Saat saya dengan suka cita mengunggah gambar buku novel pertama yang berhasil saya selesaikan, ada juga yang bilang tulisan saya ga bagus, ga berkualitas. Ya memang, katakanlah itu tulisan sampah dan saya ga akan pernah memaksanya untuk membaca. Biarlah tulisan saya menemukan sendiri pembacanya. Apapun itu, saya tetap bangga bisa menulis novel. Toh saya juga belum pernah belajar menulis, hanya otodidak dengan modal sok bisa.
Nah kalau yang ini agak menyesakkan. Ada yang bilang kaligrafi saya jelek. Waktu itu masih tahun 2006. Saya yang berumur 16 tahun kala itu menjadi termenung dan enggan untuk berkarya lagi. Cukup lama saya fakum dan ogah menerima tugas membuat dekor atau ikut pameran.
Dari Kompasiana inilah saya belajar menjadi pribadi yang santun, meski harus kalian maklumi saya tetaplah remaja yang emosinya bisa naik turun. Hehe selama menulis di Kompasiana, saya lebih banyak menerima apresiasi dibanding caci maki. Segala cacian yang dialamatkan ke saya praktis hanya keluar dari akun kloningan yang belum menuliskan artikel.
Ada juga sih Kompasianer usil yang suka bikin onar. Sampai ada kubu tim hore dan tim cerdas cermat. Kadang saya memperhatikan, kadang juga terlewat.
Inilah Kompasiana, media sosial paling seru menurut saya meski ada juga yang merasa admin hanya mengejar rating, membiarkan dua kubu berselisih, membiarkan tulisan provokatif nangkring di TA dan ada juga yang menganggap kolom HL kadang meloloskan tulisan ga jelas (itu mungkin salah satunya punya saya, hihihi).
Tapi yang menarik adalah Kompasianer yang menurut saya top itu ga ikut terlibat mengomentari. Hebat. Apapun yang terjadi mereka tetap kalem dan fokus dengan tulisanya sendiri. Ya kecuali Mbak Ellen, meski dia ini termasuk Kompasianer top (versi saya) kadang dia juga terlibat di peperangan. Mungkin sifat ABG nya lagi muncul.
Akhirnya bisa saya simpulkan, orang yang benar-benar keren itu ga akan sibuk mengomentari orang lain jelek. Dan saya masih belajar kalem seperti mereka, meski ada komentar miring dan caci maki.
Oh iya ini curhatan terakhir di tulisan ini, ada juga yang bilang kompasianer itu orang yang ga punya kerjaan. Ungkapan yang membuat saya tertawa dan senyum-senyum sendiri dalam waktu yang lama. Kalau presiden yang sedemikian sibuknya bisa menerbitkan buku, apalagi kita yang ga sesibuk presiden? Ya kecuali mereka yang jadwalnya lebih sibuk dari presiden, hehe.
Apapun yang kita lakukan di luar pekerjaan hanyalah hobi yang menyenangkan, pilihan alternatif selain tidur, nonton TV, game atau jalan-jalan. Semoga kita tetap 'tuli' meski dikatakan ga ada gunanya menulis di rumah ini (K), karena saat pesan kita sampai pada pembaca, saya rasa itu sebuah hal yang sangat menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H