Menggairahkan. Itulah kata yang pas untuk mewakili pemerintahan era Jokowi-JK. Terlepas dari pro-kontra, rasanya memang baru kali ini kita melihat pergerakan politik cantik dan kebijakan penuh tantangan.
Masih segar di ingatan kita saat awal Menteri Susi tampil semau-mau dia (tatoan, rokoan, dan blak-blakan) sempat memanaskan khazanah kenyinyiran dunia maya. Namun perlahan para haters tersebut bungkam dengan kinerja perempuan yang tak sempat lulus SMA tersebut. Waktu berjalan, adalah sang Presiden yang pecahkan rekor dengan langsung menaikkan BBM tercepat sepanjang sejarah (kayaknya). Dan baru sekarang juga BBM dibuat fluktuatif naik-turun.
Tak lama kemudian kita disuguhi drama klasik KPK vs Polri. Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, sementara DPR meloloskan fit and proper test yang secara proses seharusnya Budi Gunawan bisa langsung dilantik. Tapi Presiden yang seolah dikeroyok politisi Senayan tetap senyam-senyum dengan soundtrack "aku rapopo." Seperti gol spektakuler atau apalah namanya, Budi Gunawan yang sempat di atas angin karena memenangkan praperadilan, pada akhirnya Presiden tetap enggan melanjutkan pencalonannya.
Sebelum penetapan tersebut, admin K Pepih Nugraha sempat berceloteh "kalau ga dilantik sebelum hasil praperadilan, itu biasa. Tapi kalau praperadilan BG menang dan masih ga dilantik, itu baru luar biasa." Status di FB tersebut sempat diragukan, termasuk saya sendiri. Namun sekali lagi bak gol spektakuler dari luar kotak penalti, menghujam deras dan kuat membuat banyak orang melongo haa? Presiden seolah tak peduli dengan komentar orang yang katanya pakar atau politisi yang katanya senior "its my turn and my right! Would you just shut up?!"
Hal lain yang sangat menggairahkan adalah keputusan Menkominfo memblokir situs-situs propaganda dan penyebar kebencian yang mengatasnamakan Islam. Keputusan ini seperti menjawab keluhan banyak netizen yang sejak era SBY sudah banyak disuarakan. Pro-kontra wajar saja terjadi, setiap kebijakan tidak akan pernah membahagiakan semua orang.
Cukup lama saya tidak menulis ataupun sekedar membaca artikel-artikel di K maupun menonton televisi dengan berita-beritanya. Sampailah dari semalam sampai pagi ini baru bisa melihat-lihat apa yang terjadi di dalam negeri. Kemudian saya putuskan untuk menuliskan ini.
PSSI yang sejak puluhan tahun tak tersentuh dan berlindung di balik "statuta FIFA" kini berhadapan dengan Menpora asal Madura yang semua orang tau keras dan kuatnya karakter manusia-manusia dari Pulau Garam tersebut. Sempat dipertemukan dalam acara Mata Najwa, Menpora dan PSSI yang diwakili Hinca seperti memberikan harapan baru. Ada momen saat Najwa Shihab bertanya, "Sepak bola ini milik siapa?" Hinca menjawab, "milik FIFA." Pertanyaan yang sama diajukan pada Menpora dan langsung dijawab, "Milik rakyat Indonesia," yang diikuti tepuk tangan gemuruh dari tribun penonton.
Tayangan tersebut sempat memberikan harapan baru. Menpora meski berusaha menahan emosinya, semua kita tahu bahwa beliau sangat geram dengan antek-antek mafia PSSI. Banyak hal penting yang bisa kita lihat dalam tayangan tersebut, tapi sebaiknya para pembaca menonton sendiri di YouTube.
Setelah cukup lama berlalu, akhirnya keputusan tersebut benar-benar diambil. Pembekuan PSSI. Kebijakan yang tak berani diambil oleh menteri-menteri sebelumnya dan berhasil dijinakkan oleh mafia PSSI. 17 April keluar surat keputusan pembekuan PSSI, padahal KLB PSSI memenangkan La Nyalla sebagai ketum baru PSSI sehari setelahnya.
Namun drama belum selesai. Kita sudah pernah menang via demo revolusi PSSI dan memenangkan Djohar Arifin. Tapi tetap saja para mafia KPSI berhasil masuk dan menundukkan Djohar yang hanya namanya saja sebagai ketum, padahal semua penggeraknya adalah PSSI lama. Sepak bola Indonesia kembali berjalan di tempat dan pemerintah era SBY sibuk pencitraan. Seolah Presiden turun langsung dengan menggandeng Argentina, padahal hanya menambah kisruh.
Di era Jokowi-JK, sungguh sangat luar biasa memiliki Menpora yang dengan entengnya membekukan PSSI tanpa koar-koar di media. Tak perlu talk show puluhan segmen atau senyam-senyum depan kamera seperti menteri sebelumnya. Namun sekali lagi ini belum selesai. Jangan sampai sejarah terulang seperti kemenangan semu sebelumnya, pemerintah dan Menpora harus benar-benar menang dan membersihkan PSSI demi kemajuan sepak bola nasional. Selanjutnya mari kita simak dengan seksama.