Ada kegalauan sebenarnya Kompasiana ini apa? Pada Tulisan Kang Pepih tentang hanya good jurnalism yang akan bertahan, saya membaca ada beberapa keluhan. Memang saat pilpres seperti sekarang, orang-orang haus berita, dan Kompasiana lumayan sering dijadikan sumber diskusi di media sosial semacam FB dan twitter. Jumlah share dan viewer di Kompasiana bahkan ada yang melampaui media arus utama.
Menjelang pilpres 9 Juli mendatang, ada banyak tulisan pro kontra terkait dua calon presiden. Kang Pepih menuliskan bahwa ada banyak surat masuk pada admin. Berikut saya kutipkan:
Ada banyak surat yang masuk ke admin Kompasiana mempertanyakan mengenai tulisan A atau tulisan B dipertahankan, mengapa harus dijadikan headline, mengapa penulis C atau Penulis D dibiarkan "hidup" di Kompasiana padahal isi tulisan menjelek-jelekkan salah satu pihak. Banyak alasan, banyak orang berkepentingan agar satu tulisan dihapus atau satu akun dihilangkan. Kompasiana menjadi sasaran kemarahan dan bahkan kebencian!
Yang membuat saya bingung adalah pertanyaan "apakah tudingan tersebut juga dialamatkan pada Facebook dan Twitter?" Sejenak saya membaca ulang dari awal tulisan Kang Pepih. Merasa ada yang salah karena beberapa hari sebelumnya saya juga sempat membaca tulisan "mengapa Iskandar Zulkarnaen akan dikirim ke Brazil". Di sana ada semacam misi untuk menunjukkan bahwa Kompasiana layak diperhitungkan untuk menjadi rujukan.
Di luar tulisan Kang Pepih, ada beberapa komentar Isjet dan beberapa Kompasianer menyatakan bahwa media arus utama masih malu-malu kucing untuk menyebutkan sumbernya berasal dari Kompasiana.
Dari sinilah Kompasiana menjadi unik yang menurut saya tetaplah sosial media, tapi sering menjadi rujukan yang bahkan beberapa tulisan kompasianer dikutip oleh media arus utama. Nah, persoalanya adalah seberapa dipercayakah Kompasiana untuk dijadikan rujukan?
Kompasiana vs Sosial media
Di media sosial semacam FB, Twitter dan Kaskus, tidak ada larangan untuk copy-paste. Semua user diperbolehkan menuliskan (hampir) apa saja yang ingin mereka bagikan. Tak jarang konten porno bisa bertahan di FB dan Twitter. Sementara di Kaskus, tulisan konspirasi, imajinatif dan ala film barat banyak bertebaran. Saya sempat juga membaca di thread kaskus tentang keluhan bahwa admin Kompasiana Jokowi Lover dan beberapa kali menghapus tulisanya, sehingga dia menuliskan di kaskus. Isinya memang fitnah tak jelas bak cerpen fiksi, maka wajar saja kalau dihapus.
Tapi di kaskus, admin seolah tak punya alasan untuk menghapus konten propaganda seperti itu. Ini tentu terbalik dengan Kompasiana, setiap tulisan tidak boleh copy-paste kecuali dari blog sendiri, bahkan dalam satu artikel tak boleh terlalu banyak kutipan. Inilah yang menjadikan Kompasiana lebih bisa dipercaya dibanding kaskus, karena tak semua tulisan yang tak terjangkau nalar ala fans PKS -bernada kafir kafirun dan zionis- tidak bisa begitu saja tayang di K. Dan lagi ada juga tentang tulisan porno yang dibredel oleh admin.
Dari sinilah saya sedikit bingung ketika Kang Pepih seolah menyamakan K dengan FB atau Twitter? Jelas aturan di Kompasiana sangat ketat dan tidak sebebas sosial media. Ini menarik, karena jika K ingin tetap menjadi rujukan, aturan-aturan seperti itu harus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Ataukah Kompasiana mau sejajar dengan Kaskus atau sosial media biasa?
Kompasianer Tulisan Sampah
Sekitar seminggu yang lalu saya membaca tulisan kompasianer yang menyatakan bahwa tingkat kepercayaan orang pada K masih 50:50. Ada juga pendapat yang mengatakan K media dengan tulisan-tulisan sampah tak jelas. Mungkin yang disebut ga jelas adalah judulnya bombastis dan serius, tapi isinya humor garing atau cerita pribadi yang tidak ada hubunganya sama sekali.
Member K memang sudah banyak sekali, tulisan-tulisan yang tayang setiap harinya mungkin ratusan artikel. Tulisan yang dianggap penting biasanya masuk ke kolom HL atau TA. Dan yang lumayan bagus berada di highlight pada kanal masing-masing. Nah mungkin tampilan home kompasiana, tidak perlu lagi meletakkan kolom tulisan terbaru. Agar tulisan baru yang dinilai kurang layak dan belum dinilai, tak perlu tampil di halaman utama. Karena pada halaman tersebut, pengunjung kadang melakukan penilaian.
Vote Kroyokan
Di kolom teraktual, inspiratif, bermanfaat dan menarik masih banyak tulisan yang menurut saya pribadi menjadi bisa berada di sana hanya karena temanya banyak dan aktif saling memberi vote. Jadilah yang benar-benar layak dibacapun tersaingi oleh geng kompasianer yang saling vote. Berhubung K berencana akan menyertakan tombol HL dan TA yang pasti nantinya masih akan melalui seleksi dan pertimbangan admin, saya rasa untuk kolom ter pun layak diseleksi lagi. Tidak sebatas karena yang vote sudah banyak sehingga otomatis nangkring di kolom tersebut.
Kompasianer Klipingan
Nah untuk yang ini sebenernya ada beberapa Kompasianer yang curhat dengan saya, mulai mual dengan tulisan kliping dan tempel sana sini. Awalnya saya menilai bahwa tak salah ketika kita beropini tentang sesuatu dengan banyak referensi, namun jika artikel tersebut tidak ada yang baru atau nyaris sama dengan apa yang sudah diberitakan di media arus utama, saya merasa cukup mual juga. Contoh: kebakaran di Jakarta. Kemudian ada kompasianer yang juga menuliskan kebakaran di Jakarta, Hanya ditambah sedikit dengan bahasa yang diolah sendiri.
Dalam hal ini tentu bersebrangan dengan misi Bang Isjet yang akan ke Brazil untuk membuat berita ga biasa yang luput dari mata mainstream media arus utama.
Walau begitu, ada banyak kompasianer klipingan yang mampu membuag alur opininya sendiri. Mencipta nalar, analisa dan menghadirkan sesuatu yang baru.
Demikianlah tanda tanya saya untuk Kompasiana. Untuk admin dan seluruh warga K yang ada di sini. Maaf sudah berani berpendapat bahkan mengkritik, meski tulisan saya juga masih banyak yang sampah. Hehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H