Paksaan patriarki juga mempercayakan pada kekerasan seksual yang istimewa dalam karakter kedirian perempuan dan menyadari secara penuh dalam aksi seksisme. Hal tersebut dikarenakan kaum laki-laki mengangap kaum perempuan sebagai kaum yang subordinat, juga karena kekuatan fisik mereka yang lebih kuat. identitas seksualitas dibangun bukan hanya secara fisik saja, namun juga secara kultural dan berkaitan dengan konstruksi gender. Permasalahan yang kemudian dikemukakan oleh para feminis ialah mengenai adanya ketimpangan dalam konstruksi gender secara kultural, yang mana seperti yang Millett (2000) nyatakan, peranan wanita dalam hal seksualitas mendukung sifat pria, yang berdasarkan kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka junjung, cenderung bersifat mendominasi. Peranan seksualitas wanita tersebut lebih lanjut dinyakatan oleh Millet mencakup memberikan pelayanan rumah tangga, yang termasuk di dalamnya memberikan pelayanan seksual, dan merawat anak.
sedangkan hal-hal seperti pencapaian, minat, dan ambisi manusia diperuntukan untuk pria. Ketimpangan peran wanita ini kemudian dilihat oleh Millett sebagai konstruksi kultural yang membatasi peran wanita hanya sebatas fungsi mereka secara biologis sebagaimana fungsi biologis hewan betina (yaitu melahirkan dan merawat anak mereka), bukan sebagai manusia yang juga dapat memiliki pencapaian, mengerjakan minat, dan mengejar ambisi seperti laki-laki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H