet dan Jerman pada bulan Agustus tahun 1939 yang mengatur pembagian wilayah Polandia dan agar kedua belah pihak tidak saling menyerang , dalam isi perjanjian itu kedua belah pihak menyatakan tidak akan saling menyerang dan meng-invasi atau diartikan Jerman dan Uni Soviet sepakat untuk tidak menyatakan perang. Perjanjian ini diupayakan sebab kedua belah pihak pada tahun 1939 sama-sama meng-invasi Polandia, maka oleh dari penyerangan pada wilayah Polandia tersebut kedua belah pihak saling meng-negoisasi untuk membagi wilayah Polandia agar tidak terjadi bentrok kekuatan militer.

Dalam mengawali operasi ini Jerman pada saat itu mengerahkan sekitar 4,5 juta tentara ditambah dengan 700 ribu tentara sekutunya, bukan hanya itu, Jerman juga mengerahkan ratusan ribu alat tempur yang canggih yang dimilikinya agar operasi ini berjalan dengan lancar. Pada awal operasi, tentara Nazi Jerman sangat mudah melakukan penetrasi ke wilayah Uni Soviet, dikarenakan saat itu Uni Soviet sangat tidak siap dari segi militer dan peralatan tempur, dimana Uni Soviet mengira bahwa Jerman tidak akan menyerang wilayahnya dan pemimpin Uni Soviet Stalin pada saat itu sangat yakin bahwa Jerman tidak akan menyerang sebab kedua belah pihak telah melakukan perjanjian non-agresi untuk tidak saling meng-invasi, yakni "Pakta Molotov-Ribbentrop".

Pada Awal perjalanan operasi ini tentara Jerman dapat dengan mudah merengsek ke wilayah-wilayah Uni Soviet sampai berada beberapa mil menuju ke jantung kota pusat pemerintahan Uni Soviet, yaitu kota Moskow. Dalam perkembangannya operasi ini mulai terjadi kendala yang disebabkan oleh datangnya musim dingin, dimana pasukan Nazi Jerman yang telah berada di wilayah Uni Soviet sangat tidak siap untuk melakukan peperangan pada musim dingin, mengakibatkan terjadinya kelambatan laju pasukan, membuat Uni Soviet dapat melakukan pertahanan dengan baik terhadap serangan yang dilakukan oleh pasukan Nazi Jerman. Dalam situasi musim dingin "mental" pasukan Nazi Jerman mulai menurun, disebabkan tidak siapnya pasukan Nazi untuk peperangan pada musim dingin. Ditambah dengan persiapan alat tempur yang tidak didesain untuk peperangan musim dingin, mengakibatkan sering terjadi macet dan tidak berfungsi alat perang pasukan Nazi Jerman, membuat laju pasukan Nazi Jerman melambat berakibat terkuras habis pasukan dan peralatan tempur dalam operasi itu.

Dari melambatnya laju pasukan Jerman dari akibat musim dingin tiba, Uni Soviet sangat diuntungkan dari datangnya musim dingin, dimana Uni Soviet dapat keuntungan untuk meng-akomodir kekuatan untuk bertahan dari gempuran serangan Jerman dan mulai menyusun kekuatan menyerang balik pasukan Jerman.

Darisitulah Uni Soviet mendapatkan momentum  mengembalikkan keadaan, dimana dari momentum tersebut jalan cerita dan perang mulai berbalik 180 derajat. Jerman yang pada awal operasi mendominasi dan menyerang secara brutal mulai ditepis oleh tentara Uni Soviet dan akhirnya pada sekitar tahun 1943-an Uni Soviet dapat memulai penyerangan balik terhadap tentara Nazi Jerman dan merebut wilayah yang diduduki oleh Jerman atau disebut memerdekakkan wilayah yang diduduki oleh Jerman.

Disisi yang lain pasukan sekutu yang terdiri dari US, UK, dan sebagainya mulai merengsek masuk dari pantai-pantai Prancis, mengakibatkan Jerman pada saat itu terpecah kekuatannya menjadi dua front untuk membendung penyerangan, di front barat mereka membendung serangan dari sekutu dan di front timur mereka membendung pasukan Uni Soviet. Dimana pada akhirnya mereka kelawahan memendung serangan Uni Soviet yang sangat besar, membuat mental pasukan Jerman menurun dan perlahan daerah-daerah di wilayah timur dibebaskan oleh Uni Soviet.

Uni Soviet pada saat itu mengerahkan pasukan yang sangat besar sehingga Jerman tidak dapat membendungnya mengakibatkan pasukan Uni Soviet berhasil merengsek masuk ke Kota Berlin, disisi barat pasukan sekutu dapat mematahkan pertahanan pasukan Jerman, mengakibatkan pertahanan baik dari barat dan timur jebol, membuat mereka dapat memasuki Kota Berlin. Dari situasi genting itu akhirnya Jerman menyerah kepada sekutu dan Uni Soviet setelah pemimpin tertinggi mereka Adolf Hitler bunuh diri di bungkernya.

Dapat kita simpulkan bahwa penyerangan Uni Soviet memang sangatlah menguntungkan bagi Jerman sebab dari penyerangan itu mereka dapat menjadi negara superpower dan menjadi adikuasa serta mengakhiri perang tersebut. Namun, Hitler tidak mempertimbangkan penyerangan terhadap Uni Soviet daru segi logistic, cuaca dan perlawanan masyarakat Uni Soviet yang sangat gigih. Mengakibatkan ang awalnya suatu celah keuntungan beralih pada bencana besar dan membuat mereka kalah perang. Jika saja mereka tidak menyerang Uni Soviet, mungkin, mereka tidak akan menelan kekalahan pahit kedua kalinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun