Saat Jokowi mengumumkan jajaran kabinet kerjanya, saat itu saya masih berada di Semeru. 3 hari 4 malam off sempurna dari koneksi interenet atau sekedar sms/call.
Saya masih ingat betul ketika baru menyalakan HP, ragam broadcast masuk yang rata-rata berisi kontroversi pemilihan mentri kelautan dan perikanan, yakni Bu Susi Pujiastuti. Mereka-mereka ini sadar betul dan bahagia sekali menemukan kenyataan bahwa Bu Susi tidak tamat SMA, bertato dan merokok. Saat membaca 'ocehan' teman-teman yang memang sering saya bantai habis saat pilpres, saya kebingungan mau menjawab. Badan masih remuk dan penat, sementara lidah dan perut begitu merindukan makanan yang dimasak serius -karena di gunung makan apa adanya. Ya sudah, supaya BBM tidak berbunyi lagi, saya tulis status "saya baru turun Semeru. Belum baca koran sejak 3 hari yang lalu" Dan rupanya status tersebut malah membuat teman-teman semakin tertawa merdeka.
Jujur saja, apa yang ada di pikiran anda ketika mendengar deskripsi Bu Susi seperti itu? Tidak tamat SMA, merokok dan bertato? Menjadi mentri karena sering meminjami Jokowi pesawat Susi Air untuk keperluan kampanye.
Perlahan tapi pasti akhirnya saya menemukan siapa sosok Susi ini. Meski tidak meladeni ocehan teman-teman, setelah 2 bukan bekerja kini semua bungkam dan tidak lagi mempersoalkan lulusan SMPnya Bu mentri. Soal rokok dan tato sudah saya tuliskan di postingan sebelumnya berjudul "Belajar Hidup dari Bu Susi". Namun rasanya tulisan tersebut kurang lengkap dan perlu saya turunkan artikel tambahan.
Menarik untuk dicari tahu, bagaimana seorang Susi kemudian memilih berhenti sekolah? Andai saya di posisi beliau, saya tidak bisa membayangkan bagaimana marah dan geramnya keluarga. Ini juga yang terjadi pada Bu Susi, satu tahun hidup satu atap dengan ayah ibunya, namun tidak saling berkomunikasi layaknya anak dan orang tua.
Bu Susi saat kelas 2 SMA memilih berhenti sekolah atas dasar kemauan sendiri. Bukan karena tidak ada biaya atau tidak mampu menjangkau pelajaran. Beliau lahir dari kalangan sangat mampu dan menjadi juara kelas sejak masih SD. Sampai di sini saya mulai mengerti, bahwa pilihan Bu Susi keluar dari SMA adalah karena beliau tidak menemukan sesuatu yang diinginkan.
"Apa yang anda inginkan waktu itu?" Tanya Pak Rhenald Kasali di wawancara rumah perubahan beberapa tahun yang lalu, sebelum Bu Susi dikenal khalayak dan menjadi mentri "menjadi owner bisnis penebangan, exportir hasil laut, itukah yang anda inginkan saat itu?"
"Oh nggak Pak Rhenald. Jujur saya juga kurang jelas dengan apa yang saya inginkan waktu itu. Tapi itu ada di luar lingkungan sekolah. Waktu itu sederhana saja, saya ingin mandiri. Caranya ya saya harus keluar dari sekolah" jawab Bu Susi.
Sampai di sini saya merasa bahwa Bu Susi di usia remajanya memang memiliki jalan pikiran yang sudah jauh di atas mayoritas teman seumuranya. Bacaan beliau adalah buku-buku 'berat' seperti filsafat mahabrata dan beberapa buku yang asing di telinga saya, bahkan beberapa diantaranya beliau baca saat masih SD. Anda bayangkan saja sendiri, saat SD saya masih membaca majalah Bobo atau buku-buku tipis dengan bahasa ringan, sepertinya anda juga begitu ya? Hehe
Satu hal lagi yang Bu Susi lakukan saat masih SMP dan SMA adalah menonton pewayangan semar. Pak Rhenald dibuat kaget saat mendengar jawaban tersebut. Awalnya beliau ditanya siapa tokoh favorit seorang Susi? Pak Rhenald kemudian membacakan beberapa tokoh dunia penerbangan yang sangat fenomenal "paling tidak, Habibie" begitu pungkasnya.
Bu Susi sempat kebingungan menjawab sebelum akhirnya menjawab Semar. Kenapa Semar? Semar ini adalah tokoh yang menjalani hidup dengan cara-cara sederhana, bijak dan lucu. Ada banyak hal yang sangat bisa menginspirasi kita untuk melalui permasalahan kehidupan yang sebenarnya bisa selesai dengan cara sederhana dan fun. Begitu kira-kira keterangan beliau.