Mohon tunggu...
Alamsyah Nur
Alamsyah Nur Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ketika Alex Noerdin Terjangkit Virus "Post Power Syndrom"

25 Februari 2018   16:09 Diperbarui: 25 Februari 2018   16:42 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menjelang Pilkada Sumatra Selatan 2018, untuk kesekian kalinya Gubernur Alex Noerdin melabrak tokoh-tokoh penting di Sumsel. Baru-baru ini Alex Noerdin melabrak Anna Zamzami Ahmad, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Sumsel. Bahkan akibat labarkan tersebut, Anna Zamzami sempat dilarikan ke RS Siloam akibat menderita shock berat.

Sebelumnya, pada 12 Februari 2018 lalu, Alex Noerdin juga melabrak Calon Gubernur Herman Deru saat keduanya berada dalam satu pesawat tujuan Jakarta-Palembang. Tanpa ada rasa malu, saat itu Alex Noerdin membentak HD dengan mengatakan, ngapo kau ngatoi anak aku (kenapa kamu menghujat anak saya/Dodi Reza)?

Alasan Alex Noerdin melabrak HD karena dinilai telah menyindir anak sulungnya Dodi Reza Alex Noerdin yang juga Calon Gubernur Sumsel 2018. Alex Noerdin tak terima dengan sindiran HD yang menyinggung berbagai penghargaan yang diterima Dodi tidak serta merta karena Dodi berprestasi. Tapi penghargaan itu diberikan oleh Alex Noerdin sendiri selaku Gubernur Sumsel agar warga Sumsel mengaguminya.

Alasan HD menyindir demikian, karena Dodi baru 8 bulan menjabat sebagai Bupati Musi Banyuasin. Jadi kalau sudah meraih berbagai penghargaan patut dipertanyakan, karena pada kenyataannya tidak banyak yang dilakukan oleh Dodi. Justru baru beberapa bulan dilantik, Dodi sudah sibuk mempersiapkan diri sebagai Cagub Sumsel.

Selain itu, alasan Alex Noerdin melabrak HD karena jelang Pilkada Sumsel ini, HD kerap mengkritik berbagai kekurangan sang gubernur. Padahal di alam demokrasi, tidak ada larangan bagi pemerintah untuk dikritik. Apalagi kalau kita melihat kritik-kritik yang dilancarkan HD kepada Alex Noerdin semuanya berbasiskan data. Di mana-mana sebagai calon penantang sangat wajar mengkritik pemerintahan sebelumnya, selagi berdasarkan data.

Gejala Post-power syndrome (PPS)

Seorang pejabat yang mudah tersinggung, mudah marah hingga meluap-luap, dalam ilmu psikologi ia kemungkinan besar terkena Gejala Post-power syndrome.  PPS adalah gejala yang terjadi dimana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya - kekuasaan, jabatan, ketenaran, atau hal yang lain dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.

Merujuk kepada definisi di atas, jelaslah bahwa Alex Noerdin sedang mengidap gejala tersebut. Sebagai gubernur yang pernah menjabat selama 2 periode, tentu sangat sulit untuk merelakan begitu saja kekuasaanya ke orang lain. Untuk itu ia tidak akan terima kalau anaknya Dodi Reza Alex Noerdin yang dikini diproyeksikan sebagai penggantinya dikritik.

Padahal seperti pepatah katakan, setiap zaman punya penguasa dan setiap penguasa punya zamannya. Dalam konteks ini, Alex Noerdin tidak memahami pepatah itu.  Dalam bayangannya seakan-akan kekuasaannya akan selalu tegak berdiri, sehingga akan melakukan segala cara untuk mempertahankannya. Termasuk menghardik setiap orang yang mengkritiknya, sekalipun kritik itu benar apa adanya.

Pertanyaanya kenapa Alex Noerdin bisa terkena PPS? Jawabannya karena Alex Noerdin tidak siap jika kekuasaannya, dalam hal ini posisi Gubernur untuk anaknya diambil oleh orang lain. Padahal seperti karir yang lain, tidak selamanya orang ada dipuncak. Adakalanya di bawah ada kalanya di atas. Entak karena faktor kemampuan ataupun umur-kalau PNS pasti pensiun.

Itulah mengapa sebagai manusia yang bakal tua, kita kerap disarankan untuk mempersiapkan tabungan atau saving untuk masa pensiun, sehingga tidak menderita ketika segala macam fasilitas yang pernah kita nikmati dipreteli semua. Jika hal ini tidak dipersiapkan, jangan heran kalau banyak orang yang gila ketika kehilangan karirnya.

Mengapa bisa gila? Perlu dipahami di sini bahwa jabatan itu sejatinya adalah kekuasaan. Juga kenikmatan, seperti fasilitas kantor misalnya, mobil, sopir, tunjangan bensin, tunjangan cuti, tunjangan rumah, dan tunjangan-tunjangan lainnya. Singkat kata, jabatan bisa diartikan sebagai kekuasaan dan uang. Nah, jika Anda tidak siap kehilangan ini semua, maka Anda akan menjadi gila!

Nah, kemarahan yang kerap ditampilkan Alex Noerdin belakangan ini, dipastikan karena ia tidak siap jika kekuasaannya di Sumsel hilang.  Hal ini tentu sangat menghawatirkan, jika di satu sisi seseorang sudah terlalu menikmati kekuasaan, di sisi lain tidak memahami apa arti perubahan zaman yang mengharuskan adanya pergantian kepemimpinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun