Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Salam Buat Jokowi Haters

30 Januari 2015   02:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:07 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat pagi, siang dan malam. Tergantung kalian sedang membacanya kapan.

Setelah lama terdiam, kini kita saling menyapa lagi. Tentu saja karena ada dinamika politik yang membuat kita bersua kembali. Polri vs KPK. Namun saya tidak ingin menuliskan tentang kisah cicak buaya, ini benar-benar tentang kalian dan kami.

Arti Sebuah Dukungan

Bagi kami pilpres sudah usai, kini Presiden Indonesia adalah Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla. Terserah kalian mau mengakuinya atau tidak, itu masalah masing-masing kalian. Namun begini, jika kalian anggap saat ini sama seperti masa kampanye, kalian kembali bergairah mencela Jokowi, lagi-lagi itu masalah kalian.

Kami tidak terlalu peduli dengan celaan kalian, karena saat ini kita tidak sedang berkampanye. Seperti komitmen sebagai warga Negara Indonesia, sejak awal kami memang akan terus mendukung pemerintah siapapun yang terpilih pada saat pilpres. Syukur yang keluar sebagai pemenang adalah pilihan kami, Jokowi-JK.

Sekali lagi bagi kami pilpres sudah usai. Untuk itu ketika kami mengkritik pemerintah, bukan berarti kami menarik dukungan. Justru dengan kritik itulah kami mendukung pemerintah terpilih untuk membuat kebijakan yang menurut kami ideal. Jika kalian menganggap kami menarik dukungan, jujur saja kami tidak mengerti jalan pikiran yang seperti itu. Tapi seperti kata Pandji Pragiwaksono, untung saja yang menang adalah Jokowi-JK. Andai pilihan kalian yang menang, dan kalian berpikiran bahwa mengkritik berarti menarik dukungan, alangkah mirisnya negeri ini.

Kecewa terhadap beberapa kebijakan adalah hal yang normal. Namun menarik dukungan? Lalu ada istilah mantan Jokowi Lovers? Aih yang benar saja. Bagi saya dan banyak teman pendukung Jokowi, kami memberikan dukungan total. Tentu saja ketika ada kisruh politik seperti sekarang, kami tidak akan menarik dukungan hanya untuk mencaci pemerintahan. Kami akan mempertanggung jawabkanya hingga akhir pemerintahan, tidak akan cuci tangan dan lepas tanggung jawab dengan istilah gila “menarik dukungan”.

Menyesal Memilih Jokowi

Akhir-akhir ini kalimat pengakuan menyesal memilih Jokowi kian santer terdengar. Kami tak tau pasti apakah mereka yang menuliskan kalimat tersebut adalah pendukung Jokowi, atau malah barisan sakit hati yang pura-pura menjadi pendukung Jokowi? Entahlah. Namun siapapun kalian, kami ingin sampaikan bahwa kalimat “menyesal memilih Jokowi” adalah hal yang kekanak-kanakan dan menurut kami, kalian belum pantas untuk terlibat dalam proses demokrasi seperti pilkada dan pilpres.

Bagi manusia-manusia dewasa, penyesalan adalah konsekuensi logis yang sudah disadari sejak awal. Bahwa sebuah pilihan pasti tidak sesempurna imajinasi anak-anak SMA. Ketika mendapati kenyataan bahwa sesuatu yang kita pilih ternyata tidak berjalan lancar, menyesal bukanlah sebuah pilihan karena kita sadar hal tersebut tidak ada gunanya. Lagipula bukan level kami untuk menyesal seperti itu. Lagipula kalau kalian menyesal, lantas apakah jika lawan Jokowi-JK di pilpres lalu menang, secara otomatis kalian tidak akan menyesal? Memangnya pilihan kalian itu Tuhan?

Ah Percuma Bicara Sama Pendukung Jokowi

Saya sendiri sering mendapat jawaban seperti itu ketika saya ajak diskusi. Mungkin teman-teman juga sering mendapat kalimat serupa. Bagi kami, kalian yang mengatakan ini adalah sekelompok orang yang tidak mampu melawan opini dengan opini. Kalian hanya ingin menyalahkan dan negative campaign seperti saat pilpres lalu, bukan membahas esensi permasalahan. Padahal sekarang bukan masa kampanye lagi, tapi kenapa kalian masih seperti itu?

Kalau kalian bisa bilang “percuma bicara sama pendukung Jokowi” sebetulnya kami juga bisa bilang percuma bicara sama Jokowi haters. Namun saya dan mungkin banyak teman-teman pendukung Jokowi tidak tertarik untuk menggunakan hak tersebut sejak pilpres hingga sekarang. Kami lebih suka menantang logika, fokus pada pokok permasalahan, bukan terfokus pada siapa kalian? Pendukung Jokowi apa bukan?. Kami tetap mendengar dan mau berdiskusi, asal kalian jangan membicarakan fiksi politik, jelas saja itu di luar jangkauan logika kemanusiaan kami. Namun kalau kalian masih suka menggunakan kalimat “percuma bicara sama pendukung Jokowi” ini pun bukan masalah kami.

Beda Pendapat Tak Harus Musuhan

Bagi kami berteman ya berteman saja. Kalaupun beda pilihan atau pendapat politik, bukan berarti kita harus musuhan. Pernah ada bisik-bisik tetangga yang menyebutkan “kompasianer itu aneh, debat panjang lebar, pas kompasianival senyam-senyum”. Lah memangnya kalau beda pendapat tidak boleh berteman? Pantas saja pas pilpres lalu banyak yang unfriend dan main blokir. Rupanya kesimpulan saya kalian belum cukup syarat untuk terlibat dalam proses berdemokrasi benar-benar serius. Bagaimana jadinya jika semua yang beda pendapat adalah musuh? Tidak boleh saling sapa?

Kalian bisa beda pendapat dan kami akan hargai. Bukankah kita sudah sering beda pendapat untuk hal-hal yang lebih sakral? Yang hubunganya langsung dengan Tuhan. Berapa kali kita beda hari merayakan idul fitri? Toh kita tetap bisa saling sapa tanpa harus musuhan.

KPK vs Polri

Jika kalian melihat pendukung Jokowi saat ini seperti terpecah, bukan karena salah satu kelompok mereka menarik dukungan dan menyesal memilih Jokowi. Ini karena kami melihat pokok permasalahan, bukan seperti kalian yang tetap satu suara membenci Jokowi karena pilihan kalian kalah.

Bagi saya pribadi, kasus KPK vs Polri ini harus diproses sesuai hukum. Terlepas dari masalah etika dan persepsi publik. Jika Jenderal Polri bisa saja melanggar hukum, komisioner KPK juga bisa saja melanggar hukum. Namanya juga manusia. Jika KPK beranggapan bahwa penetapan tersangka Bambang Widjojanto bernuansa politis, Polri juga bisa beranggapan bahwa penetapan tersangka Budi Gunawan pun bernuansa politis. Mengapa baru sekarang Bambang Widjojanto diusut? Mengapa Budi Gunawan dijadikan tersangka setelah Presiden mengajukan namanya ke DPR? Tentu saja hal ini tidak akan selesai dibahas jika terfokus pada persepsi dan etika.

Saya mendukung Polri dan KPK menjalani proses hukum yang sudah dimulai. Saya tidak bisa menerima jika KPK mendapat imunisasi hukum, karena jika komisioner KPK tidak bersalah, tidak perlu ada rakyat kebal hukum di negeri ini. Selain itu agar permasalahan ini tidak terulang, baik KPK maupun Polri harus memiliki rencana upaya balik hukum. KPK jangan sampai membiarkan orang yang melaporkan anggotanya ke Polri dilepas begitu saja jika tidak terbukti. Sebelumnya KPK sudah pernah dilaporkan oleh PKS, namun KPK tidak bereaksi ketika PKS tidak bisa membuktikan tuduhanya. Kali ini KPK harus belajar emosi, setidaknya dari kasus KPK vs Polri ini KPK harus menanggapi serius setiap tuduhan yang dialamatkan pada anggotanya. Jika nanti pelapor kasus Bambang Widjojanto tidak bisa membuktikan, KPK harus serang balik. Jika Hasto Kristanto ternyata hanya membual, KPK juga harus menindak. Agar ke depan orang-orang yang mau main-main dengan KPK bisa berpikiri ribuan kali.

Buat Jokowi Haters

Di masa yang akan datang mungkin kita akan kembali bersua dengan topik yang berbeda. Bagi kami itu bagus dan wajar dalam sebuah pemerintahan terbuka. Itu sama kata Prof Habibie “Jika pesawat berguncang, justru bagus. Itu artinya pesawat tidak bocor”. Bagi saya sama seperti pemerintahan, jika terjadi beda pendapat justru bagus karena di situlah tanda proses demokrasi berfungsi. Kita justru harus curiga jika nanti tidak ada perdebatan, seperti DPR yang biasanya rusuh malah mengesahkan Budi Gunawan secara aklamasi. Jelas ada yang salah. Apalagi selama ini partai pemerintahan menjadi suara minoritas di DPR. Bukankah aneh kalau kemudian si minoritas ini berhasil mengajak partai oposisi untuk satu suara?

Buat kalian yang masih berniat untuk membenci Jokowi apapun kebijakanya, silahkan saja. Kalian bisa berteriak di mana presiden? turunkan Jokowi dan sebagainya. Kami mungkin tidak akan tertarik untuk menjawabnya, karena sekali lagi itu bukan cerminan manusia-manusia yang layak untuk terlibat dalam proses demokrasi di negeri ini. Kami akan dengan senang hati berdiskusi, jika nanti kalian sudah bisa beropini secara terukur, tidak lagi mempermasalahkan kami pendukung Jokowi dan kalian pendukung capres yang kalah, tidak hanya bisa mencaci seperti mahasiswa semester satu yang turun ke jalan membakar ban.

Bagaimanapun Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia, kami akan mengapresiasi kebijakan yang baik dan mengkritisi langkah yang buruk. Itulah cara kami mendukung Jokowi-JK secara total, sejak pilpres sampai akhir jabatan.

Tertanda

Pendukung Jokowi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun