Kemudian aku melihatmu bercermin, berdiri di depan potongan kaca yang didesain berdiri. Kamu mulai tersenyum menatap dirimu sendiri.
Pause
Waktu terhenti. Kemudian jiwaku seolah terhisap. Ditarik kuat meninggalkan tubuhku. Kini aku mendapati satu kesadaran yang berbeda. Kesadaranmu. Aku merasakan ketakutan-ketakutan dalam dirimu, juga semua kekhawatiranmu. Semua beban-bebanmu.
Semua yang selama ini mungkin tersembunyi di dalam pikiranmu, terasa ditayangkan di hadapanku. Dipantulkan bergantian di depan cermin yang sedang kau atau kutatap ini. Aku yang terperangkap dalam tubuhmu tidak bisa berbuat apapun kecuali menyaksikan semua beban dan rasa takut yang ditampilkan di cermin yang sepertinya sengaja tegak menantang ini.
Pause
Alarm berbunyi. Aku terbangun. Ternyata mimpi. Aku gemetar. Keringat mengucur. Seperti merasakan tayangan terhoror yang pernah ada. Mencoba mengingat semua rasa takut, beban hati dan pikiran, juga kekhawatiran yang mungkin saja bisa membuatku gila jika aku menjadi dirimu.
Bahwa terkadang perkataan mudah saja diucapkan dan janji mudah saja dibuat. Tetapi kesadaran yang baru saja kualami menghadapkanku pada suatu tujuan yang pasti. Realitas di ambang batas yang selama ini tertidur. Kini terbangun justru di alam mimpi. Terima kasih telah berbagi kesadaran denganku. Mengizinkanku masuk dan menyaksikan semua tayangan yang merupakan cerminan perasaan, ketakutan, dan beban-beban di dalam hatimu. Karena dengan demikianlah aku, kini mencapai kesadaranku yang utuh. Hasta manana, always be mine.
Jakarta, 22 Juli 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H