Mohon tunggu...
Alan Agustian
Alan Agustian Mohon Tunggu... wiraswasta -

Alumni UI\r\n\r\nmemuji apa yang benar, mengkritisi apa yang salah.\r\n\r\nfollow me on\r\nhttp://laminincomm.blogspot.com/\r\nhttp://devotionofgod.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beasiswa Kok Salah Target

21 Oktober 2015   14:29 Diperbarui: 21 Oktober 2015   14:42 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beasiswa selalu menjadi harapan dari seluruh masyarakat untuk meneruskan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, khususnya untuk kalangan orang-orang kurang mampu.

masih menjadi misteri apa dan bagaimana proses seleksi penerimaan beasiswa yang ada di Indonesia dilakukan. Apa dasar pertimbangan yang menjadi pedang pemisah antara yang menerima dan yang ditolak.

Lupakan pemberi beasiswa pihak swasta yang tentunya penuh dengan pertimbangan dan umumnya tak dapat disangkal di dalamnya banyak kepentingan yang memang menunjang perusahaan tersebut untuk terus maju melalui dana CSR yang dihibahkan dengan beasiswa besar-besaran. Namun bagaimana dengan beasiswa pemerintah negara? apakah masih terdengar kasus-kasus salah target.

Saya menghargai pemerintah dalam kepeduliannya akan mengelola dana pendidikan melalui program LPDP yang sudah cukup baik saat ini dengan proses seleksi yang tidak ringan, namun coba di jawab dahulu butir pertanyaan ini:

1. Beasiswa diperuntukkan untuk siapa?

2. Apa ada saringan yang berbeda antar satu daerah dengan daerah lainnya di Indonesia?

3. Apa sepenting itukah pengantar bahasa Inggris sebagai tolak ukur penerima beasiswa hingga nilai toefl yang aduhai tingginya?

4. Mana yang lebih baik, calon penerima beasiswa mendaftarkan diri atau diundang langsung?

 

Saran-saran selalu baik untuk membenahi pengelolaan beasiswa di negara ini.

Suatu hari kebetulan saja saya mendengar diskusi dari meja sebelah saya di salah satu kedai kopi termahal di Indonesia yang segelas kopinya mencapai 60ribu rupiah. Seorang bapak-bapak (terlihat sangat berada) membicarakan untuk mengikut sertakan anaknya melalui program LPDP dan dan rekan bicaranya bahkan anaknya sudah diterbangkan ke Australia melalui program LPDP.

mengapa di pikiran saya tersimpulkan mereka bukan target penerima beasiswa sesungguhnya. Mereka terlahir dari sekolah unggulan dengan bahasa inggris mengesankan, TOEFL 600 bukan masalah. Biaya test TOEFL 2jt rupiah bukan masalah besar. Tingkat pendidikan juga cukup tinggi karena sekolah unggulan memiliki guru-guru berkualitas dan tersertifikasi. Mirisnya lagi orang tua mereka 'berduit'. Mengapa mereka layak mendapatkannya?

Seorang anak muda sederhana, punya kesulitan mengetahui informasi beasiswa LPDP. Tinggalnya di daerah cukup jauh dari ibukota, putera cerdas dari daerah yang nilai kuliahnya amat mengesankan. Bahasa Inggris yang minim membatasi dia untuk berani melangkah meskipun selalu ingin berusaha. Sayangnya sulit memperoleh beasiswa dan harus di tolak di beasiswa LPDP. Sesungguhnya mereka memerlukan lebih dari kisah diatasnya.

meski pernyataan saya masih bersifat pendapat namun saya merasa ada hal yang perlu dibenahi bersama dari pengelolaan dana pendidikan di negeri ini. Setidaknya mencoba memberi ruang untuk mereka tanpa berharap usaha berlebihan dari orang daerah namun menjemput mereka meraih kesuksesan mereka dengan merenggangkan saringan demi alasan hati nurani.

 

Salam

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun