"Yang bener?"
"Saya tunjukin kalau nggak percaya"
"Oke ayo" pungkas si pencari gara-gara.
Aku malu, marah, geram dan entah perasaan apa lagi, sulit kujelaskan. Aku pikir semua orang di sini pasti memiliki tanah, mereka bisa bertani. Aku pikir semuanya mampu berlayar menjadi nelayan. Atau setidaknya mereka punya hewan ternak seperti kambing, sapi dan ayam. Apa iya masih ada yang tinggal di gubuk? Ternyata memang ada. Dua malah.
Nafasku berat. Mataku panas. Ternyata selama ini aku menutup diri dan acuh. Kami hanya pura-pura santai melihat semua ini.
"Coba difoto, nanti saya bilang ke bapak" ucapnya.
Dengan pemilik rumah kami hanya sempat bersalaman tanpa satu patah katapun. Kami semua terdiam. Satu-satunya kalimat yang muncul dari mulut ini hanya "insyaallah setelah lebaran kami bantu." Setelah itu kami berlalu. Aku kembali ke rumah, temanku langsung kembali ke Surabaya.
Tuhan, aku tak pernah meragukanmu. Gempa, tsunami, erupsi dan sebagainya adalah kehendakmu. Aku tau. Aku mengimani. Segalanya mudah di hadapanMu. Untuk itu, tolong mudahkan urusan ini, sesuai mudah dalam logika sederhanaku.
Tuhan, berat sekali kado ramadhan tahun ini. Pahit. Namun terima kasih telah membangunkanku.
Â
Â