Dukungan Dodi menjadi anggota DPR RI memang cukup signifikan, tetapi untuk kepala daerah, masyarakat belum membutuhkan Dodi. Lemahnya dukungan itu bisa dilihat ketika Dodi maju pada periode 2011 lalu yang mana hampir kalah telak melawan Pahri  Azhari.
Kondisi Muba yang terbelah masih berlangsung sampai sekarang. Karena ketakutan kalah seperti periode lalu, maka ayahnya sebagai motor "membeli" partai sehingga "hampir" Dodi pada Pilkada 2017 lalu hampir melawan kotak kosong. Itu pun tingkat partisipasi masyarakat rendah, dan perlawanan calon independen cukup signifikan. Â
4. Program Dodi di Muba Belum Terbukti
Pembangunan di Muba masih sebatas wacana, perjanjian tertulis, dan konsep di dalam kerta kerja. Pembangunan sampai sekarang belum menyentuh dan menyeluruh. Apalagi, Muba masuk dalam wilayah yang miskin di Sumsel. Walaupun ada penghargaan, semua terkesan dipaksakan, Masyarakat masih diberikan janji-janji, sehingga sampai sekarang seolah masyarakat masih "dijanjikan dan didekati" oleh Dodi agar percaya dan mendukungnya untuk maju sebagai Calon Gubernur Sumsel.
5. Majunya Dodi, Terkesan Politik Dinasti
Politik dinasti sudah mulai dibenci oleh masyarakat. Selain, survei yang masih rendah menyebabkan Dodi masih sulit untuk melakukan pergerakan secara leluasa. Permintaan dari "politik dinasti" menyebabkan Dodi berada dalam dilema. Padahal Calon Wakil Gubernur dari Golkar ada yang tampil misalnya Mawardi Yahya yang memiliki peluang cukup signifikan untuk dimajukan dari Partai Golkar. Mawardi Yahya memiliki pengalaman sebagai kepala daerah dan survei mereka tidak jauh berbeda dengan Dodi. Bedanya, Dodi membawa nama orang tuanya, dan mereka belum sosialisasi lebih luas.
Berdasarkan lima alasan itu, menurut Amin untuk sementara perjalanan Dodi menjadi Gubernur menemui kesulitan dan berliku, karena ia tidak dapat dijadikan teladan dalam komitmen oleh masyarakat Muba. Walaupun, jika dipaksakan oleh Alex Noerdin tentu kalkulasi politik akan mengalami perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H