Kompasiana, Matraman - Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Matraman mengadakan kajian terkait kenaikan BBM. Walhasil dari kajian tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi kepada pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla ataupun pihak terkait tentang kenaikan BBM yang diumumkan Bapak Presiden Jokowi [17/11/14]
Konstitusi mengatur harga BBM sebagai barang strategis tidak seharusnya mengikuti harga minyak dunia, karena BBM adalah konsumsi masyarakat luas, maka sudah seharusnya pemerintah mengatur harga ada dapat terjangkau masyarakat luas. Selain itu kenaikan harga BBM seharusnya diikuti dengan rencana kebijakan yang dapat menanggulangi dampak kenaikan harga yang secara tidak langsung akan menurunkan daya beli masyarakat. Hingga hari ini kami tidak melihat paket kebijakan dari pemerintah yang benar-benar dapat menanggulangi dampak tersebut.
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dibungkus dalam Program Keluarga Produktif (PKP) pun jauh dari kondisi dapat menanggulangi dampak karena hanya menjangkau 430.000 kepala keluarga dengan uang Rp 200.000,- perbulan, sementara masyarakat miskin Indonesia berjumlah 28 juta orang.
Masalah subsidi BBM akan terus berkaitan dengan harga bahan pokok, BBM naik dampaknya harga bahan pokok perlahan ikut naik, hal ini semakin diperparah dengan mahalnya ongkos logistik barang pokok, yakni sebesar 50% sd 70% dari harga produk.
Melihat secara lebih luas, permasalahan utama subsidi ini adalah ketergantungan yang sangat kronis terhadap BBM, maka sudah seharusnya pemerintah melakukan percepatan pengembangan Energi Baru dan Terbarukan, terutama Biofuel, karena Indonesia sejatinya dijuluki sebagai “Arab Saudinya Biofuel”.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Koordinator Zona Matraman dan Presiden Mahasiswa Se-Matraman menyatakan sikap :
Menolak Kenaikan Harga BBM sampai pemerintah melaksanakan hal-hal berikut :
1. Adanya peningkatan kinerja Bulog secara signifikan untuk mengefisienkan rantai pasok dan pengendalian harga bahan pokok yang terintegrasi dari pusat sampai daerah dengan indikator ongkos logistik dari harga pokok adalah hanya 30-35% dari harga barang dari produsen pertama.
2. Adanya kesiapan dari 28 juta masyarakat Indonesia di lapisan ekonomi terbawah dalam menghadapi kenaikan harga BBM bersubsdi sehingga mereka masih memiliki daya beli yang cukup untuk mengakses kebutuhan pokok dan akses untuk melanjutkan hidup 3. Adanya trasparansi alokasi dana kenaikan BBM untuk pemberdayaan masyarakat
REKOMENDASI JANGKA PENDEK :
1. Adanya kenaikan pajak yang signifikan untuk perusahaan produsen kendaraan dengan bahan bakar BBM sekaligus pengendalian dan pemotongan jumlah pembelian mobil baru di Indonesia.
2. Mengkaji ulang ongkos cost recovery yang merugikan negara.