INDONESIA itu luar biasa / Walaupun berbeda suku, ras, dan agama / tapi pada dasarnya kita itu keluarga / Ngapain sih kita harus saling menghujat /
Kalau bersatu itu kita lebih kuat, bersatulah Indonesia...
Itulah lirik dari single berjudul ‘Bersatulah’ yang belum lama ini diluncurkan oleh Kaesang feat. GamelAwan & GaFaRock. Iya, ini Kaesang Pangerep, putra bungsu Presiden Joko Widodo yang memang dikenal kreatif. Melalui lagu ini, di mana Kaesang mengisi suara sebagai seorang penyanyi “rap”, ia menyuarakan kegelisahannya tentang fenomena sosial saat ini dan menyerukan harapan agar kita tetap bersatu walau berbeda.
Xby TurboMac
Kegelisahan Kaesang adalah kegelisahan kita bersama. Kegelisahan banyak orang. Dalam kegelisahan ini, kalau mau dibilang, mayoritas masyarrakat memilih untuk diam atau silent majority. Mereka gelisah dan resah melihat fenomena ancaman terhadap keberagaman yang saat ini mengemuka di mana-mana, tapi mereka umumnya lebih banyak diam.
Ujian Terhadap Keberagaman
Ujian terhadap keberagaman mencapai eskalasi yang tinggi pada akhir tahun lalu. Salah satu pemicunya adalah pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (nonaktif) yang menyatut ayat suci Alquran saat berdialog dengan warganya pada akhir September lalu di Kepulauan Seribu, dan kemudian tersebar luas di jejaring sosial serta memicu ketegangan di masyarakat.
Terbentuk opini ia melakukan pelecehan terhadap agama Islam. Isu sentimen agama pun memanas. Hal ini kemudian memicu Aksi Bela Islam yang berlangsung hingga tiga kali. Aksi Bela Islam I berlangsung pada 14 Oktober 2016, Jilid II berlangsung pada 14 November 2016, dan yang ke III berlangsung pada 2 Desember 2016. Pada aksi terakhir ini digelar shalat Jumat bersama, dimana Presiden Joko Widodo turut hadir.
Aksi yang berlangsung masif ini berujung pada penetapan Ahok sebagai tersangka dan saat ini kasusnya sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Pada pertengahan November tahun lalu juga terjadi berbagai teror bom yang menjadi ancaman serius terhadap keberagaman. Salah satunya ledakan bom di Gereja Oikumene, Samarinda Kalimantan Timur, pada Minggu 13 November 2016, yang memakan korban jiwa Intan Olivia Marbun (2,5 tahun). Sungguh suatu kebiadaban yang di luar batas kemanusiaan.
Pada bulan yang sama juga terjadi terjadi ledakan sebuah bom rakitan di Bantul, Yogyakarta. Lalu teror bom di Lhokseumawe, Aceh; dan teror di kota Singkawang, Kalimantan Bara. Kota yang didominasi oleh warga etnis Tionghoa dan beragama Budha itu dikejutkan dengan pelemparan bom jenis molotov.
Berbagai peristiwa tersebut, menyadarkan kita betapa keberagaman dan kebhinekaan masih teramat sangat bisa untuk dijadikan faktor untuk memicu perpecahan bahkan ancaman kekerasan. Rangkaian ancaman teror seperti ini bukan pertama kali terjadi di negara kita tercinta, tapi momentum waktunya memang membuat kesan keterkaitan dengan kasus Ahok tidak terhindarkan. Ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan berusaha mencoba membuat suasana semakin keruh.
Menurut tokoh Katolik Romo Benny Susetyo, kesan isu sentimen antaragama dan anti-keberagaman di berbagai wilayah semakin menjadi-jadi dan menunjukkan kerukunan kita sedang terkoyak. Menurut aktivis pendiri Setara Institute itu, di Indonesia sejatinya memang sudah lama muncul benih yang menolak konsep demokrasi dan keberagaman. Hanya saja itu bersifat laten dan cenderung menumpuk di bawah permukaan. Ini yang tidak bisa dibenarkan.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Imdadun Rakhmat menyebut kita sedang dalam situasi krisis kebhinekaan. Orang-orang masa kini lebih susah melihat perbedaan. Yang beda dianggap saingan, musuh, dan boleh menjadi sasaran.
Xby TurboMac
Syukurlah, saat ini ketegangan sosial terkait kasus ini sudah mereda dan semoga seterusnya demikian. Secara perlahan dan terus menerus, Presiden Jokowi melakukan berbagai pertemuan dengan sejumlah pihak terkait untuk menunjukkan pentingnya keberagaman di Indonesia.
Merawat Keberagaman
Sebagaimana dikatakan Romo Benny Susetyo, di Indonesia sejatinya memang sudah lama muncul benih yang menolak konsep demokrasi dan keberagaman. Hanya saja itu bersifat laten dan cenderung menumpuk di bawah permukaan. Ini yang tidak dibenarkan. Sehingga situasi kondusif yang ada sekarang sewaktu-waktu juga bisa kembali dikeruhkan oleh pihak-pihak tertentu yang menolak demokrasi dan keberagaman itu.
Karena itu keberagaman atau kebhinekaan harus dijaga dan dirawat. Keberagaman adalah bagian yang tak terpisahkan dari pergulatan perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan. Jauh sebelum Indonesia merdeka, bangsa kita telah hidup rukun dan tenteram dalam kebersamaan yang bernuansa keberagaman.
Bhinneka Tunggal Ika, yang menjadi semboyan bangsa kita, adalah penanda yang sangat jelas, betapa sesungguhnya keberagaman yang ada di Indonesia tak pernah menjadi persoalan. Justru keberagaman adalah anugerah Tuhan yang sangat besar bagi Indonesia karena dari keberagaman ini kita bisa memahami arti dan makna dari persaudaraan. Indonesia yang dihuni beragam suku, ras, agama, budaya, bahasa, dan segenap perbedaan lainnya adalah jalan sejati yang harus kita lalui sebagai jalan masa depan merajut tenun kebangsaan kita.
Pengertian “Bhinneka Tunggal Ika” adalah “berbeda-beda atau beraneka-ragam tetapi tetap satu”. Kata Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Lambang NKRI berbentuk Burung Garuda Pancasila. Dalam keseharian lebih sering disebut “keberagaman” yang di dalamnya merangkum eksistensi SARA yaitu suku, agama, ras, dan antargolongan. SARA merupakan berbagai pandangan dan tindakan. Maka itu, keberagaman seyogianya dimaknai bahwa “meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap dalam satu kesatuan”.
Kendati bangsa Indonesia beraneka-ragam suku, agama, ras, dan golongan yang memiliki kebudayaan, adat-istiadat, dan wilayah yang juga beragam, tetapi secara keseluruhan tetap dalam persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Perwujudan dari keberagaman bukan perbedaan yang saling bertentangan. Justru keberagaman itu yang memperkaya sifat dan makna persatuan kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia.
Founding fathers atau bapak bangsa kita telah membuktikan keberhasilannya merekatkan persaudaraan sebangsa senegara melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika, falsafah Pancasila, dan konstitusi UUD 1945. Akar kebangsaan yang dimulai dari hadirnya Sarekat Islam 1905, Budi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 1928, hingga Proklamasi Kemerdekaan 1945 adalah sejarah panjang perjuangan founding fathers dalam menegakkan kedaulatan Indonesia.
Xby TurboMac
Pada momen seperti ini membuat kita mengenang tokoh-tokoh besar yang dikenal gigih dalam merawat keberagaman. Salah satunya adalah mendiang Taufiq Kiemas (TK). Beliau seorang negarawan, tokoh pluralisme, perawat kebhinekaan, dan penjaga rumah kebangsaan. Dari beliau lahir konsep Empat Pilar Kebangsaan, yang mengingatkan kembali akan nilai-nilai kebangsaan dan kebernegaraan yang didasarkan pada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.
Tokoh lain yang dirindukan pada saat seperti ini adalah Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan nama Gus Dur. Beliau dikenal sebagai bapak pluralisme. Dalam hal keberagaman, Gus Dur memahaminya adalah sebagai suatu keharusan. Bagi Gus Dur, keberagaman itu adalah rahmat yang telah digariskan Allah. Karena itu, menolak keberagaman atau kemajemukan adalah pengingkaran terhadap pemberian ilahi.
Kedua tokoh tersebut sudah tidak ada. Tapi banyak tokoh baru yang juga menjadi perawat kebhinekaan. Juga banyak lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada upaya merawat keberagaman. Kita, kalangan anak muda, harus ikut aktif dalam gerakan itu. Sebab di pundak generasi muda lah nanti wajah negara ini ditentukan, termasuk soal keberagaman dan kebhinekaan.
Upaya merawat keberagaman itu bisa ditempuh dengan berbagai cara. Yang terpenting adalah dengan berperilaku sehari-hari yang selalu menjunjung dan menghargai keberagaman.
Upaya lainnya, kita bisa melakukan upaya kreatif juga seperti yang dilakukan Kaesang;’Sang Putra Presiden yang Berani Bersikap dan Bertindak.” Hal-hal seperti inilah yang harus kita teladani dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari, khususnya dalam merawat perbedaan yang merupakan suatu kekayaan.
...Bersatulah indonesia, bergabunglah nusantara / Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh / Bersatulah indonesia. –Kaesang Pangarep (Putra Bungsu Presiden Joko Widodo)
Oleh : Dang Perkasa Alam Panjaitan
Seorang Pelajar SMA Kanisius (XI-S1/4)
#bersamamerawatperbedaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H