Mohon tunggu...
Al Al Farizi
Al Al Farizi Mohon Tunggu... Psikolog - Mahasiswa

freelance

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyusuri Kembali Sejarah Kebesaran Lumajang

22 Desember 2023   08:34 Diperbarui: 28 Desember 2023   08:59 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kec. Sukodono, Kab. Lumajang (Dok. pribadi)

Sabtu, 16 Desember 2023, Mahasiswa dari Universitas Islam Negeri KH. Achmad Siddiq Jember, Prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI 3), yang terdiri atas Faizal Rizki Ramadhan (222103030044), Kusuma Rini (222103030053), Mohammad Salman Al Farizi (222103030057), Resta Kholifatul Inayah (222103030060), dan Imelda Amelia Putri (224103030005),  melakukan Studi Lapangan dalam rangka pelaksanaan tugas untuk Ujian Akhir Semester, mata kuliah Peradaban Islam dan Islam Nusantara yang dibimbing oleh Ibu Dosen Yulis Sri Wahyuningsih, M. Sos. Laporan ini dikemas oleh anggota kelompok 4 untuk mengkaji sejarah peradaban Islam di Lumajang yakni Situs Biting.

situs biting (Dok. pribadi)
situs biting (Dok. pribadi)

Situs Biting, yang berlokasi di desa Kutorenon, kecamatan Sukodono, Lumajang, provinsi Jawa Timur, adalah situs arkeologi yang luasnya mencapai sekitar 135 hektar. Situs ini diyakini sebagai sisa-sisa dari kerajaan Lamajang. Di kawasan ini ternyata dahulunya ialah ibu kota Arnon, diperkirakan letak gerbang utama dari keraton ini berada di wilayah sebelah timur benteng yang terhubung dengan jalan Selok Besuki.

Wilayah Situs Biting pernah menjadi pusat kerajaan Lamajang Tigang Juru di bawah kepemimpinan Prabu Arya Wiraraja. Wilayah ini dikelilingi oleh benteng pertahanan yang tebalnya 6 meter, tingginya 10 meter, dan panjangnya 10 km. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 1982-1991, wilayah Situs Biting mencakup 6 blok/area dengan total luas 135 hektar. Blok-blok tersebut meliputi blok keraton (76,5 ha) yang mencakup di dalamnya ialah dinding benteng dari bata merah memiliki lebar 5-6 meter dan tinggi 4 meter, dengan latar belakang Pengungakan I atau menara pengawas dari sisi utara benteng Lamajang. Kemudian juga terdapat blok Jeding (5 ha), blok Biting (10,5 ha), blok Randu (14,2 ha), blok Salak (16 ha), dan blok Duren (12,8 ha).

(Dok. pribadi)
(Dok. pribadi)

Tak hanya kawasan keraton saja, melainkan juga rekam jejak kemiliteran yang ada di ibu kota Arnon atau yang sekarang dikenal dengan Situs Biting. Dikuak dalam buku Mansur Hidayat bahwa ibu kota Lamajang Tigang Juru tak hanya digunakan sebagai pusat kekuatan politik saja, melainkan kemiliteran yang dapat mempertahankan ibu kota dengan dinding bentengnya yang kokoh.

Penggambaran ini sesuai dengan temuan di lapangan, yang mana Blok Menak Koncar yang saat ini menjadi pemakaman umun, ditemukan umpak batu sebagai tiang penyangga untuk membuat rumah juga struktur bangunan yang saat ini dianggap sebagai makam atau petilasan penguasa Lamajang yakni Menak Koncar dan Maha Patih Nambi. Disamping itu juga ditemukan sumur yang airnya masih mengalir dan juga ditemukan pecahan keramik, porselin, juga artefak. Menurut penjelasan narasumber yakni Bapak Atim, Arya Wiraraja ialah salah satu dari keturunan Menak Koncar. Dari penggambaran ini dapat diketahui bahwa Blok Menak Koncar ialah daerah pem ukiman bagi para pejabat kerajaan dan senopatinya.

Sejarah Lamajang Tigang Juru

Prasasti Kudadu mencatat bahwa Raden Wijaya melarikan diri ke Madura dan mendapat bantuan dari Adipati Arya Wiraraja, yang kemudian menghasilkan "Perjanjian Sumenep" untuk membagi tanah Jawa. Adipati Arya Wiraraja juga membantu Raden Wijaya dalam berbagai cara, termasuk membuka desa Majapahit. Setelah pendirian desa Majapahit, pasukan Mongol Tar Tar datang dan Adipati Arya Wiraraja menyarankan Raden Wijaya untuk bekerja sama dengan mereka. Setelah berhasil mengalahkan Prabu Jayakatwang di Kediri, pasukan Mongol Tar Tar dikalahkan dan diusir. Setahun setelah itu, berdasarkan "Perjanjian Sumenep", Raden Wijaya menjadi raja Majapahit dan Arya Wiraraja memimpin kerajaan Lamajang Tigang Juru. Setelah kematian Arya Wiraraja, salah satu penerusnya, Mpu Nambi, diserang oleh Majapahit yang menyebabkan jatuhnya Lamajang Tigang Juru. Ini kemudian menyebabkan perlawanan di kota-kota pelabuhan seperti Sadeng dan Patukangan.

Pada tahun 1359 Masehi, Hayam Wuruk melakukan perjalanan di daerah Lamajang tetapi menghindari bekas ibu kota Arnon (Situs Biting). Konflik di daerah timur kembali memanas ketika Majapahit terpecah menjadi dua bagian, barat dan timur, selama "Perang Paregreg" pada tahun 1401-1406 Masehi. Masyarakat Lamajang kembali memberontak ketika Babad Tanah Jawi mencatat bahwa Sultan Agung merebut benteng Renong (atau Arnon atau Kutorenon) melalui Tumenggung Sura Tani sekitar tahun 1617 Masehi. Ketika keturunan Untung Suropati terdesak dari Pasuruan, perlawanan sekali lagi dipusatkan di kawasan Arnon atau Renong, yang sekarang dikenal sebagai Situs Biting Lumajang[1].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun