Mohon tunggu...
Alam Penyair Maya
Alam Penyair Maya Mohon Tunggu... -

pecinta puisi dan syair

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Ketika Tangis Tak Berarti

31 Oktober 2011   02:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:15 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ketika semesta telah melarungkan seluruh aimata nampak kusam pias mentari yang tertutup warna diam menyendiri dalam sejuta tangis tanpa aksara pada setiap dinding-dinding gua saksi sebuah cinta tak ada altar sesembahan yang ada hanya tawa pedih atas ketinggalan pun goresan pada pasir hilang tak bertuan rampai segala kesah di sudut keheningan gontai langkah di terik mentari hantar tubuh kurus berlapis kulit ari gapai nisan di pelupuk pagi nan melara di setiap sudut netra yang mati tengadah tangan pada pemilik jiwa kalungkan tasbih di setiap jari-jari semesta rampai segala derita dalam balut duka sumbat telinga pada racau-racau sang lara ya ... izzatiy kini laraku telah kau sempurnakan jua pada makna tertuang segala kembara pada tebas rindu yang kau harumkan nirwana pada bilah-bilah perindu namamu adalah kuasa ya ... pemilik segala rindu nisan ini adalah saksi kerinduanku raga yang terkubur ini adalah belahan jiwaku katakan nistaku pada segenap dendang rindu pun jua lelah raga ini di sudut waktu tak ada lagi bayang yang kulihat di balik tenda rebahpun ia menjadi raga yang tak berjiwa jua tak kan lagi kudengar syair di balik jendela kala desahku mengalun di setiap dinding kota sebutlah aku sebagai majnun atasnya yang menggila dalam setiap desah kerinduan senja menapak sepi kala mentari meninggi di setiap rasa merapuh dalam segala ingatan di bayang maya katakan padaku hai pemilik cahaya masih pantaskah aku bernafas di buana ini kala sang perindupun telah pergi ??? masih pantaskah kurasa hangatnya mentari kala jiwaku pun melayang pergi kini aku hanya seonggok daging berbalut ari setegak tulang di sanggah pohon berduri tak berjiwa karena ia telah pergi tak beraksara kala ia merintih sepi tak ada lagi ... maka ... izinkan aku ... tenang meratap di pusara ini merintih dalam balut sepi merebah dan memeluk gundukan tanah ini tuk menyatu dengan jiwa sang permaisuri laylaku ... kini di nisan tanpa cinta yang kau hadirkan kupenuhi takdirku bersama kegilaanku akanmu kurebahkan segala penat dalam kecintaan tanpa henti tuk bersamamu dalam namaNya izinkan aku ... . LEMBAH BULUSARAUNG 311011 : 04.11

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun