Tanah yang menyimpan jasadnya bergetar. Kerumunan belatung dan semut rang-rang meraja di atas permukaannya. Tak berapa lama, juga tidak sebentar, lalat-lalat mulai berdansa, siap menyusup ke dalam setiap celah lubang tanah yang menyimpan bangkai manusia bernama Dayat itu. Bagiku, tidak mungkin kugali tanah itu lalu kubersihkan lagi. Melanggar aturan pemakaman. Aku hanya bisa menaburkan bunga di atasnya, memanjatkan doa untuk dia, untuk Dayat.
***
“Kamu tahu?” tanya Dayat padaku.
“Tahu apa?”
“Tentangku..”
“Tentu saja. Sampai sedalam-dalamnya. Sudah lama kutangkap kamu yang terjebak dalam imajimu itu sendirian.”
“Maksudmu?” Dayat mulai bernada gusar.
Sebenarnya aku malas menjelaskan deskripsiku mengenai dia. Aku takut dia tersesat dalam pilihannya sendiri. Antara menjadi malaikat atau menjadi setan.
“Kau memang tokoh panutan masyarakat kebanyakan.” lanjutku.
“Lalu?”
“Kau penulis yang inspiratif.”