Mohon tunggu...
A.L.A.Indonesia
A.L.A.Indonesia Mohon Tunggu... Dosen, Peneliti, Petualang, Penonton Sepakbola, Motivator, Pengusaha HERBAL -

"Jika KOMPASIANER tak punya nyali menuliskan kebenaran, ia tak ubahnya manusia tanpa ruh. Ia seperti mayat-mayat hidup. Catat! Jika kita berjuang mungkin kita tidak selalu menang, tapi jika kita tidak berjuang sudah pasti kita kalah. http://blasze.tk/G9TFIJ

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS, Membangun Kembali Semangat Gotong Royong yang Memudar

5 Agustus 2015   08:45 Diperbarui: 5 Agustus 2015   08:45 1525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Prinsip gotong-royong BPJS (Sumber modifikasi dokpri)"][/caption]

Dulu, kita sering mendengar ungkapan satir yang mengatakan “orang miskin jangan sakit”, atau berita di media cetak dan elektronik yang mengabarkan pasien yang terpaksa menjual tanah dan rumahnya demi mengobati penyakitnya. Dan kita juga pernah mendengar berita tentang pasien miskin yang meninggal karena rumah sakit menolak menanganinya. Sebuah ungkapan dan berita yang menunjukkan betapa mahalnya biaya untuk berobat.

Kita juga tentu masih ingat ketika untuk pertama kalinya Jokowi meluncurkan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) di DKI Jakarta, ribuan orang berbondong-bondong menyerbu rumah sakit. Orang yang dulunya tidak pernah mau berobat pun akhirnya ikut berobat. Bahkan tak sedikit pula orang yang hanya menderita ringan pun ikut antri di rumah sakit, euforia memanfaatkan program KJS. Akibatnya, banyak rumah sakit yang akhirnya memilih mengundurkan diri dari keikutsertaannya di KJS karena merasa rugi melihat euforia masyarakat Jakarta memanfaatkan KJS.

Program KJS bisa jadi merupakan awal dari pembangunan kesehatan yang mampu menyentuh masyarakat miskin. Kelompok masyarakat miskin yang biasanya tak tersentuh pembangunan, mulai mendapat perhatian yang tinggi ketika Jokowi memimpin Jakarta. Sehingga sangat wajar ketika masyarakat meluapkan kegembiraannnya dengan berbondong-bondong mendatangi rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya.

Runtuhnya budaya gotong royong

Era reformasi secara kasat mata mampu meluluhlantakkan seluruh system yang dibangun oleh Orde Baru termasuk budaya gotong-royong. Semangat kebersamaan dan saling tolong menolong mulai memudar dan diganti dengan system individualistis. Saat ini, sulit rasanya menemukan senyum ramah masyarakat yang penuh ketulusan dan keramahan. Yang sering kita lihat justru wajah-wajah “sangar” tanpa belas kasihan. Wajah-wajah penuh dengan kecurigaan, iri dan dengki. Rasa persaudaraan yang dulu begitu kokoh, kini seperti hilang tak berbekas.

[caption caption="Gotong-royong membangun masjid (Sumber desamembangun.or.id"]

[/caption]

Dulu, ketika ada warga masyarakat yang mengalami musibah dan kesusahan maka warga lainnya juga ikut merasakan kesusahannya sehingga antar warga pun bahu membahu, saling tolong menolong meringankan kesusahan tersebut. Tak ada pamrih apapun. Tapi, lihatlah kondisi sekarang. Antar tetangga tak saling kenal, saling acuh tak acuh. Budaya individualisme sangat mendominasi. Maka yang terjadi yang kuat makin kuat, sedangkan yang lemah makin lemah. Jurang pemisah pun makin lebar karena yang kaya makin kaya, sementara yang miskin pun makin jatuh miskin.

Semangat kebersamaan dan gotong-royong “dibunuh” secara perlahan oleh persaingan individu yang menghasilkan pameran kekayaan. Budaya hedonisme dan konsumersime “menghantam” semangat kebersamaan dan gotong-royong tanpa belas kasihan. Kampanye untuk memiliki berbagai produk dan barang “wah” jauh lebih marak dan diminati dibandingkan kampanye gerakan solidaritas nasional. Ciri kebersamaan dan kedamaian yang menghindari persaingan sebagai ciri hidup gotong-royong dan kebersamaan tidak mendapat perhatian. Semangat gotong-royong benar-benar memudar dan hanya tinggal sejarah.

[caption caption="Gotong-royong membangun rumah warga (Sumber infopublik.id)"]

[/caption]

Hingga akhirnya…..lahir program kesehatan partisipasif dan gotong-royong bernama Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 1 Januari 2014. Program tersebut diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang bertanggungjawab langsung pada presiden. Pembentukan BPJS mengacu pada UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan /atau anggota keluarganya.

Untuk melaksanakan fungsi menyelenggarakan jaminan kesehatan sesuai dengan amanat UU No. 24 tahun 2011 pasal 10, maka BPJS bertugas:

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja
c. Menerima bantuan iuran dari pemerintah
d. Mengelola dana jaminan social untuk kepentingan peserta
e. Menumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan social
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan social
g. Memberi informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan social kepada peserta dan masyarakat

Sebagai badan hukum publik yang bertanggungjawab langsung pada presiden maka dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan, BPJS menganut asas dan prinsip kemanusiaan, manfaat, keadilan, gotong-royong, nirlaba, kehati-hatian, keterbukaan, akuntabilitas dan hasil pengelolaan dana jaminan social dipergunakan seluruhnya untuk penegmbangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta..

Setahun perjalanan BPJS

[caption caption="Ria Irawan penderita kanker peserta BPJS (Sumber liputan6.com)"]

[/caption]

Meskipun baru setahun berjalan, namun BPJS sudah banyak membantu masyarakat dalam mengatasi risiko ekonomi karena sakit. Banyak peserta yang diselamatkan dari beban biaya cuci darah, operasi jantung, pengobatan kanker, pengobatan stroke, hepatitis, thalasemia, hemophilia dan berbagai penyakit kronis berbiaya tinggi lainnya. Berdasarkan evaluasi dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), BPJS kesehatan mampu memenuhi semua target kinerja yang diberikan sesuai dengan indicator UKP4. Data tahun 2014, peserta BPJS sudah mencapai 133 juta jiwa melebih dari yang ditargetkan sebesar 121 juta jiwa. Hingga 24 Juli 2015, peserta BPJS sudah mencapai 149 juta jiwa. Melihat animo masyarakat yang sangat besar maka diprediksi pada akhir tahun 2015 peserta BPJS akan mencapai 168 juta jiwa.

[caption caption="Cuci darah dibiayai BPJS (Sumber liputan6.com)"]

[/caption]

Namun, sejalan dengan terus meningkatnya animo masyarakat untuk menjadi peserta BPJS, perlu diwaspadai juga ancaman BPJS Kesehatan bangkrut. Berdasarkan hasil audit, sampai dengan 31 Desember 2014 pendapatan iuran mencapai 40,72 triliun rupiah sedangkan realisasi pengeluaran biaya manfaat sebesar 42,65 triliun rupiah. Artinya, dana yang tersedia dari iuran peserta sudah tidak mencukupi. Jika BPJS Kesehatan terus mengalami kerugian dan akhirnya tidak mampu lagi membayar pelayanan kesehatan tentu akan menimbulkan gejolak social yang sangat membahayakan. Apalagi pada tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia wajib menjadi peserta BPJS. Jadi, ancaman kebangkrutan BPJS Kesehatan ini perlu diwaspadai dan bahkan harus bisa dicegah dari sekarang.

Transformasi PT Askes menjadi BPJS

[caption caption="Transformasi Askes menjadi BPJS (Sumber presentasi BPJS)"]

[/caption]

BPJS Kesehatan, merupakan hasil transformasi PT Askes Indonesia. Sebagai BUMN, PT Askes bertanggungjawab pada Menteri BUMN, sedangkan BPJS sebagai badan hukum publik bertanggunggungjawab pada presiden. Sebelumnya, PT Askes hanya bertugas memberi jaminan kesehatan kepada PNS, TNI, Polri dan Penerima Pensiun PNS/TNI/Polri. Kini setelah berubah menjadi BPJS melayani seluruh penduduk yang mencakup lima kelompok masyarakat sekaligus, yaitu kelompok peserta PT (Persero) Askes Indonesia yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun (PNS /PP), kelompok peserta PT (Persero) Jamsostek, yang terdiri dari para karyawan swasta, peserta program Jamkesmas di berbagai daerah serta masyarakat yang tidak mampu yang tercakup dalam program Penerima Bantuan Iuran (PBI), serta peserta mandiri, yaitu perorangan yang mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Jika tarif pada PT Askes ditetapkan oleh SK Menteri Kesehatan atas usulan PT Askes maka tarif BPJS menggunakan pola INA-CBGs ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atas usulan Tim Nasional Casemix Center Kementerian Kesehatan.

Testimoni Manfaat BPJS

[caption caption="Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (Sumber presentasi BPJS)"]

[/caption]

Sebagai salah seorang peserta BPJS saya sudah merasakan besarnya manfaat dari program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS. Saya sudah menggunakannya di fasilitas kesehatan tingkat pertama saat saya dan anak saya mengalami sakit. Dan kini, dengan menjadi peserta BPJS, saya tak perlu khawatir dan panik jika sewaktu-waktu menderita sakit yang butuh perawatan.

Ayah saya yang merupakan pensiunan PNS juga merasakan manfaat yang besar dari BPJS. Sebagai penderita gagal ginjal, ayah saya harus menjalani cuci darah seminggu 2 kali. Bayangkan saja, jika sekali cuci darah harus mengeluarkan biaya Rp 900.000, maka dalam waktu sebulan dibutuhkan biaya minimal Rp 7.200.000. Tapi dengan menjadi peserta BPJS maka saya dan ayah saya tidak perlu mengeluarkan biaya. Semuanya gratis karena ditanggung oleh BPJS.

[caption caption="Manfaat BPJS (Sumber presentasi BPJS)"]

[/caption]

Kisah lain terkait manfaat BPJS dituturkan oleh Satria, seorang PNS yang bekerja di sebuah kementerian yang berkantor di Jalan Merdeka Utara. Pada awalnya Satria menganggap remeh keikutsertaannya dalam BPJS Kesehatan. Namun, ia baru menyadari betapa pentingnya kartu BPJS yang dimilikinya setelah menderita penyakit cukup serius, karena syaraf terjepit. Satria langsung bertanya-tanya terkait pemanfaatan kartu BPJS yang dimilikinya ketika memeriksakan diri ke dokter.
“Saya baru saja menjalani operasi saraf terjepit. Sejak awal periksa, dokter spesialis, foto rontgen, maupun pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) semua biaya ditanggung BPJS. operasi pun ditanggung oleh BPJS, hanya kamar saja saya dikenakan share cost karena saya naik level untuk kamarnya,” kata Satria dalam pengakuannya baru-baru ini melalui media sosial.

[caption caption="Alur pelayanan BPJS (Sumber presentasi BPJS)"]

[/caption]

Pengakuan lain terkait manfaat BPJS Kesehatan datang dari Pak Ade yang dua putranya menderita haemophilia. Biaya untuk pengobatan kedua anaknya mencapai 80 juta/minggu. Dengan menjadi peserta BPJS maka Pak Ade tak perlu mengeluarkan biaya karena semuanya ditanggung oleh BPJS.
Selain membiayai pengobatan berbagai macam penyakit yang membutuhkan biaya besar seperti cuci darah, operasi jantung, pengobatan kanker, pengobatan stroke, hepatitis, thalasemia, hemophilia dan berbagai penyakit kronis berbiaya tinggi lainnya, masih banyak manfaat lainnya dengan menjadi peserta BPJS di antaranya:

[caption caption="Pengalaman menggunakan BPJS (Sumber armitafibri.com)"]

[/caption]

Pertama, pelayanan rawat jalan di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik, balai pengobatan, atau praktik pribadi.
Kedua, manfaat rawat jalan tingkat lanjut berupa pemeriksaan dan pengobatan ke dokter spesialis berdasarkan rujukan Faskes I.
Ketiga, pelayanan rawat inap di rumahsakit.
Keempat, pelayanan persalinan bagi peserta yang melahirkan atau istri peserta maksimal tiga kali kelahiran.
Kelima, pelayanan khusus, yaitu rehabilitasi atau manfaat untuk mengembalikan fungsi tubuh.
Keenam, layanan kondisi darurat.

Keenam manfaat tersebut merupakan layanan standar yang sama bagi seluruh peserta BPJS. Pemerintah menunjuk PPK dari Sabang hingga Merauke. Pembedaan layanan hanya pada ruang rawat inap. Ruang rawat kelas III diperuntukkan bagi peserta PBI, pekerja bukan penerima upah seperti wiraswastawan, dan peserta bukan pekerja. Sedangkan ruang rawat inap kelas II bagi PNS/TNI/Polri dan pensiunan golongan I dan II, karyawan dengan gaji maksimal dua kali penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan status kawin beranak satu. Adapun kelas I diperuntukkan bagi pejabat negara, PNS/TNI/Polri dan pensiunan golongan III dan IV, dan pekerja penerima gaji lebih dari dua kali PTKP berstatus kawin satu anak. Rawat inap yang ditanggung maksimal selama 60 hari per kasus per tahun, termasuk perawatan di unit perawatan intensif (ICU). Tanggungan sudah termasuk biaya dokter dan obat yang terkait dengan penyakit.

[caption caption="BPJS Wujudkan gotong-royong (Sumber presentasi BPJS)"]

[/caption]

Kini, Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS Kesehatan telah berjalan setahun lebih. Manfaat yang diterima masyarakat peserta BPJS terus mengalami peningkatan. Prinsip gotong rorong dan saling tolong menolong yang sempat memudar, kini seperti bangkit kembali. Yang sehat membantu yang sakit. Cukup dengan mengeluarkan sedikit uang layaknya sedekah, namun dapat memberikan manfaat yang sangat besar untuk kesehatan masyarakat. Dan untuk mencegah kebangkrutan karena terus merugi, BPJS harus mengantisipasi kemampuan pendanaan dan menemukan sistem pelayanan kesehatan yang efisien. Tentu saja sosialisasi proteksi pencegahan penyakit dengan membudayakan hidup sehat harus terus dikampanyekan secara nasional hingga ke pelosok-pelosok desa. Dengan menjadi peserta BPJS, mari kita hidupkan kembali prinsip gotong-royong dan saling tolong menolong untuk menyongsong generasi emas yang sehat.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun