Mohon tunggu...
Alam Semesta
Alam Semesta Mohon Tunggu... Desainer - Instructional Designer

Pengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia di Zhejiang Yuexiu University of Foreign Languages, China. Gemar membaca, menulis, dan makan-makan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Festival (Mendayung) Kapal Naga

7 Juni 2019   20:54 Diperbarui: 7 Juni 2019   20:59 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini adalah perayaan Peh Cun atau yang juga dikenal sebagai Festival (Mendayung) Kapal Naga (Dragon Boat Festival). Perayaan ini ditandai dengan lomba dayung kapal naga dan juga membuat dan memakan bakcang. Di beberapa daerah di Daratan Tiongkok, keramaian ini masih sangat terasa. Sementara suasana kampus hanya terasa sepi karena memang kuliah diliburkan.


Pagi-pagi sekali, saya sudah mendapat pesan singkat dari paman saya yang tinggal di Jieyang, Propinsi Guandong. Dia bertanya apakah saya sempat datang berkunjung ketika libur musim panas tiba. Selain itu, paman saya juga mengirimkan tiga video singkat keramaian di Jieyang. Terlihat dalam video tersebut sedang ada perlombaan mendayung perahu naga. Suasana dan keramaiannya terasa begitu menyenangkan, walaupun saat sekarang ini cuaca di luar sudah sangat panas.


Di IG keponakan saya juga terlihat postingan ibu saya dan keponakan sedang membuat dan makan bakcang. Saya jadi kangen sekali dengan bakcang buatan ibu. Bakcang buatan ibu merupakan tradisi yang dipelajari dari nenek yang berasal dari Jieyang. Bakcang tersebut tidak banyak berasnya, tetapi lebih banyak isinya. Isinya terutama adalah kacang, jamur, dan daging.

Bakcang buatan Ibu
Bakcang buatan Ibu


Bakcang tersebut sangat berbeda dengan yang ada di Shaoxing, tempat tinggal saya sekarang. Cara membuat dan rasa bakcang di tempat saya sekarang jauh berbeda dengan buatan rumah. Di sini, bakcangnya lebih banyak berasnya. Isinya juga beraneka ragam. Ada yang hanya diisi dengan kuning telur bebek, daging, kacang merah, kacang hijau, dan biji teratai. Cara memakannya juga sangat berbeda. Bakcang yang berasa asin biasanya dimakan dengan telur asin. Ini tentu saja sangat berbeda dengan tradisi saya di rumah yang justru memakannya dengan saus sambal dan kecap manis.


Beberapa hari yang lalu, pihak kampus sudah memberikan paket bakcang kepada saya. Paket itu terdiri atas 8 buah bakcang dan 12 butir telur asin. Hari ini, mahasiswa saya yang sudah lulus dan sudah bekerja datang berkunjung. Ia juga membawakan saya satu paket bakcang berisi 12 buah dan 24 butir telur asing. Tentu saja tidak mungkin menolak. Tapi yang sekarang menjadi beban pikiran saya adalah, apa yang harus saya lakukan dengan telur asin sebanyak itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun