Pernahkah kita berpikir bahwa sebenarnya sosial media semacam FB, Twitter, g+, path, instagram, BBM, Whatsapp dan sebagainya memiliki perbedaan serta cara menyikapinya? Dan menjadi sebuah kesalahan jika menyamaratakan semua jenis sosmed tersebut. Misal menggunakan FB selayaknya sedang bermain di twitter atau sebaliknya.
Twitter dirancang terbuka dan sangat dinamis. Di twitter seseorang biasa mentwit puluhan kali dalam sehari karena tidak adanya fasilitas komentar. Ketika pengguna ingin mengomentari, maka harus melakukan reply atau twit baru. Twit ini menjadi seperti status di facebook. Dengan sistem seperti ini, maka tak heran kalau dalam beberapa menit saja tampilan di halaman depan twitter bergerak sangat cepat meski jumlah teman yang kita ikuti tak terlalu banyak.
Selain itu, kalau interaksi di twitter tidak banyak -dalam arti seseorang jarang membalas mention atau retwit- masih bisa menuliskan twit berkali kali. Hal ini terjadi karena di twitter jumlah sekali twit dibatasi 150 huruf (kalau ga salah). Berbeda dengan facebook yang saat ini untuk satu status tidak dibatasi jumlahnya. Seseorang bahkan bisa menulis satu artikel dalam sekali posting status.
Buruknya, banyak pengguna yang menggabungkan facebook dan twitter menjadi satu. Kondisinya menjadi seperti ini: saat kita mentwit, maka twit tersebut otomatis menjadi status di facebook. Jadilah status di facebook hanya sekian kata, dan sering pengguna facebook tidak mengerti si teman ini sedang membicarakan apa. Karena facebook tidak menampilkan history percakapan seperti di twitter.
Orang kategori ini mungkin karena mereka sudah nyaman di twitter, namun tetap ingin eksis di facebook. Jadilah mereka menggunakan fitur ini. Entahlah, yang jelas menurut saya ini menjadi seperti kita sedang mengendarai motor yang diletakkan di atas truk. Truk berjalan dan kita mengendarai motor diam di atasnya dalam kondisi mesin menyala.
Berbeda lagi dengan instagram. Sosmed yang diperuntukkan bagi mereka yang suka fotografi ini kelebihanya memang kualitas foto yang jauh lebih baik ketimbang facebook atau g+. Kita juga bisa menuliskan keterangan sepanjang mungkin di bawahnya. Meski begitu, yang tampak di profil kita hanyalah foto-foto, bukan keterangan foto.
Ini akan menjadi aneh ketika yang kita tampilkan di instagram adalah foto narsis diri sendiri di tempat yang itu-itu saja. Ada juga pengguna yang memperlakukanya seperti facebook, mereka menjadikan keterangan foto sebagai status. Sehingga yang terjadi adalah mereka terpaksa mencari atau mengupload foto hanya agar bisa menuliskan keterangan foto (yang mereka maksudkan sebagai status seperti di facebook)
Kita beralih ke sosmed chat seperti whatsapp, wechat dan BBM. Pada dasarnya semua apps ini dibuat untuk memudahkan kita beriteraksi memangkas jarak. Namun sering kali banyak teman-teman yang salah memperlakukan apps ini. Contohnya, mengajak kenalan di whatsapp atau line.
Di whatsapp tentu aneh rasanya kalau kita menerima broadcast dari teman. Karena meskipun broadcast adalah fitur yang bisa digunakan pada semua apps ini, tetap saja broadcast lebih cocok bagi pengguna BBM. Namun bedanya, karena untuk bisa beriteraksi di BBM seseorang harus lebih dulu meng-invite dan menerima maka broadcast dirasa adalah bagian dari kesepakatan saat dua orang memutuskan untuk bisa saling berkomunikasi. Sementara di whatsapp, kita hanya perlu menyimpan nomer HP seseorang dan otomatis terhubung tanpa perlu konfirmasi dari si pemilik nomer HP.
Wechat lain lagi. Apps ini memang kelebihanya adalah look around. Ini cocok bagi yang ingin cari-cari kenalan atau cari pacar dari orang yang berada di sekitarnya. Maka chat semacam "boleh kenalan?" dari stranger adalah sesuatu yang lumrah. Jadi kalau risih dengan orang asing dan tidak mau disapa, makatempatnya tidak di wechat.
Mungkin satu-satunya yang mirip kegunaanya adalah path dan facebook. Dua sosmed ini hanya beda di jumlah pertemanan, sementara semua fitur lainya nyaris sama. Path dirancang ekslusif, hanya untuk teman-teman yang memang dikenal offline. Batas pertemanan hanya 150 orang. Berbeda dengan facebook yang sampai 2000. Maka wajar bila banyak orang yang mengubungkan dua sosmed ini.
Untuk itu, sebelum kita memutuskan untuk memilih bergabung dengan suatu sosmed, ada baiknya diperhatikan dulu 'undang-undang' tak tertulis di dalamnya. Ini seperti perempuan-perempuan kota yang berpakaian super mini di ruang publik selayaknya sedang di dalam rumah. Boleh sih, tapi kan sebaiknya pakailah celana atau rok yang tak terlalu mudah tertiup angin yang akan membuat orang-orang di sekitar 'terganggu'.
Tentunya ada banyak lagi bagian atau bahasan yang tak saya tuliskan di sini karena akan sangat panjang. Jadi silahkan direnungi sendiri apakah kita sudah bersikap sebagai warga yang baik di sosmed yang kita miliki? #ThinkAgain
Tulisan ini dibuat setelah beberapa teman yang curhat dengan akun sosmednya terkait beberapa user yang bersikap suka-suka dia. Mungkin saya termasuk salah satu yang pernah menyamakan sosmed berbeda saat baru pindah atau masuk ke sosmed yang baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H