Mohon tunggu...
Alamsyah Nur
Alamsyah Nur Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilgub Sumsel: Antara Pendukung "Status Quo Vs Kubu Perubahan"

28 November 2017   11:37 Diperbarui: 28 November 2017   11:52 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Gemerlap Pemilihan Gubernur Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah 2018, sudah tak diragukan lagi kalau cukup menyita perhatian publik. Tapi jika harus menyebut satu daerah lain yang tak kalah panas adalah Pilgub Sumatra Selatan.

Bukan tanpa alasan mengapa Pilgub Sumsel kali ini berlangsung panas. Penyebabnya, pertama karena penuh kontroversi. Kedua, isu dinasti politik kembali menguat.

Untuk yang pertama, menuai kontroversi karena salah satu kandidat yang bakal bersaing, yakni Dodi Reza Alex baru beberapa bulan dilantik menjadi Bupati Musi Banyuasin. Tepatnya tanggal 22 Mei 2017.

Menurut banyak kalangan, langkah Dodi ikut kontestasi di Pilgub Sumsel 2018 telah menghianati janji politiknya terhadap masyarakat Muba. Karena belum melakukan apapun, sudah mengejar kedudukan yang lebih tinggi.

Bahkan, baru-baru ini pengamat politik LIPI Siti Zuhro menyebut, siapapun yang sudah dilantik menjadi kepala daerah harus menyelesaikan tugasnya. Kalau tidak, berarti dia melanggar etika dalam berpolitik.

Yang kedua, munculnya isu dinasti politik di Pilkada Sumsel karena Dodi merupakan anak dari Gubernur Petahana Alex Noerdin. Karena itu, wajar jika banyak yang menyebut kalau Dodi tega menghianati masyarakat Muba, tak lepas dari keingginan Alex Noerdin untuk membangun dinasti politik di Bumi Sriwijaya tersebut.

Dengan munculnya isu dinasti politik tersebut, maka kini Pilkada Sumsel dihadapkan pada dua pilihan. Antara pendukung status quo dan kubu perubahan. Pendukung status quo jelas diwakili oleh Dodi sebagai anak Gubernur Petahana. Dan kubu perubahan diwakili oleh Herman Deru-Mawardi Yahya.

Memang ada nama Ishak Mekki, tapi karena saat ini dia menjadi Wagub Alex Noerdin, jadi sulit untuk memasukkan apakah dia berada diantara kubu status quo atau perubahan. Yang paling mungkin dia berada diantara keduanya.

Karena itu, dalam tulisan ini saya hanya akan menunjukkan apa-apa saja yang disampaikan oleh pendukung status quo dan kubu perubahan. Berdasarkan penggamatan penulis di media sosial, program kedua kubu tersebut sangat jelas berbeda kontennya.

Pertama, dari kubu pendukung status quo. Menurut Husnul Chotimah dari Kelompok Diskusi Demokrasi Digital Sumatera Selatan, berdasarkan hasil diskusinya yang bertema "Mengkaji Konten Kampanye Pilkada Sumsel 2018" di Palembang, Minggu (26/11), Khusnul menyampaikan bahwa kubu status quo ingin mempertahankan dan meneruskan keadaan sekarang.

Kubu yang diwakili oleh Dodi ini menurut Khusnul sibuk menerangkan prestasi yang diraih pemerintahan Alex Noerdin selama satu dasawarsa terakhir. Mereka mengklaim bahwa Sumsel gemilang, pelopor banyak progam, terkenal ke seluruh dunia dan rakyatnya sejahtera. Karena itu dalam slogannya, kubu ini selalu mengatakan meneruskan, melanjutkan dan menuliskan kata gemilang dalam isi kampanyenya.

Dodi boleh saja membanggakan segala prestasi ayahanya. Tapi harus diakui dia tersandra dengan statusnya sebagai anak. Akhirnya, ia pun tak berani jujur untuk mengunggap berbagai kekurangan pemerintahan ayahnya. Seperti masih banyaknya jalan yang rusak hinggi indeks pembangunan manusia yang masih rendah.
Sedangkan kubu perubahan, yang diwakili pasangan Herman Deru - Mawardi Yahya menurut Khusnul lebih banyak  mengkritisi soal ketimpangan, kemiskinan, prestasi olah raga, indeks kemudahan investasi dan persoalan-persoalan lain berbasis data resmi yang tak bisa dibantah.

Secara halus mereka mengatakan, untuk apa membangun fasilitas yang menghabiskan dana banyak tetapi kemiskinan tinggi, ketimpangan lebar dan prestasi juga tidak bagus. Bahkan dalam salah satu kritiknya, Cawagub Mawardi Yahya berujar untuk apa punya stadium mewah tetapi prestasi olahraganya jelek.

Sementara itu, Agusta Buana dari FPP Sumsel menjelaskan bahwa masih banyak pendukung para kandidat yang tidak begitu paham apa itu Indeks Pembangunan Manusia, apa itu indeks kemudahan investasi dan seterusnya. Padahal kalau diskusi dimulai dari data, semua akan terbelalak, apa iya Sumsel sudah hebat, sudah gemilang, sudah maju.

Menurut Agusta, kubu perubahan wajar mengkritik pemerintahan Alex Noerdin karena memang berdasarkan data  harus diakui pemerintahan Sumsel masih buruk. Agusta memuji kubu perubahan karena tak hanya mengkritik tapi juga memberikan solusi. Yang Agusta kecewakan, meski dikritik tapi pendukung kubu status quo  seolah acuh tak acuh dengan data itu dan cenderung menghindari perdebatan. Padahal menurut Agusta memperdebatkan program sangat penting dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun