Mohon tunggu...
Alan Naufal
Alan Naufal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis di Bulak sumur

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Earth Hour, Himbauan Kosong

29 April 2016   20:19 Diperbarui: 29 April 2016   20:26 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringnya orang Indonesia kencing dengan nyala lampu toilet terang benerang agar terlihat jelas (katanya wkwkwkkw) . Tentu anda merasa jengkel jika lampu anda tiba tba dimatikan. Dan teman anda teriak didepan pintu toilet "Sekarang earth hour!!!". Maka yang teman anda dinyatakan telah mengalami kebodohan kuadrat. Mengapa?

Buat anda yang belum tahu. Apa sih earth hour? Itu lho, sebuah program dari WWF nya PBB yang terkenal peduli lingkungan. Singkat cerita program ini mengajak anda mematikan lampu untuk beberapa jam saja. maka kali ini saya akan membuat anda akan merasa tertipu oleh aksinya. Jadi begini penjelasannya: kalau misal pembangkit listrik se pulai jawa bali mencapai 22.000 MW. Maka Presiden, Menteri ESDM, sampai dirut PLNnya dibikin pusing oleh kurang pasokan daya ketika beban puncak karena (misalnya) kita kekurangan daya 2.000 MW. Maka mau tidak mau Presiden kasih intruksi dong ke Menteri lalu dari Menteri ke Dirut PLN dari dirut PLN ke Managernya sampai yang paling bawah yaitu teknisi yang istilahnya "nggarap" pembangkit tersebut ( seperti itulah kerjaan birokrat wkwkwkwk...)

Setelah pembangkit tersebut jadi maka dimulailah pekerjaan operasionalnya. Untuk yang paling mainstream di Indonesia adalah Pembangkit yang menggunakan batu bara. Kenapa batu bara? Untuk operasionalnya sendiri batu bara ini relatif murah dengan perhitungan singkatnya batu bara bisa memproduksi dengan harga produksi dikisaran 1000 rupiah. Dan resiko yang ditimbulkan untuk SDM kualitas sedang (dibandingkan nuklir) relatif kecil karena minim radiasi. Bahkan itupun lebih murah dari pembangkit listrik menggunakan tenaga surya ( nanti akan saya jelaskan)

Karena pasokan batu bara di Indonesia bisa dibilang relatif melimpah maka bisa dibilang pembangkit ini memiliki masa denpan yang cukup panjang. Sebagai bahan baku si "batu bara" ini tentunya akan dibakar untuk memutar turbin dengan uap air yang dipanaskan oleh si "batu bara" tadi. Tentu yang namanya menyalakan unit pembangkit tidak bisa instan bagai menyalakan saklar. Melainkan bisa memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan panas yang sesuai dan stabil. 

Maka imbanglah kini antara beban dan kebutuhan sehingga tidak terjadi yang namanya under voltage. Singkat cerita satu bulan kemudian si "WWF" ini ngiklan di salah satu televisi swasta bahwa besok jam 5-6 sore akan diadakan yang namanya earth hour. Maka matilah lampu (misal) se jawa bali sampai konsumsinya berkurang sampai 7.000 MW maka kemanakah sisa listrik 7000 MW yang tidak terpakai tersebut. Setelah saya tanya sana sini, Ternyata listrik tersebut bertranformasi menjadi yang namanya energi panas. Lantas saya tanya rekan saya itu "kalau misal terlalu panas bisakah sampai terbakar?"  dia jawab " jelas bisa". Maka saya pun berfikir kalau kejadian gardu terbakar bisa juga karena masalah itu. saya lanjut lagi pertanyaan saya" Berarti tidak pengaruh dong, antara earth hour sama penghematan" , dia jawab " paling cuman 1-5 persen". Sedikit sekali pikir saya...

Kalau kita berfikir sedikit lagi maka logikanya batu bara yang terbakar tadi ditanggung sia sia oleh PLN. Karena harapa dari PLN ialah semua daya yang ia produksi dikonsumsi secara stabil dan tidak terjadi lonjakan. Coba bayangkan berapa rugi PLN? Mungkin anda merasa lebih hemat saat earth hour karena memang daya yang anda konsumsi sedikit dan tagihan berkurang. Tetapi betapa mubazirnya batu bara yang terbakar sia sia.

Kembali ke masalah pembangkit listrik tenga surya tadi. Salah satu penyebab sebuah pembangkit listrik tenaga surya yang bangkrut di california beberapa tahun lalu ialah biaya produksi listrik menggunkan matahari sangatlah mahal. sekitar 2000 rupiah / kwh . Kalau anda lihat energi matahari hanya bisa mengahsilkan energi tersebut dengan arus bolak balik hanya ketika masih matahari masih bersinar. Namun ketika malam maka yang terjadi ialah tidak adanya daya yang mensuplly sehingga terjadi under voltage. 

Tetapi mengapa PLN menghimbau penghematan energi? Menurut hemat saya himbauan ini bertujuan untuk sesuatu yang sifatnya buying time terhadap pembangunan pembangkit listrik yang baru untuk menambah daya. Maka Jikalau seperti itu yang terjadi. Masihkah anda percaya atau malah merasa dibodohi. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun