Sapi dalam konsep mental mayoritas peternak kecil lebih berfungsi sebagai pengaman sosial (social security). Mereka menjual ketika memerlukan uang, bukan untuk memasok pasar dan meraih keuntungan. Ini menyebabkan sistem pengawasan dan pendataan stok tak kunjung akurat. Petani tak merasa penting untuk mencatatkan perkembangan jumlah stok ternak mereka secara voluntary.
Sebaliknya, Australia telah mengandalkan model peternakan dengan area luas, terkonsentrasi dan tak memiliki tenaga kerja yang banyak. Peternak tergabung dalam asosiasi yang aktif memperjuangkan kepentingan mereka kepada pembuat kebijakan, memberikan pengetahuan, mendorong pemanfaatan teknologi, dan memantau perkembangan stok sehingga sistem pendataan lebih murah dan akurat.
Bagi mereka beternak adalah kegiatan usaha untuk memasok kebutuhan pasar dan meraih keuntungan. Ternak bukan alat pengaman sosial, tetapi barang modal yang mengabdi pada hukum pasar. Hal ini menyebabkan peternak di Australia lebih kompatibel untuk berintegrasi dengan pasar daging di Indonesia, ketimbang peternak lokal mayoritas.
Harmonisasi Dua Pasar
Stabilisasi harga oleh Bulog dan distribusi quota impor hanyalah strategi insidentil. Indonesia perlu mendorong tumbuhnya peternakan berskala menengah dan besar. Selain menjaga stabilitas harga, upaya ini harus diikuti dengan memangkas berbagai kendala yang akan dihadapi oleh investor ketika mereka ingin menanamkan modal. Baik untuk membangun peternakan sapi potong maupun pembibitan.
Satu hal penting yang bisa fatal jika tak dipersiapkan adalah menjaga harmonisasi antara pasar peternak komersial dengan peternak kecil yang memiliki konsep nilai berbeda. Hal ini agar tidak terjadi guncangan harga di peternak kecil apabila perternakan skala besar mulai mengisi pasar nasional. Ternak bagi petani kecil berfungsi sebagai pengaman sosial. Kerusakan sistem pengaman ini akan meningkatkan kerentanan mayoritas petani.
Mimpi kaum populis untuk mentransformasi peternak kecil kedalam pasar komersial dalam tempo singkat perlu dihindari. Hal ini karena Indonesia telah ‘sangat tidak terbiasa’ membangun organisasi sosial-ekonomi yang mengakar pada basis ekonomi rakyat. Rezim pengusung kedaulatan pangan di Indonesia harus mampu mengelola dua pasar pangan yang memiliki konsep nilai bertolak belakang agar tidak saling meniadakan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H