Diungkapkan oleh Batari, proses pembuatan film-film ini tidak mudah. Â Sebagaimana layaknya mahasiswa pada umumnya, kadang-kadang mereka juga dilanda kemalasan dan menyatakan ingin berhenti membuat film tersebut. "Saya berterima kasih sekali kepada (tiga guru lain di jurusan BIPA) yang memberikan ruang berekspresi serta mendukung saya dan anak-anak," ungkap Batari.
Tantangan paling berat yang dihadapi ketika membuat film-film tersebut adalah saat pengambilan adegan. Film-film ini berlatar budaya Indonesia dan mahasiswa harus menggunakan kebaya. Waktu pengambilan adengan, di Shaoxing sedang musim dingin dan suhunya nol Celcius atau di bawah itu. Mahasiswa rela kedinginan untuk pengambilan adegan di luar ruangan supaya filmnya bagus.
"Output dari kegiatan ini adalah keberhasilan penayangan dari film-film yang kami produksi. Selain itu, saya juga merasa memiliki kedekatan emosional yang lebih mendalam dengan anak-anak," tutur Batari. Lebih lanjut ia juga menyatakan, "(Festival ini) membuat mahasiswa 2017 dan adik-adik kelasnya yang angkatan 2018 menjadi semakin semangat belajar bahasa Indonesia."
Dengan adanya festival ini, apresiasi pihak kampus terhadap Jurusan Bahasa Indonesia semakin tinggi. Masyarakat Tiongkok juga diberi kesempatan untuk mengetahui dan mengenal kebudayaan Indonesia. Mahasiswa juga mengalami peningkatan motivasi dan keseriusan yang cukup signifikan ketika belajar di kelas.