Mohon tunggu...
Alam Ahmad
Alam Ahmad Mohon Tunggu... Freelancer - Sarjana Humaniora yang berprofesi sebagai pustakawan sekaligus Barista.

Sastra dan perjalanan; Seorang penelisik takdir Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku "Ngeblog" maka Aku Ada

3 Januari 2019   06:37 Diperbarui: 3 Januari 2019   08:14 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prolog

Pada sekitaran abad ke-17 hiduplah seorang bapak filsafat modern hebat yang bernama Rene Descrates. Ia terkenal dengan sajaknya ataupun dengan kalimat filosofisnya dalam bahasa Latin yang berbunyi "Cogito ergo sum" atau dalam Bahasa Indonesia yang mempunyai arti "Aku berpikir maka aku ada". Dari pernyataan filosofisnya itu mampu merubah peradaban Eropa.

Dari proses berpikir itu manusia menjadi "ada" karena itulah hal yang membedakan antara manusia dan makhluk lainnya. Sepertihalnya sajak Buya Hamka yang berbunyi "Jika hidup sekedar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja." Sajak sarkas tersebut menjadi tamparan keras bagi manusia-manusia yang "tidak berpikir" dalam menjalani hidupnya.

Kemudian pada abad ke-20 munculah seorang filsuf kontemporer Perancis yang bernama Jacques Derrida. Menurut pakar teori dekonstruksi ini bahwasanya bahasa itu bersumber pada teks ataupun "tulisan" karena tulisan adalah bahasa yang maksimal karena tulisan tidak hanya terdapat pada pikiran manusia saja, namun konkret di atas teks ataupun halaman. Tulisan membuat pembaca mengerti isi pemikiran dari penulisnya. Maka "Aku menulis maka aku ada"  adalah hal yang perlu diamini dan diimani oleh manusia. Pasalnya seseorang akan hidup "abadi" karena ia menulis. Buktinya ada pada tulisan-tulisan Plato mengenai hidup Socrates jutaan ribu tahun yang lalu. Lantas jika Plato tidak menuliskan perjalanan hidup Socrates, maka mungkin saja Socrates tidak akan dikenang dan dikenal hingga saat ini.

Terbesit ingatan ini pada sebuah sajak dari Pramoedya Ananta Toer yang berbunyi "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." 

Mulai Menulis

Dari beberapa sajak dan teori-teori orang hebat lantas tidak membuat penulis untuk segera menuangkan pemikiran-pemikirannya ke dalam sebuah tulisan. Beberapa alasan seperti "Tulisanku buruk", "Aku terlalu sibuk" dan bahkan "Karya-karyaku seperti sampah" menjadi pembenaran penulis untuk tidak segera menulis. Padahal semua alasan-alasan itu jika kita artikan secara harfiah adalah "Aku malas". Kemalasan adalah musuh utama seorang penulis.

Kemudian bertemulah penulis dengan seorang narablog. Pertemuan itu adalah pertemuan yang sangat berkesan karena kata-kata dalam kalimatnya sukses besar menampar batin penulis untuk memulai menulis. "Mahasiswa teknik bisa menciptakan robot, peralatan elektronik dan lain-lain. Mahasiswa kedokteran pun sama, mereka akan menjadi dokter dan bermanfaat bagi kesehatan masyarakat. Lantas apa yang telah kau perbuat sebagai mahasiswa sastra jika kau saja enggan untuk menulis?" Kalimat itu telak menusuk hati penulis dan memang, penulis adalah seorang mahasiswa jurusan Sastra Inggris di salah satu kampus negeri di Kota Bandung.

Menjadi Narablog

Menulis saja tidak cukup, karena sebuah tulisan jika tanpa pembaca ibarat sebuah burung yang ingin terbang tinggi namun tidak mempunyai sayap. Pemikiran itu seketika muncul ketika tulisan-tulisan penulis hanya menjadi tumpukan tak berguna di kamar kos.

Akhirnya pada awal September 2018 muncul sebuah ide untuk mempublish sebuah tulisan ke Kompasiana dan ternyata hal itu membuat "candu". Tulisan pertama sukses menarik pembaca kurang lebih hingga 300 orang. Kecanduan itu memuncak ketika salah satu travel writing penulis menjadi headline di Kompasiana. Sungguh sebuah kebanggaan tersendiri bagi penulis. Penulis pun mendapat banyak sekali pelajaran berharga di Kompasiana, mulai dari bagaimana caranya menulis artikel yang baik dan benar hingga mendapat inspirasi untuk bersusastra seperti membuat cerpen dan puisi.  

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Tidak hanya itu, manfaat menjadi blogger di Kompasiana juga sangat terasa ketika penulis menjadi asisten dosen di mata kuliah Writing for Specific Purposes. Penulis bisa menyalurkan ilmu mengenai bagaimana caranya membuat essay dan artikel yang baik dan benar kepada mahasiswa sastra yang lainnya dan memotivasi mereka untuk memulai menulis. Hal itu memperkuat argumentasi penulis ketika penulis menunjukkan bukti konkretnya kepada subjek didik bahwasanya tulisan-tulisan penulis menjadi highlight dan headline di Kompasiana.

Menurut penulis, menjadi blogger di Kompasiana ataupun media massa yang lain adalah sebuah modal awal untuk membuat tulisan yang berbobot untuk dikirimkan ke koran-koran. Bisa tidak mungkin jika tulisan kita di muat di koran maka kita sebagai mahasiswa bisa membiayai kuliah kita sendiri dari hasil tulisan-tulisan kita.

Resolusi tahun 2019

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Harapan penulis kedepan--di tahun 2019 ini penulis bisa lebih konsisten dalam menulis dan mengajak sekaligus menginspirasi banyak orang untuk menulis. Menciptakan dan menerbitkan karya-karya fiksi yang berbobot seperti antologi puisi dan novel.

"Menulislah agar engkau menjadi abadi, bukan untuk ragamu namun untuk keabadian namamu" karena menulis itu penting. Pun mempublisnya di media massa, karena kita akan dikenal dan dikenang banyak orang, mendapatkan ilmu baru tentang dunia tulis menulis. Jadi, "Aku ngeblog maka aku ada" itu sudah terbukti adanya bukan?

Selamat menulis, semoga abadi!

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun