Mohon tunggu...
Amrizal A
Amrizal A Mohon Tunggu... Guru - Selalu Ingin Belajar

Sekarang mengajar Informatika (IT) di Sekolah Amore Prime School Tangerang. Sebelumnya mengajar matematika di Sekolah Al Azhar BSD.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru, Dibutuhkan Tapi Juga Ditinju

14 Agustus 2016   14:12 Diperbarui: 14 Agustus 2016   14:24 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia pendidikan di tanah air dibuat gempar dengan peristiwa pemukulan seorang guru oleh orangtua murid.  Penyebabnya sederhana. Hanya karena murid tersebut tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru tersebut, lalu guru tersebut memarahi anak tersebut. Anak lapor ke orangtuanya yang berujung pada pemukulan guru tersebut.

Kejadian tersebut membuat kita miris dan sedih. Sudah separah inikah mental generasi muda bangsa ini? Sudah seprotektif itukah orangtua terhadap anaknya? Hanya karena tidak terima terhadap perlakuan seorang guru di sekolah, terjadilah peristiwa tersebut.

Hakekat pendidikan pada dasarnya membangun dan membentuk karakter generasi penerus bangsa menjadi pribadi yang tangguh, berkarakter dan berakhlak mulia. Dan tugas yang begitu berat tersebut sebagian besar adalah menjadi tanggunjawab guru, disamping orangtua murid  dan masyarakat serta pemerintah.

Guru, disamping memberikan pengajaran ilmu-ilmu dasar dan lanjut, juga mempunyai tanggunjawab memberikan pendidikan karakter kepada murid-muridnya. Tanggungjawab mengajar dan mendidik. Itulah tugas utama guru.

Dalam tugasnya sebagai pendidik, seorang guru tentu berusaha untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada anak didiknya. Disiplin, rajin,. tanggungjawab, beretika, berakhlak mulia dan lain sebagainya, adalah tujuan dari pendidikan karakter ini.

Tentunya ada sangsi bagi seorang siswa yang melanggar salah satu atau sebagian dari tujuan pendidikan karakter tersebut. Misalnya tidak mengerjakan tugas yang diberikan seorang guru. Rasa tanggungjawab, disiplin dan rajin merupakan nilai-nilai yang dilanggar siswa tersebut. Tujuan dari pemberian sangsi adalah agar anak mengetahui bahwa dia telah melanggar salah satu dari nilai-nilai karakter yang dibangun gurunya.

Namun, dalam kenyataannnya, banyak siswa-siswa yang tidak terima jika mendapatkan sangsi dari gurunya. Berbagai alasan dikemukan, mulai dari yang benar-benar nyata sampai alasan yang dikarang-karang siswa tersebut. Tujuan cuma satu, agar dia tidak dianggap bersalah.

Bagi siswa yang bermental rapuh, jalan terakhir adalah mengadukan kepada orangtuanya dengan disertai bumbu-bumbu yang bisa membangkitkan emosi orangtuanya. Harapannya adalah  agar dia tidak dianggap bersalah dan bisa mempengaruhi orangtuanya. Jika orangtua tidak bersikap dewasa dengan melakukan cross chek terlebih dahulu, maka terjadilah peristiwa pemukulan orangtua terhadap guru.

Sebenarnya, peristiwa arogansi orangtua terhadap guru banyak terjadi di berbagai sekolah. Mulai dari tarafnya yang rendah sampai tarafnya yang tinggi seperti peristiwa pemukulan tersebut. Peristiwa pemukulan tersebut hanya merupakan puncak gunung es yang telah merubah mentalitas guru dalam memberikan pendidikan dan pengajaran.

Banyak guru-guru yang hanya mau melaksanakan tugasnya sebagai pengajar tapi terlalu takut untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik. Guru berhitung resiko yang diterimanya jika harus menjadi pendidik. Berhadapan dengan orangtua dan juga siswa yang berusaha sekuat tenaga mencari pembenaran dari kesalahannya.

Jika orangtua terlalu melindungi anaknya maka akan terjadi perubahan mental dari siswa tersebut. Anak merasa bebas melakukan apa saja tanpa takut diberikan sangsi. Toh, orangtuanya akan memberikan pembelaan. Dan jika ini berlangsung terus menerus akan membentuk karakter yang tidak peduli dengan tata tertib, lingkungan dan masyarakat.

Akibatnya apa yang terjadi? Dunia pendidikan belum mampu melahirkan generasi-generasi muda yang berakarakter dan berakhlak mulia. Ambil contoh yang paling ringan. Siswa-siswa sekarang tidak takut lagi terhadap guru, orang yang lebih tua bahkan terhadap orangtuanya. Jika ada kesalahan yang dilakukannya, dan ditegur, maka akan ada perlawananan dari siswa tersebut. Belum lagi tawuran pelajar, bolos sekolah, narkoba, sex bebas dan kejahatan lainnya yang tidak pantas dilakukan anak seusianya.

Sudah sepantasnya orangtua memberikan kepercayaan penuh kepada pihak sekolah dan guru untuk memberikan pengajaran dan mendidik putra-putrinya. Saat anak berada dalam lingkungan sekolah dan jam belajar, maka itu adalah sepenuhnya tugas sekolah guru. Kalaupun ada sangsi yang diterima putra-putrinya, maka itu adalah bagian dari pendidikan karakter yang diterapkan pihak sekolah dan guru.

Sebagai orangtua, kita juga harus menghilangkan rasa harga diri yang terlalu tinggi. Anak bukanlah bentuk harga diri kita di sekolah dan guru. Anak adalah generasi muda yang masih membutuhkan pendikan karakter dari seorang guru dan juga kita. Jadikan guru sebagai mitra dalam membangun dan membentuk karakter anak. Guru bukanlah pembantu kita di sekolah.

Salam Guru Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun