NU Fashion Week: Pantaskah?
Baru-baru ini kita digemparkan oleh pertunjukan aneka fashion khas NU kekinian. Tak tanggung-tanggung, bahkan pertunjukan fashion tersebut banyak diikuti oleh perwakilan gus atau ning pesantren-pesantren besar di jawa timur. Macam Lirboyo, Genggong, dan PP Syaikhona Kholil Bangkalan. Yups, memang event tersebut ditenggarai oleh PWNU Jatim sehingga yang hadir hanya dari kalangan gus-gus atau ning-ning yang dari Jawa Timur saja.
Sebagaimana pernyataan dari Kh Marzuki bahwa diadakannya fashion tersebut tentu tak terlepas dari niat baik NU structural Jawa Timur. Menurut beliau kalau seumpama kita tidak tampil dalam bidang fashion maka masyarakat ditakutkan akan mengikuti tren fashion yang keliru. Oleh karena itu, event NU Fashion Week tersebut terlaksana.
Tanpa melupakan niatan baik tersebut perlu kita ingat bahwa Rasulullah bersabda:
" Â Saat kiamat sudah dekat, nanti umatku sehasta demi sehasta, sedepa demi sedepa akan mengikuti budaya umat sebelum mereka."
Nah, pertanyaannya budaya siapa sebenarnya fashion tersebut? Pantaskah digunakan untuk media dakwah? Padahal Allah saja berfirman:
Sebagaimana firman Allah dalam kitab suci al-Qur'an:
"Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." [An-Nahl/16:125]
Oleh karena itu, kalau tujuannya adalah dakwah maka caranya harus dengan cara benar dan adanya indikasi negatif bila tidak melakukannya. Semisal ada kumpulan santri yang tampil dengan fashion salah dll. Agak tidak etis-lah kalau tanpa ada hujan, tanpa ada angin fashion week khas NU itu terlaksana.
Apalagi kita sebagai seorang santri harus hati-hati dalam memilih media dakwah sekiranya tidak keluar dari batas rel yang didawuhkan oleh KH. Hasani Nawawi Sidogiri:
"Berdasarkan peninjauan tindak langkahnya adalah orang yang berpegang teguh dengan al-Qur'an
dan mengikuti sunnah Rasul serta teguh pendirian. Ini adalah arti dengan bersandar sejarah
dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan diubah selama-lamanya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui
atas kebenaran sesuatu dan kenyataannya."
Memang budaya adalah momok paling menakutkan yang akan menghancurkan umat Islam saat kiamat hampir datang. Beliau menggambarkan bahwa kelak saat zaman telah diujung tanduk, umat Islam akan mengalami pergeseran atau pencampur adukan budaya yang tak pernah disadari.
Toh, meskipun Allah sendiri sudah memberi peringatan keras agar tidak gampang ikut pada budaya yang kita sendiri nggak tahu akan kebenarannya:
" Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati akan dimintai pertanggung jawaban."
Kesimpulannya, tulisan ini hanya sebatas ketidak-setujuan pemikiran saja. Tentunya tanpa mengurangi rasa hormat pada gus-gus atau ning-ning yang ikut nimbrung menyukseskan acara tersebut.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H