Sorotan netizen seharusnya ditujukan bukan hanya terhadap Gayus tetapi juga terhadap otoritas hukum, khususnya lembaga penjara, yang tidak sungguh-sungguh menganut filosofi penghukuman. Selain itu, sorotan tajam juga harus ditujukan pada punggawa Kompasiana yang selama ini memfasilitasi Gayus bisa berinteraksi dengan dunia luar. Dan tentu saja sorotan khusus harus ditujukan pada Kompasianer yang benar-benar melakukan kopdar dengan Gayus. Mereka pantas menjadi pihak-pihak yang disalahkan dengan “salah asuhannya” Gayus yang semakin liar dan berbahaya.
Dengan reputasi Gayus yang merupakan penjahat kelas kakap dan sering keluar masuk penjara, seharusnya otoritas penjara menunjukkan wajah kejamnya pada Gayus. Gerak-gerik Gayus di penjara harus diawasi selama 24 jam nonstop. Perlakuan terhadap Gayus harus menyakitkan, karena hanya penderitaan sepedih-pedihnya yang dapat menghentikan Gayus dari perbuatan jahatnya. Otoritas penjara harus mampu menghilangkan rasa belas kasihan pada Gayus.
Gayus harus dibuat jera dengan merampas seluruh hartanya dan dimiskinkan. Orang-orang yang selama ini berinteraksi dengan Gayus juga harus diselidiki asal-usul hartanya. Jangan-jangan hasil dari tindak pidana pencucian uang. Terakhir, agar menimbulkan efek jera Gayus harus dikucilkan dan diisolasi agar penyakit kejahatannya tidak menular ke masyarakat. Selain itu, untuk memberikan efek jera Kemenkumham juga harus mencabut semua remisi yang telah diberikan kepada Gayus. Biarkan Gayus menikmati kesepian dan kepedihannya di penjara selama 30 tahun.
Selain Gayus, punggawa Kompasiana juga harus diperiksa oleh otoritas hukum karena memfasilitasi Gayus tetap eksis berhaha hihi dan menebar artikel esek-eseknya di Kompasiana. Padahal perbuatan Gayus berhaha hihi di Kompasiana jelas-jelas telah melanggar Permenkumham no 6 tahun 2013. Bukankah Kompasiana juga harus tunduk pada hukum Indonesia?
Pembelaan Kang Pepih pada Gayus juga menjadi blunder terparah, karena membandingkan Gayus dengan Andi Mallarangeng. Sebagai seorang jurnalis senior, Kang Pepih pastinya tahu, jika Gayus langsung berhaha-hihi di Kompasiana sedangkan Andi Mallarangeng mengirimkan tulisannya ke Viva dengan tulisan tangan lalu setelah diedit oleh punggawa Viva baru dipublish. Selain Andi Mallarangeng, koruptor lainnya yang rajin menuliskan pemikirannya di media massa adalah Anas Urbaningrum.
Tapi ingat baik Andi maupun Anas, keduanya menuliskan pemikirannya dengan tulisan tangan lalu mengirimkannya ke media melalui sahabat dan koleganya. Jadi langkah Kang Pepih membandingkan Gayus dengan Andi Mallarangeng adalah blunder paling fatal yang dilakukan oleh wartawan senior Kompas.
Saran saya, jika memang punggawa Kompasiana khususnya Kang pepih merasa kehilangan tulisan haha-hihi dan esek-esek Gayus yang merupakan asset berharganya, maka Kompasiana bisa meniru langkah Viva dengan cara meminta Gayus menuliskan artikel haha hihinya dengan tulisan tangan, lalu dipublish di Kompasiana dengan menggunakan akun milik Pepih Nugraha. Dengan demikian tidak ada yang dilanggar oleh Gayus maupun Kompasiana. Bagaimana Kang Pepih, setuju?
Satu pertanyaan tersisa untuk Kang Pepih. Mengapa kebencian terhadap koruptor Widjanarko Puspoyo sangat membuncah, sementara begitu sayangnya dengan Gayus Tambunan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H