Istilah revolusi industri 4.0 saat sekarang sedang booming di Indonesia. Sedang booming karena bisa ditemukan di mana saja. Istilah ini telah menjadi komoditas. Komoditas yang sangat laku untuk dijual. Komoditas yang sangat menjanjikan. Komoditas yang terkesan keren dan canggih. Komoditas ini keren karena menyangkut perkembangan mutakhir. Komoditas ini canggih karena menyajikan sesuatu yang terkesan luar biasa. Bagi saya, istilah ini justru sangat membosankan. Mendengar dan membaca istilah ini digunakan terus menerus membuat saya merasa seperti kebanyakan makan. Ketika disodori lagi dengan call for proposal yang berisi tema-tema tersebut, saya sama sekali tidak tertarik lagi untuk melihatnya.
Saya mencoba meneropong istilah revolusi industri 4.0 dengan menggunakan Product Life Cycle Theory. Teori ini dikemukan oleh Raymond Vernon pada tahun 1950an yang menyatakan suatu komoditas memiliki empat tahapan perkembangan, yakni tahap pengenalan, tahap pertumbuhan, tahap kematangan, dan tahap penurunan. Saya yakin semua entitas bisnis, termasuk penyelenggara kegiatan seminar dan pertemuan ilmiah tahu menjalankan strategi pemasaran. Istilah revolusi industri 4.0 saat sekarang masih terus digaungkan di Indonesia karena memang sedang beralih dari tahap pertumbuhan ke tahap kematangan.
Tahap pertumbuhan merupakan kesempatan yang sangat potensial untuk memacu penjualan dan dan mendatangkan keuntungan. Inilah saatnya istilah ini akan sangat mudah menarik lebih banyak konsumen. Makanya tidak heran jika komoditas ini dijual dengan sangat gencar dalam bentuk berbagai bentuk pertemuan ilmiah. Harganya juga beragam mulai dari puluhan ribu sampai jutaan rupiah.
Dalam waktu tidak lama, saya prediksi kurang dari 2 tahun lagi, istilah ini sudah akan masuk ke tahap kematangan. Di beberapa kota besar Indonesia, istilah ini sudah berada pada tahap kematangan. Pada tahap kematangan, pengemasan istilah revolusi industri 4.0 sebagai komoditas yang akan dijual sudah harus lebih cerdik. Istilah ini tidak lagi diletakkan sebagai tema utama, melainkan beralih menjadi salah satu sub-topik. Â
Sebagai komoditas tentu saja istilah revolusi industri 4.0 akan masuk pula pada tahap penurunan. Kejenuhan saya alami ketika mendengar dan membaca istilah ini karena bagi saya muatan dalam paket pertemuan ilmiah tersebut sudah tidak lagi aktual bagi saya. Jika saya kembali mengumpamakan istilah tersebut sebagai makanan, maka saya sudah terlalu sering makan makanan tersebut. Istilah tersebut sudah terlalu sering saya dengar dan tidak ada sesuatu yang baru (fresh) dalam sajian informasi mengenai istilah tersebut.
Istilah revolusi industri 4.0 itu sendiri mencakup begitu banyak elemen yang saya rasa lebih penting untuk dieksplorasi secara mendalam. Eksplorasi tersebut tentunya perlu dilakukan pada bidang masing-masing. Saya melihat ada beberapa ide segar yang dapat digunakan sebagai komoditas baru (istilah untuk tema konferensi/seminar) yang dapat menggantikan istilah revolusi industri 4.0.
Merujuk pada Tech Trend 2019, saya memilih tiga istilah baru yang merupakan kelanjutan atau bagian dari revolusi industri 4.0. Istilah-istilah ini terkesan lebih segar untuk dieksplorasi. Pertama, kesenjangan digital (digital divide). Istilah ini penting untuk dibahas karena selama ini kita terlalu melihat pada kemutakhiran dan lupa memikirkan solusi bagi kesenjangan digital yang terjadi dalam masyarakat kita.
Kedua, pengalaman digital (digital experiences). Ada banyak keunikan yang dialami oleh setiap individu ketiak berinteraksi atau menggunakan teknologi digital. Keunikan dan pengalaman ini perlu dieksplorasi dan dijadikan sebagai pengetahuan untuk pengembangan berkelanjutan desain dan pengembangan teknologi baru.
Ketiga, konektivitas di masa depan (connectivity of tomorrow). Dengan disrupsi yang terjadi secara terus menerus dan inovasi baru maka konektivitas di masa depan juga akan mengalami transformasi. Penyajian informasi dari hasil penelitian terbaru mengenai konektivitas ini akan lebih penting daripada sekedar terus menerus bergelut dengan revolusi industri 4.0 itu sendiri.
Revolusi industri 4.0 sudah bergulir dan sudah kita jalani. Kesenjangan digital menyebabkan masih ada yang belum bisa menikmati dengan baik proses revolusi ini. Kecepatan adaptasi terhadap perkembangan dan kemutakhiran menyebabkan kita memiliki pengalaman berbeda dalam menggunakan teknologi. Sementara itu sebagai pengguna teknologi, kebiasaan-kebiasaan interaksi sosial kita juga akan turut mendorong perubahan dalam sistem konektivitas di masa depan. Â