Sedangkan Rasio efektivitas keuangan daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim, 2007).
Sayangnya kemandirian keuangan daerah masih rata-rata berpola hubungan instruktif, yaitu peran Pemerintah Pusat sangat dominan dari pada kemandirian Pemerintah Daerah. Demikian pula, pada dominan efektivitas Keuangan Pemerintah Daerah, masih kurang efektif.
Hal ini diperparah dengan model pengukuran kinerja pemerintah yang hanya melihat tingkat serapan anggaran. Aneh, regulasi memerintahkan pembangunan berbasis kinerja, artinya mengukur dimensi outcome (hasil) dan impact (dampak). Namun prioritas penilaiannya masih berbasis anggaran (input).
Lalu, sampai kapan kita terilusii dengan doktrin-doktrin model kebijakan pembangunan yang kedengarannya indah, memesona dibicarakan, namun sulit bahkan amat berat direalisasikan. Kenapa? Karena pembangunan tidak berbasis pada kewilayahan, tidak bersesuaian dengan norma adat (Suitability) yang ada di daerah kita (Sulsel). Menurut hemat kami Pembangunan selain harus Sustainability (keberlanjutan) juga harus Suitability (Kesesuaian) (Alam & Rumi, 2020). Pembangunan yang bertumpu pada filosofi Sulapa APPA.
Sulapa APPA, Model kosmos dihubungkan dengan adanya harmoni empat unsur alam, yaitu: udara, air, api, dan tanah, yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Keempat unsur ini adalah empat jenis sifat yang dimiliki oleh "manusia yang berbicara", keberanian, kebangsawanan, kekayaan, keelokan.
Dengan memerhatikan kondisi kewilayahan beserta nilai-nilai budaya luhur yang ada di dalamnya, ia dapat menghindarkan kita dari ilusi pembangunan. Hal ini membutuhkan political will yang solid.
Masa pemerintah daerah hanya 5 tahun, jika hanya sibuk membangun citra dan monumen diri, pertanda bapak-bapak belum selesai dengan dirinya. Mungkin para pejabat kita perlu membuka kembali pesan "Renaisance Man' Karaeng Pattingalloang, yang menyatukan sains dan nilai-nilai kebijaksanaan dalam memgelola daerah (negara). Istilah sekarang, Pembangunan yang berdasar pada Based Policy Evidence plus nilai-nilai kearifan lokal.
Akhirnya, bisakah kita membangun dan menata daerah yang berani melawan imperialis, berperangai kebangsawanan yang beradab, dan kalau kaya tidak akan merampok anggaran daerah secara terstruktur sistematis dan massif.
Wallahu A'lam Bisshawwab.
*) Dosen Ekonomi Pembangunan FE UNM
Terbit di media cetak Tribun Timur, 07 Februari 2020.