Mohon tunggu...
Alain Frost
Alain Frost Mohon Tunggu... -

part time writer, full time dreamer, full heart volunteer.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dua Jiwa

14 Agustus 2010   09:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:02 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Tidak juga.”

“Sayangnya..”

“Sayang apa?”

“Kau terjebak oleh dirimu sendiri. Kau tidak menjadi dirimu sendiri. Kau hidup dengan dua jiwa dalam satu nyawa. Kau sama saja dengan penulis kebanyakan yang tidak bersatu dengan tulisannya.”

“Sial!” emosinya meninggi.

“Tahan, Dayat. Ingat, satu nyawa tidak cukup luas untuk menampung dua jiwa sekaligus bukan?”

“Hentikan! Brengsek kau!”

“Apa aku salah?”

“Tidak, maafkan aku. Kau benar.” Dayat berlari. Ia bukan sekedar berlari. Ia melarikan diri. Kudengar malam itu ia membiarkan dirinya dibasahi air pancuran kamar mandi di kontrakannya. Semalaman. Ia terlalu depresi menjalani kenyataan. Mulutnya berkomat-kamit tanpa mengeluarkan suara.

***

Orang-orang hanya melihat Dayat dari tulisannya. Dari kabar hebat yang menghantam dirinya, mengagungkannya, memujanya laksana dewa-dewa dalam legenda. Tetapi apa ada yang tahu apa yang ada di dalam matanya? Di dalam hatinya? Dan apa yang selalu terngiang dalam otaknya setiap otaknya berdenyut? Tidak ada. Mereka semua hanya menggambarkan Dayat seorang pecinta romansa. Dayat sendiri muak menuliskan ungkapan-ungkapan cinta seperti ‘cintaku seluas lautan tak bertepi’, ‘cintaku seperti langit tak berbingkai’. Bah, seperti ungkapan anak-anak kecil yang bercita-cita menjadi penulis. Tahu apa mereka tentang Dayat? Dia menulis apa yang tidak mau ditulisnya. Motivasi dan kata-kata yang dituliskannya bukan semata-mata lahir dari ilhamnya, melainkan kalian semua yang memerintahkan ilhamnya untuk melahirkan kata-kata yang ditulisnya. Dia benci kalian. Dia benci romansa. Malaikat di pagi hari dan setan di malam hari. Itulah Dayat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun