Mohon tunggu...
A.L.A.Indonesia
A.L.A.Indonesia Mohon Tunggu... Dosen, Peneliti, Petualang, Penonton Sepakbola, Motivator, Pengusaha HERBAL -

"Jika KOMPASIANER tak punya nyali menuliskan kebenaran, ia tak ubahnya manusia tanpa ruh. Ia seperti mayat-mayat hidup. Catat! Jika kita berjuang mungkin kita tidak selalu menang, tapi jika kita tidak berjuang sudah pasti kita kalah. http://blasze.tk/G9TFIJ

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka Untuk Admin Kompasiana (U.p Kang Pepih Nugraha)

12 Oktober 2015   13:23 Diperbarui: 12 Oktober 2015   15:34 1817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada Yth. Admin Kompasiana
U.p. Kang Pepih Nugraha
di Tempat

Assalamu’alaikum wr.wb

Pertama-tama, perkenankan saya untuk memohon maaf yang sebesar-besarnya dari lubuk hati yang paling dalam kepada seluruh jajaran Admin Kompasiana khususnya Kang Pepih atas kelancangan saya yang berani menulis surat terbuka ini di Kompasiana. Sekedar informasi untuk Kang Pepih, saya memberanikan diri untuk menulis surat terbuka di Kompasiana ini dengan dilandasi oleh semangat membara yang ingin berpartisipasi aktif membangun dan membesarkan Kompasiana sebagai rumah sehat, istana megah untuk sharing and connecting yang saat ini semangatnya mulai redup karena tertutup oleh gelora pembelaan Kang Pepih terhadap akun PK dan kroninya. Saya yakin seyakin-yakinnya, dari lubuk hati yang paling dalam Kang Pepih pun pasti menyadari bahwa kualitas Kompasiana semakin menurun dengan adanya kasus Gayus Tambunan.

Kang Pepih yang saya hormati

Percayalah, surat terbuka ini saya buat bukan bermaksud untuk menjelek-jelekkan Kang Pepih dan memojokkan admin. Bukan sama sekali. Percayalah, surat terbuka ini saya buat didasari oleh sebuah alasan mendasar karena sebagai Kompasianer saya mencintai Kompasiana sebagai satu-satunya media warga untuk mengekspresikan dan menyampaikan pendapat secara terbuka. Surat terbuka ini saya buat didasari oleh sebuah alasan mendasar karena saya mencintai Kompasiana sebagai media corong untuk menyuarakan kebenaran dan membongkar segala kebobrokan. Saya sangat mencintai Kompasiana dengan segala kelemahan dan kelebihannya. Saya sangat mencintai Kompasiana karena saya masih yakin dengan cita-cita Kang Pepih yang ingin menjadikan Kompasiana sebagai media whistle blower paling berpengaruh. Saya masih yakin dengan cita-cita Kang Pepih yang ingin menjadikan Kompasiana sebagai media peniup peluit sekaligus sebagai anjing penggonggong segala kebobrokan yang makin marak di negeri ini.

[caption caption="Whistle Blower (Sumber Kompasiana/Pepih Nugraha)"][/caption]

Dan melalui surat terbuka ini saya ingin mengatakan bahwa berkat cita-cita Kang Pepih yang ingin menjadikan Kompasiana sebagai media whistle blower, maka saya pun terinspirasi untuk menjadikan Kompasiana sebagai alat perjuangan untuk melawan Korupsi dan segala keboborokan di negeri ini.

Karena kuatnya inspirasi dari Kang Pepih untuk menjadikan Kompasiana sebagai media whistle blower, maka dalam profil pun saya menuliskan “Jika kita berjuang mungkin kita tidak selalu menang, tapi jika kita tidak berjuang sudah pasti kita kalah”.

Karenanya, saya sangat kecewa, marah dan sedih ketika mengetahui Kang Pepih dan jajaran Admin Kompasiana lebih memilih melindungi akun PK, I dan V yang jelas-jelas memiliki kaitan erat dengan Koruptor Kakap Pengemplang Pajak, Gayus Tambunan. Kebanggaan saya terhadap Kang Pepih tiba-tiba sirna, lenyap seketika ketika menyaksikan klarifikasi langsung yang dilakukan oleh Kang Pepih melalui Kompasiana TV. Jujur saja saat itu, rasanya saya ingin membakar semua buku-buku Kang Pepih yang saya miliki. Hati nurani saya berontak ketika mengetahui apa yang dituliskan oleh Kang Pepih dalam buku-bukunya yang inspiratif tersebut ternyata tidak sesuai dengan tindakannya. Antara pemikiran dan tindakan Kang Pepih dalam menyikapi kasus PK alias Gayus Tambunan justru saling bertolak belakang. Gara-gara sikap Kang Pepih yang lebih membela dan melindungi PK, I dan V maka saya harus percaya bahwa "You are NOT always What you write..."

Kang Pepih tentunya masih ingat dengan artikelnya yang yang sangat inspiratif berjudul “Kompasiana sebagai Media "Whistle Blower" Paling Berpengaruh”. Jika Kang Pepih sudah lupa, maka dengan senang hati saya akan mengutipkannya untuk anda. Kebetulan saya melaminating artikel Kang Pepih tersebut dan menempelkannya di ruang kerja saya.

“Bisakah media arus utama menjadi media "whistle blower" oleh seseorang yang bermaksud mengungkap aib di lingkungan institusinya untuk kepentingan orang banyak? Tentu saja bisa dan ini cerita lama.

Pertanyaan sama diajukan, bisakah media sosial seperti Kompasiana ini menjadi "whistle blower" oleh seseorang yang bermaksud membongkar kebobrokan atau ketidakadilan pada suatu institusi di mana dia bekerja? Jawabannya juga sama; bisa! Bedanya, pada media warga seperti Kompasiana, tanggung jawab ada pada penulisnya alias si pengungkap aib (Kompasianer).

Apakah si pengungkap aib itu layak dimasukkan sebagai "penulis pengecut" karena tidak bersedia menunjukkan identitasnya? Kita bisa berdebat di sini. Bagi saya, upaya menulis dan mengungkap aib yang ada di sekitarnya, apalagi menyangkut kepentingan orang banyak, adalah suatu keberanian tersendiri terlepas dari ia secara "pengecut" menyembunyikan identitasnya. Kalau dengan nama terang atau identitas jelas, bisa jadi dia sedang melakukan bunuh diri atau paling ringan "sok jagoan".

Dengan demikian, satu lagi keunggulan Kompasiana sebagai media warga, yaitu telah bertumbuh sebagai media "whistle blower" alias pengungkap aib dalam sebuah institusi untuk kebaikan orang banyak. Tujuannya bukan semata-mata memfitnah atasan atau kolega, tetapi mengungkap kebrobrokan sistem koruptif yang mengingkari keadilan.

Anda ingin menjadi bagian dari "whistle blower" untuk kepentingan orang banyak? Hero inside alias ada dalam diri Anda sendiri sebagai penulis.”

Kini berdasarkan artikel inspiratif Kang Pepih di atas, saya ingin kembali bertanya pada Kang Pepih, apakah menurut Kang Pepih yang telah dilakukan oleh Tomy Unyu-Unyu dan Tante Liza sikap seorang Hero atau Pecundang?

Kang Pepih yang saya hormati

Saya berharap, Kang Pepih tidak sedang pura-pura lupa ketika menyanggupi permintaan I untuk menghapus artikel Tomy Unyu-Unyu yang mempublish foto kopdar I, V dan Gayus Tambunan di sebuah restoran mewah. Begitu juga saya berharap Kang Pepih dalam keadaan sadar yang sesadarnya ketika menyetujui penghapusan foto milik Tante Liza yang mengungkap fakta baru bahwa Gayus Tambunan menyetir mobil dengan didamping I dan V. Karena jika Kang Pepih melakukannya dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dari pihak manapun, artinya posisi Kang Pepih sangat jelas ingin “melindungi” Koruptor. Dengan kata lain, dengan menghapus artikel Tomy dan foto Tante Liza, Kang Pepih tega mengingkari hati nurani dan cita-citanya sendiri yang menginginkan Kompasiana menjadi media whistle blower paling berpengaruh.

Jujur saja, hingga detik ini saya masih belum mengerti pilihan sikap Kang Pepih yang lebih memilih "melindungi" Koruptor dan kroninya. Saya berharap, Kang Pepih mampu menjawab pertanyaan yang muncul dalam surat terbuka ini.

[caption caption="Gayus sedang menyetir (Sumber Kompasiana/Tante Liza)"]

[/caption]

Kang Pepih yang saya hormati

Langkah Kang Pepih yang lebih memilih "melindungi" akun PK, I dan V yang jelas-jelas memiliki keterkaitan dengan Gayus Tambunan menimbulkan tanda tanya besar. Boleh jadi, Kang Pepih ingin memberi obat mujarab untuk jajaran Admin Kompasiana yang merasa kecolongan. Tapi tindakan Kang Pepih juga telah menimbulkan rasa sakit dan kemarahan pada diri Kompasianer pejuang yang selama lantang berteriak anti korupsi. Apalagi tindakan admin yang menerapkan politik belah bambu dengan meng-HL-kan artikel-artikel yang membela admin, PK dan kroninya serta menyingkirkan artikel-artikel yang menyorot Gayus Tambunan semakin menyakiti para pejuang Kompasianer.

Apakah Kang Pepih tahu, Admin sepertinya sengaja menciptakan perang terbuka untuk melawan para Kompasianer pejuang anti korupsi.

Sekali lagi, keberpihakan admin pada akun-akun pembela PK, I dan V justru semakin mengobarkan semangat perang para Kompasianer pejuang untuk melawan korupsi beserta semua kebobrokannya. Jadi, jika admin tetap memposisikan dirinya berpihak pada salah satu pihak yang sedang “bertikai” maka dapat dipastikan Kompasiana tidak akan mampu mewujudkan cita-citanya sebagai media whistle blower paling berpengaruh. Langkah admin yang terus-menerus membahagiakan pihak PK dan kroninya serta memberi rasa sakit pada pihak Kompasianer pejuang justru sangat membahayakan keberlangsungan Kompasiana.

Kang Pepih pasti tahu dan sangat sadar bahwa kasus Gayus Tambunan yang bisa berhaha-hihi di Kompasiana sangat mencoreng kredibilitas Kompasiana dan Kompas Group. Kang Pepih pasti tahu dan sangat sadar bahwa kasus Gayus Tambunan bukanlah kasus ecek-ecek, tapi merupakan kasus nasional. Kang Pepih pasti tahu dan sangat sadar bahwa kasus Gayus Tambunan lebih dahsyat dibandingkan kasus Tempo dengan Jilbab Hitamnya, Anggito Abinya dengan Penulis UGM-nya, dan Ardi Bakrie dengan Susi Avivah-nya. Buktinya, ketika hampir semua media mainstream yang merupakan kompetitor Kompas menjadikan kasus Gayus Tambunan sebagai Headline, Kompasiana dan Kompas justru memilih “bersembunyi”.

Ada apa dengan Kompas dan Kompasiana? Saya khawatir akibat kasus Gayus, Kompasiana mendapat stigma sebagai Pelindung Koruptor dan memfasilitasi Koruptor untuk berinteraksi dengan dunia di luar penjara.

[caption caption="Kopdar Gayus Tambunan (Sumber Kompasiana/Suka Ngeblog)"]

[/caption]

Kang Pepih yang saya hormati

Sebagai salah seorang Kompasianer yang begitu mencintai Kompasiana, saya ingin mengingatkan kembali kepada Kang Pepih agar kembali ke cita-cita awal, untuk menjadikan Kompasiana sebagai media whistle blower paling berpengaruh. Pilihlah admin yang benar-benar professional, yang berpihak pada kebenaran dan hati nurani. Admin yang benar-benar mampu bersikap netral dan mengerti tentang visi dan misi Kompasiana. Bukan admin berpihak pada sosok akun Koruptor yang akhirnya akan memecah belah Kompasiana.

Demikian surat terbuka ini saya tulis dengan perasaan yang campur aduk antara kecewa, marah dan prihatin melihat langkah-langkah admin yang semakin menjauh dari visi-misi Kompasiana sebagai rumah sehat. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pemberi Petunjuk selalu berkenan untuk memberi petunjuknya kepada Kang Pepih dan seluruh jajaran admin Kompasiana untuk kembali ke jalan yang benar. Semoga kasus penyusupan Gayus Tambunan ke dalam Kompasiana mampu menjadi pelajaran berharga bagi Kang Pepih dan seluruh jajaran admin Kompasiana untuk selalu berpegang teguh pada rasionalitas dan hati nurani. Semoga surat terbuka ini mampu memberikan pencerahan kepada Kang Pepih dan seluruh jajaran admin Kompasiana untuk selalu mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Atas perhatian dan kerjasamanya selama ini saya ucapkan banyak terimakasih. Jika ada tutur kata, kosa kata dan tata bahasa yang tidak berkenan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Harapan saya, semoga Kang Pepih berkenan membalas surat terbuka ini dengan sejujur-jujurnya. Dan sebagai penutup surat terbuka ini, saya ingin menyitir sebuah hadist riwayat Imam Muslim "Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan".

Wassalamu’alaikum wr.wb

A.L.A Indonesia

NB : Ikuti Event Surat-menyurat di Sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun