Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[FR]Kado Dari Tuhan

15 Juli 2015   20:45 Diperbarui: 15 Juli 2015   20:48 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dokumen Pribadi"][/caption]

Pagi tadi aku kehilangan kata-kata. Benar-benar merasa bersalah namun sedikitpun tak bisa mengucapkan maaf. Selama ini aku percaya bahwa semua orang Madura memiliki rumah. Sekalipun kecil, saya tau semuanya sudah cukup layak. Tembok, genting, dan lantai.

Namun pagi ini aku seperti terbangun dari mimpi.

Masih di desa yang sama, tak jauh dari rumahku, aku melihat kenyataan. Aku menemukan dua rumah yang entah bagaimana harus ku deskripsikan.

Aku minta maaf Tuhan.

"Besok aku ke Madura. Tolong kumpulkan anak yatim dan janda tua yang kurang mampu" begitu katanya. Semua ini gara-gara dia. Dari sinilah awal semua cerita ini.

Seratus empat puluh orang berkumpul di rumah. Semuanya mendapat bingkisan selamat hari raya idul fitri berupa sirup, beras, minyak goreng, gula, dan kopi. Si pencari gara-gara ini datang dan langsung molor di ruang tamu, sementara aku dan orang-orang di rumah sibuk mengabsen dan membagi-bagikan bingkisan.

Semua berlangsung cepat. Barang bawaanya habis.

"Di desa ini ada yang belum punya rumah?"

"Kayaknya sih nggak ada" jawabku penuh percaya.

"Ya kalau rumah punya semua Mas, tapi yang rumah gubuk ada" celetuk salah seorang yang datang ke rumah mendapat jatah bingkisan.

"Yang bener?"

"Saya tunjukin kalau nggak percaya"

"Oke ayo" pungkas si pencari gara-gara.

Aku malu, marah, geram dan entah perasaan apa lagi, sulit kujelaskan. Aku pikir semua orang di sini pasti memiliki tanah, mereka bisa bertani. Aku pikir semuanya mampu berlayar menjadi nelayan. Atau setidaknya mereka punya hewan ternak seperti kambing, sapi dan ayam. Apa iya masih ada yang tinggal di gubuk? Ternyata memang ada. Dua malah.

Nafasku berat. Mataku panas. Ternyata selama ini aku menutup diri dan acuh. Kami hanya pura-pura santai melihat semua ini.

"Coba difoto, nanti saya bilang ke bapak" ucapnya.

Dengan pemilik rumah kami hanya sempat bersalaman tanpa satu patah katapun. Kami semua terdiam. Satu-satunya kalimat yang muncul dari mulut ini hanya "insyaallah setelah lebaran kami bantu." Setelah itu kami berlalu. Aku kembali ke rumah, temanku langsung kembali ke Surabaya.

Tuhan, aku tak pernah meragukanmu. Gempa, tsunami, erupsi dan sebagainya adalah kehendakmu. Aku tau. Aku mengimani. Segalanya mudah di hadapanMu. Untuk itu, tolong mudahkan urusan ini, sesuai mudah dalam logika sederhanaku.

Tuhan, berat sekali kado ramadhan tahun ini. Pahit. Namun terima kasih telah membangunkanku.

 

 

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakan link akun Fiksiana Community)

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun