Mohon tunggu...
Alan Mahmum Ramadhani
Alan Mahmum Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Seorang Mahasiswa yang berstudy di UIN SUNAN KALIJAGA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensitas Kritik Hadits Sepanjang Masa? Suatu Metode Upaya Kehati-hatian akan Kemurnian Hadits

27 Desember 2021   18:24 Diperbarui: 27 Desember 2021   18:26 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Periode Rasul dan Sahabat

  • kritik hadis muncul sejak masa Rasulullah SAW. Namun, itu masih dalam bentuk yang sederhana. Bentuk kritik muncul ketika para sahabat ragu-ragu terhadap suatu berita tertentu yang benar-benar bersumber dari Rasul SAW. atau tidak. Kemudian, ketika para sahabat Nabi Muhammad merasa ragu dengan kebenaran suatu berita, mereka langsung meminta konfirmasi kepada Rasul SAW.1
  • Bukti bahwa ada keraguan tentang berita tertentu di sekitar para sahabat Rasul adalah cerita tentang Abdullah bin Amr bin Ash. Abdullah bin Amr bin Ash yang merupakan sahabat atau sahabat yang selalu menuliskan semua pemikiran penting atau penting yang didengarnya dari Rasul SAW. Karena aktivitas menulis itu, sebagian orang Quraisy menegurnya. Alasan orang Quraisy menegurnya adalah karena semua yang dia dengar dari Rasul SAW, bisa disebabkan oleh kebahagiaan, kegilaan, kesedihan, atau lainnya. Adapun hadits yang digambarkan dalam cerita tersebut dijelaskan sebagai berikut:

Dari Abdullah bin Amr berkata: Pertama saya menulis semua yang saya dengar dari Nabi untuk saya hafal, tetapi Quraisy melarang saya sambil berkata: apakah Anda menulis semuanya, meskipun Nabi adalah orang yang berbicara ketika marah dan senang! Saya juga menahan diri dari menulis sehingga saya mengadu kepada Rasul, kemudian dia memberi isyarat dengan jarinya ke mulutnya sambil berkata: Tulis, demi Dzat bahwa jiwa ada di tangan-Nya, jangan keluar darinya (mulut Rasul SAW) kecuali al-haq (sesuatu yang jujur dan benar). (ibn al-Ash'ath al-Sijastani, 1999, hal. 181)

  • Rasul SAW saat itu mengutus Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat yang dikumpulkan oleh Al Harits setelah ia masuk Islam. Karena alasan tertentu, Walid tidak mengambil zakat yang sudah terkumpul. Selain tidak mengambil zakat tersebut, ia juga mencemarkan nama baik Al Harits. Al Harits kemudian mendatangi Rasul untuk memberikan konfirmasi secara langsung. (Berg, 2000, p. 9) Kemudian, pola konfirmasi tersebut menjadi pionir kritik hadis pada masa Rasul SAW. Konfirmasi itu bukan karena kecurigaan terhadap pembawa berita---bahwa berita itu salah. Namun lebih sebagai bentuk kehati-hatian untuk menjaga kebenaran hadis sebagai sumber hukum Islam selain al-Quran.(Sumbulah, 2008, hlm. 183) Di sisi lain, tujuan yang ada adalah untuk menguatkan hati kita. dalam menerapkan hadits yang kami yakini sebagai kebenaran yang bersumber dari Rasul SAW. (Mustafa Yaqub, 2008, hlm. 2)
  • Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa penegasan hadis pada masa Rasul SAW adalah tunas atau pelopor kritik hadis. Praktek kritik hadits dengan pola konfirmasi ini otomatis berhenti ketika Rasul wafat. Meski konfirmasi langsung ini terhenti saat itu, tidak membuat penelitian ini kehilangan urgensinya. Studi ini bahkan lebih meningkat pada periode setelah para sahabat.

Periode Setelah Sahabat Rosul

  • Fenomena setelah masa Rasul SAW, dan banyak sahabat meninggal, banyak hadis palsu. Tujuan diterbitkannya hadis palsu adalah untuk memperkuat kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Masa yang tidak sehat itu mendorong para ahli hadis dan kritikus untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hadis. Itu juga termasuk kondisi narator. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengkaji hadis tertentu adalah dengan mengumpulkan hadis. Setelah hadits-hadits dikumpulkan, hadits-hadits tersebut diseleksi dan dibandingkan dengan beberapa di antaranya. Setelah seleksi dan perbandingan selesai, semoga mereka menemukan hadits atau hadits shahih yang sah. (Irham, 2013, hlm. 282)
  • Kritik terhadap hadits yang memuat sanad dan matn tidak hanya terletak di satu kota tertentu saja, seperti di Madinah saja. Namun, semakin melebar dan menjangkau hingga ke pelosok tanah Islam. Sudut-sudut tanah Islam yang dimaksud adalah Mekkah, Yaman, Irak, Mesir, Syam, Khurasan, Bukhara, Naisabur, dan sebagainya. Efek positif dari upaya ini adalah munculnya para kritikus hadis. Beberapa kritikus hadits adalah Syu'bah dari Wasith (83-100 H), al-Awza'I dari Beirut (88-158 H), Sufyan ats-Tsayru dari Kufah (97-161 H), Malik ibn Anas dari Madinah (93-179 H), Hammad bin Salamah dari Bashrah (wafat 167 H), dan al-Laitsibn Sa'd dari Mesir (wafat 175 H). Juga muncul Hammad bin Zaid dari tinjauan akhir dalam hadits tertentu. (Mustafa Azami, 1977, hlm. 232--233)
  • Bashrah (w. 179 H), Ibn 'Uyainah dari Mekah (107-198 H), 'Abdullah ibn al-Mubarak dari Merv (118-181 H), dan Yahya ibn Sa'id al-Qattan dari Bashrah (w. 198 H). Kemudian lahirlah Waki' bin Jarrah dari Kufah (wafat 196 H), 'Abd ar-Rahman bin Mahdi dari Basrah (wafat 198 H), dan asy-Syafi'I dari Mesir (wafat 204 H). Namun, menurut Ibn Hibban, kritikus yang paling terkenal adalah Syu'bah, Yahya ibn Sa'id dan Ibn Mahdi. Syu'bah dalam bidang ini adalah guru Yahya bin Sa'id.
  • Dari para kritikus tersebut, generasi penerus terinspirasi untuk menjadi ahli hadits juga. Beberapa kritikus terkenal adalah Yahya bin Ma'in dari Bagdad (wafat 233 H), 'Ali bin Al-Madini dari Bashra (wafat 234 H), Ibnu Hanbal dari Bagdad (wafat 241 H), Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Wasith (w. 235 H), Ishaq ibn Rawaih dari Merv (w. 238 H), 'Ubaidillah ibn 'Umar al-Qawariri dari Bashrah (w. 235 H), dan Zuhair ibn Harb dari Baghdad (w. 234 H). ). Kemudian, kritikus yang paling terkenal di antaranya adalah Yahya ibn Ma'in, 'Ali ibn al-Madani, dan Ibn Hanbal. (Kuswadi, 2016, hlm. 184)

Kritik terhadap hadis semakin berkembang dan semakin sistematis setelah penelitian sanad mulai dilakukan secara terpisah dengan penelitian matn. Pendiri metode ini adalah Ibnu Abi Hatim. Bukunya yang populer adalah al-Jarh wa Ta'dil. Ciri khas kitab ini adalah sangat detail dalam mendeteksi validitas hadits dari aspek matn dan perawinya

Urgensi Cristisism Hadits

Keberadaan kritik hadis sebagai salah satu cabang kajian yang mengkaji derajat keabsahan hadis menjadi sangat penting. Melalui kajian ini, seseorang dapat melihat upaya illat dan tipu daya yang dilakukan terhadap hadis tertentu. Melalui kajian kritik ini, masyarakat umum dan ahli hadis dapat memperoleh informasi secara mudah dan komprehensif.

Kritik hadis dalam aspek orisinalitas sanad atau matn merupakan cabang kajian yang memiliki tujuan ketuhanan. Tujuan ketuhanan ini bertujuan untuk menyelamatkan hadis dari segala kepalsuan yang terjadi baik disengaja maupun tidak. Kebohongan itu bisa disebabkan oleh kelalaian, politik, atau faktor lainnya. Upaya penyelamatan hadis dari segala kebatilan yang didasari oleh kelalaian, faktor politik atau faktor lainnya dapat bersumber dari umat Islam sendiri, atau dari orientalis yang tidak menyukai keyakinan Islam.

Upaya kritik hadis pada akhirnya memiliki urgensi atau nilai penting sebagai kajian yang melindungi kejelasan berita tertentu yang bersumber dari Rasulullah SAW, agar berita tertentu tersebut dapat dipercaya sebagai pengiring al-Qur'an. an.(Abdul Malik, 2016, hlm. 56) Di sisi lain, adanya kajian kritik hadis menjadi bukti kehati-hatian ulama dalam menjaga sumber keyakinan Islam. (Edi Setyawan, 2018, hlm. 10) Oleh karena itu, keberadaan kritik hadis memberikan kontribusi nilai positif agar umat Islam semakin yakin dengan kebenaran hadits. Alasannya karena kritik hadis menjadi media selektif terhadap matn atau bahkan sanad hadits.

Tokoh Kritik Hadits

  • Kritik hadis pertama kali muncul pada abad ke-2 Hijriah. Abad ke-2 Hijriah adalah masa dimana Tabi'in menjadi generasi penerus Rasul SAW, dan para sahabat Rasul. Sedangkan klasifikasi pengkritik hadis pada masa tabi'in adalah; pertama, periode kritik hadis sekitar abad pertama setelah wafatnya Rasul SAW. Kritikus tersebut misalnya Ubadah Ibn Syamit yang wafat pada tahun 93 H. Ubadah adalah seorang kritikus hadits yang masih dikategorikan sebagai sahabat Rasul. Selain 'Ubadah Ibn Shamit, ada Amir Ibn Syarahi al-Sya'bi. 'Amir Ibn Syarahi al-Sya'bi wafat pada tahun 109 H. Kemudian, selanjutnya adalah Muhammad Ibn Sirin yang wafat pada tahun 110 H. Sa'id Ibn Jubair, Tawus, dan al-Hasan al-Basri yang wafat pada 110 H. Mereka adalah kritikus yang dikategorikan sebagai ta'biin.
  • Kedua, pengkritik hadis yang berasal dari abad ke-2. Dari para kritikus yang hidup pada abad ke-2 adalah; Syu'bah Ibn al-Hajjaj, al-Auza'I, Malik Ibnu Anas, Sufyan al-Tsauri, Hammad Ibn Salamah. Syu'bah Ibn al-Hajjaj adalah seorang ulama yang hidup sekitar 82-160 H., al-Auza'i adalah seorang ulama yang hidup sekitar 88-158 H., Malik Ibnu Anas adalah seorang ulama yang hidup sekitar 93-179 H. , Sufyan al-Tsauri adalah seorang ulama yang hidup sekitar tahun 97-161 H., Hammad Ibn Salamah adalah seorang ulama yang wafat pada tahun 167 H.

Selain Syu'bah Ibn al-Hajjaj, al-Auza'I, Malik Ibnu Anas, Sufyan al-Tsauri, Hammad Ibn Salamah, masih ada lagi kritikus hadits yang hidup pada abad ke-2. Mereka adalah Laits Ibn Sa'd yang wafat tahun 175 H., Sufyan Ibn Uyaynah yang hidup sekitar tahun 107-198 H., 'Abdullah Ibn al- Mubarak sebagai kritikus hadits yang hidup sekitar tahun 118-181 H., dan Waki' Ibn al-Jarrah sebagai kritikus hadis yang wafat pada tahun 196 H. Selain mereka, ada 'Abd al-Rahman Ibn Mahdi sebagai ulama yang hidup untuk kritik hadis sekitar tahun 135-198 H., Yahya Ibn Sa'id al- Qattan yang wafat tahun 198 H.,(Htim al-Razi, 1988, hlm. 232) dan al-Syafi'i sebagai kritikus hadits yang wafat tahun 204 H.

Upaya dan Refrensi dalam Kajian Kritik Hadits

Upaya yang dilakukan oleh para kritikus hadits untuk mengetahui derajat kebenaran sanad hadits adalah dengan melakukan tahrij hadits. Tujuan hadits tahrij adalah untuk mendapatkan sumber atau riwayat dari hadis yang diteliti. Selain untuk mengetahui hal tersebut, hadits tahrij juga digunakan untuk mengetahui adanya syahid atau muttabi dari sanad yang diteliti. Adapun kitab-kitab yang dapat dijadikan rujukan hadits tahrij adalah sebagai berikut:

  • Pertama, buku karya Abu 'Abdullah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Mugirah Barbazbah al Bukhari dengan karyanya Jami 'al-Sahih, Sahih Bukhari.
  • Kedua, buku karya Abu Husain Muslim ibn al-Hujaj al-Qusairi al-Naisaburi dengan karyanya yang berjudul Jami 'al-Sahih, Sahih Muslim.
  • Ketiga, kitab yang disusun oleh Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'ast al-Sijistam dengan kitab Sunan Abi Dawud.
  • Keempat, kitab Abu Isa Muhammad bin Isa bin Sawrah al-Tirmidxi dengan karyanya yang berjudul Sunan al-Tirmidzi.
  • Kelima, buku yang berjudul Abu 'Abd al-Rahman Ahmad ibn Syu'aib al-Nasa'i dengan karyanya yang berjudul Sunan al-Nasa'i.
  • Keenam, buku karya Abu 'Abdullah Muhammad ibn Yazid al-Quzwini dengan karyanya yang berjudul Sunan Ibn Majah.
  • Ketujuh, buku karya Abu Muhammad 'Abdullah ibn 'Abd al-Rahman al-Darimi dengan karyanya yang berjudul Sunan al-Darimi.
  • Kedelapan, buku Malik ibn Anas dengan karyanya yang berjudul al-Muwatta.
  • Kesembilan, buku karya Abu 'Abdu'lah ibn Ahmad ibn Hanbal dengan karyanya yang berjudul Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal.

Aspek Penting dalam Melakukan Kritik terhadap Hadits

Aspek penting sebagai bagian dari kritik hadits yang dapat dipisahkan adalah penelitian matan dan sanad hadits. Berikut penjelasan dari kedua aspek tersebut;

  • Sanad Research

Dikatakan Mahmud al-Tahhan, untuk mengkaji sanad hadits berupa penelitian sanad hadits, setidaknya ada lima kaidah yang harus dipenuhi untuk mencapai derajat validitas hadits. Empat aturan tersebut adalah; 

  1. biografi narator. Biografi perawi dalam penelitian sanad hadits menjadi penting karena biografi digunakan untuk mengetahui tingkat keadilan, kecerdasan narator dan kemampuan narator. Dalam hal ini para ahli hadits yang berhasil menyusun banyak tingkatan dan memuat informasi tentang perawi secara umum atau khusus. Pada fase-fase tersebut upaya mengkaji biografi perawi sebagai salah satu kaidah yang harus dilakukan untuk mencapai derajat validitas hadis.(Ahmadi Ritonga, Ardiansyah, dan Sulaiman M. Amir, 2017, hlm. 3)
  2. keadilan dan kebiasaan narator. Menganalisis keadilan dan kebiasaan perawi dengan membaca dan mempelajari pendapat para ahli jarh wa ta'dil yang terdapat dalam biografi perawi. 
  3. membahas tentang musttashil sanad dan keterkaitan sanad.
  4. membahas tentang syadz dan illat hadits. Upaya ini dilakukan untuk mengetahui adanya kesesuaian beberapa sanad hadits dan menjelaskan lebih lanjut apakah ada syadz dan illat hadits atau tidak. Kemampuan ini hanya dipertahankan oleh kritikus hadits yang sudah mengetahui banyak hal tentang sanad dan matn hadits. Illat hadits dapat dijelaskan dengan mengumpulkan semua sanad dan memperhatikan perbedaan perawi hadits
  • Matn Research

Secara umum, ada tiga langkah metodologi dalam penelitian hadits matn. Ketiga langkah tersebut adalah: 

  1. mengkaji matan dengan melihat kualitas sanadnya. Dalam mengkaji sebuah hadits, seorang ulama harus mengutamakan penelitian sanad daripada matn. Ini bukan karena sanad lebih penting dari matn. Bagi ulama hadits, kedua bagian sejarah hadits tersebut menjadi komponen yang sama pentingnya, namun penelitian matn akan memiliki makna setelah sanad hadits tersebut sudah jelas dan memenuhi kaidah-kaidahnya. Oleh karena itu, tanpa sanad apapun, matn tidak dapat dikatakan sebagai berita yang berasal dari Rasul SAW. (Suryadi, 2015b, hlm. 179)
  2. mengkaji struktur matn dan maknanya. 
  3. mengkaji isi matn. 

Bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari mengkaji isi matn adalah; 

1) Menelaah isi matn yang sejajar atau sejajar. Menelaah isi matn yang sebaris diperlukan untuk mengetahui keberadaan matn lain dengan topik serupa dan akan diperlukan untuk melakukan takhrijul hadis bi al-maudhu. Jika ada matn lain dengan topik yang sama, matn tertentu itu juga perlu dikaji ulang, terutama tentang sanad naratornya. Jika perawi sanad sudah memenuhi kaidah, maka diperlukan aktivitas muqaranah. 

2) Membandingkan isi matn yang tidak sejalan. Jika beberapa hadits Rasul SAW tidak sejalan, atau saling bertentangan, maka dapat disimpulkan bahwa ada aspek yang melatarbelakangi permasalahan ini. Dalam hal ini perlu menggunakan pendekatan yang valid dan sesuai dengan isi materi yang ada. 3) Menyimpulkan penelitian.

Setelah langkah-langkah tersebut selesai, sebagai langkah terakhir dari penelitian hadits matn ini adalah menyimpulkan hasil penelitian matn. Kesimpulan yang dimaksud berupa pengambilan keputusan untuk memutuskan apakah suatu hadits shahih atau dhaif. Hadits shahih atau hadits dhaif menjadi derajat kedudukan hadis tertentu dalam penelitian hadits matan. (M. Noor Sulaiman, 2000, hlm. 40)

Kajian Pendukung Kritik Hadits

  • Pertama, kajian Musthalah Hadits. Kajian Musthalah Hadits merupakan kajian yang membahas tentang istilah-istilah dasar dalam kajian penelitian hadits. Kajian ini juga mencakup tentang pengertian sanad dan matn. Selain tentang pengertian sanad dan matn, kajian ini juga membahas tentang pengertian hadits shahih, hadits hasan dan hadits dhaif. Kajian hadis musthalah menguraikan kriteria hadis tertentu untuk disebut sahih., hasan, dan dhaif. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menjaga eksistensi hadis sebagai sumber hukum Islam, terutama dari kalangan yang tidak menyukainya.
  • Kedua, Kajian tentang Takhrij dan Dirasah Sanad. Kajian Takhrij dan Dirasah Sanad merupakan kajian yang mengkaji tentang cara-cara menganalisis kebenaran teks hadis dimasukkan sebagai hadis atau tidak. Selain itu, penelitian ini juga berfungsi untuk mengkaji tingkat validitas shahih, hasan, atau dhaif hadits, Caranya dengan menganalisis setiap jenis sanadnya. Dengan memahami kajian ini, seseorang dapat menyimpulkan bahwa berita atau hadits adalah shahih karena berhubungan dengan Rasul Muhammad SAW.
  • Ketiga, Kajian Hadits Thurud Fahmil. Kajian Thuruq Fahmil Hadits merupakan kajian yang membahas tentang kaidah-kaidah tertentu untuk memahami teks hadis tertentu. Misalnya aturan tidak semua hadits shahih berlaku, aturan tidak semua hadits dhaif ditolak, aturan yang membedakan hadits yang mengandung syari'at dan masih banyak lagi. Selain ketiga kajian tersebut, kajian nahwu, shorof, balaghoh, logika, ushul fiqh, sejarah, dan kajian lainnya juga dapat menjadi kajian pendukung yang membantu kritik hadis.
  • Usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk mencapai derajat validitas atau nilai kebenaran hadits. Karakteristik yang dimaksud dibagi menjadi dua, yaitu; Pertama, pasir disambungkan ke Rasul SAW; Kedua, matn atau isi hadits, sesuai dengan berita yang disampaikan oleh Rasul SAW.
  • Eksistensi atau urgensi kritik hadis tidak ada duanya dalam mengkaji keabsahan hadis. Melalui kritik hadis, seseorang atau sekelompok orang dapat menelaah nilai kebenaran hadits---hindari upaya mengikat. Seseorang atau sekelompok orang yang ingin menelaah kebenaran hadits tertentu dapat mempelajari dua aspek. Aspek yang dimaksud adalah sanad dan matn hadits. Karena nilai kebenaran hadis sangat penting, penelitian ini menjadi primadona penelitian hadis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun