Beberapa bulan sebelumnya saya dan beberapa teman pernah bermusafir dengan kuda besi dan sempat berkunjung ke tempatnya. Sekedar melepas rindu dan mencari penyejuk di tengah 'panasnya' jalan hidup kami setelah keluar dari pesantren, lebih condong ke duniawi.
Melihat kematangan mental dan melimpahnya referensi Oci, setidaknya sangat jauh dibanding saya, maka sayapun tertarik untuk bertanya banyak hal, obrolan dimulai dari pukul 21:00 dan berakhir 01:30. Haha. Saya memang suka ngobrol berisi. Salah satunya yang berkaitan dengan tulisan ini (Mbak Ella, Kompasiana(ers), SARA, provokator dan Islam garis keras).Â
Saya coba yakinkan bahwa orang-orang seperti dia ini harus mau masuk ke media sosial dan ikut bersuara menjawab kelompok Islam garis keras yang sudah mencemarkan nama baik agama Islam itu sendiri. Karena jika kita bersikap atau melakukan sesuatu dan membuat orang non-muslim tidak suka dengan Islam gara-gara kita, maka kita sudah berdosa. Saya saja sangat tidak suka dengan cara-cara Islam garis keras, sempit dan provokatif, apalagi yang non muslim.
"Coba dong sampaikan ke Abah di Pujon. Kalau bisa masuk dan ikut bersuara, pasti bermanfaat untuk menetralisir" usul saya.
Sambil menatap dan mengangguk-angguk, dia bilang "ya nanti saya pikirkan lagi" jawabnya.
Sampai saat ini memang belum ada kelompok atau website yang bisa menyeimbangi kelompok Islam garis keras yang sangat kaku dan jauh dari Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kalaupun ada, bahasanya masih tida. renyah dan ringan, susah ditelan. Sementara saya tau Oci dan teman-temannya di Pujon sangat cair dalam berdakwah, sekalipun tidak bisa disamakan dengan caranya Walisongo, tapi sejauh pengamatan saya, mereka adalah pendakwah dengan metode dan manajemen terbaik yang pernah saya temukan dibanding kelompok lain yang sudah tidak asing lagi di telinga dan mata kita.
Kita tentu rindu Islam yang sejuk dan mencerahkan. Kyai atau ustad yang tidak hobi mengutuk, membenci, dan menghakimi dengan label tertentu (contoh: kafir, sesat dsb). Namun kita tidak akan pernah menemukan nuansa Islam yang seperti itu di dunia maya jika orang-orang seperti Oci dan kawan-kawan, termasuk kyai serta ustad, hanya fokus pada dakwah offline. Padahal kita sangat membutuhkannya.
Semoga harapan ideal ini bisa dijawab dengan baik dan Kompasiana mau mengakomodasi mereka. Agar saat ada seruan provokatif sejenis jihad dan terorisme, ada air yang bisa menyiram emosi publik. Karena penganut agama Islam bukan tukang stempel, tidak provokatif, menentang terorisme, tidak membenarkan jihad (dalam arti sempit: balas dendam) serta jauh dari unsur SARA.
Saya belum tau responnya bagaimana, namun andai positif dan mereka bersedia, saya mungkin bisa sedikit berbagi tentang cara menulis ringan dan  beberapa hal yang saya ketahui. Dan semoga dengan begitu citra Islam yang keras (namun kurang benar) bisa tercerahkan.
*gambar: dokumen pribadi