Di tengah kesibukan memikirkan kelanjutan penelitian, kerja paruh waktu, dan juga masalah-masalah lainnya selama masa studi di Honolulu, salah satu kegiatan yang dapat menjadi obat penawar kejenuhan adalah hiking.Â
Ada banyak sekali tempat hiking yang bisa dinikmati. Salah satunya yang tidak perlu jauh-jauh adalah bukit di dekat asrama Hale Manoa. Medan di bukit ini tidak berat, namun dibutuhkan kesabaran untuk bisa turun kembali dan berjalan kembali ke asrama. Walau tidak berat, dari saat pendakian sampai kembali ke asrama lagi setidaknya dibutuhkan kurang lebih tiga jam.Â
Saya bukan hiker profesional dan senangnya ya ikutan ramai-ramai saja. Kalau ada yang mengajak dan yang mengajak asik jadi teman berpetulang, maka saya tidak akan menolak. Saya juga bukan termasuk pribadi yang pandai menjadi komandan.Â
Untuk kegiatan-kegiatan di luar asrama, saya lebih banyak bersifat menunggu ajakan. Meskipun tidak terhitung banyak, setidaknya kegiatan hiking di bukit dekat asrama memberikan pengalaman perjalanan yang bisa jadi cerita.Â
Poin terpenting dari perjalanan ini tentu saja teman yang asik. Ini menjadi prioritas karena teman yang asik akan membuat suasana selama melakukan kegiatan bersama terasa cair dan sama-sama senang. Sama-sama senang bisa mengusir kejenuhan akibat aktivitas akademik yang intensif tentunya. Sambil melakukan perjalanan tentu saja diselingi foto-foto dan percakapan yang menyegarkan pikiran.Â
Pemadangan dari atas bukit di dekat asrama ini sangat unik. Pemukiman di area dekat kampus, asrama mahasiswa, dan Gunung Diamond Head terlihat dengan jelas. Warna panorama ini juga akan berubah dari waktu ke waktu dan dari satu bulan ke bulan yang lainnya.Â
Walaupun pemandangan ini juga bisa terlihat juga dari kamar asrama dan dapur, tetapi melihatnya dari sisi lain memberikan suasana berbeda pada hati yang mungkin sedang risau memikikan kelanjutan tulisan. Tidak jarang ini menjadi penawar untuk melancarkan kembali pikiran yang sudah beku untuk bisa menulis.Â
Pemandangan ini juga sekaligus mengingatkan diri saya tentang betapa kecilnya arti diri sebagai manusia dibandingkan dengan alam semesta dan isinya yang begitu besar. Hangat atau kadang panasnya mentari dipadukan dengan angin yang berhembus mengingatkan pula bahwa tidak akan ada hasil yang bisa diperoleh tanpa kerja keras dan cucuran keringat.Â
Proses memulai pendakian sampai dengan kembali ke tempat di mulai juga mengingatkan saya akan pesan yang disampaikan oleh para penduduk lokal mengenai perlunya mengingat asal-usul diri saya. Di mana ada perjalanan, di situlah ada saatnya memulai. Pada akhirnya, setelah perjalanan maka di situ ada tempat asal untuk kembali.Â
Kenangan akan Hale Manoa dan bukit di dekatnya, saya tempatkan sebagai saat untuk kembali memulai perjalanan cerita saya kali ini. Cerita yang sudah seharusnya saya mulai bertahun-tahun yang lalu tetapi seketika menjadi beku dan terabaikan.Â
Inilah yang menjadi tempat di mana saya memulai perjalanan fisik di luar tanah air. Semoga cerita-cerita tersebut akan lancar saya tuangkan dengan melakukan perjalanan waktu kembali ke satu dasawarsa yang lalu melalui foto-foto yang tersimpan di dalam laptop.Â
Â
Foto dan teknologi pendukungnya merupakan salah satu sumber data dan sekaligus pengingat kenangan-kenangan indah yang paling efektif dari masa ke masa. M
eski kita dihadapkan pada kesulitan untuk melakukan perjalanan saat ini, foto-foto ini dapat membantu kita melakukan "perjalanan spiritual" untuk mengenang kembali masa-masa lalu. Dengan demikian, bagi saya ada sebuah peluang untuk melakukan perjalanan waktu ke masa lalu melalui kenangan yang terabadikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H