Kredibilitas seseorang dalam menekuni suatu ilmu pengetahuan sangat di pengaruhi dengan apa-apa yang menunjang keilmuan tersebut. Bisa di bilang seorang pakar tertentu tidak akan bisa menyelesaikan proyeknya kecuali dengan bantuan pakar dalam bidang lainnya. Sebagai contoh adalah seorang sipil akan sangat membutuhkan gagasan dan rancangan arsitek.
Seorang arsitek tidak harus menguasai ilmu sipil begitupun sebaliknya. Itu mengindikasikan bahwa tidak ada prasyarat khusus menguasai teknik sipil bagi arsitek, begitu juga tidak ada prasyarat khusus menguasai arsitektur bagi sipil.
Semua hal itu tidak berlaku bagi ilmu Bahasa Arab. Bahasa arab menjadi prasyarat bagi seorang yang ingin mendalami ilmu agama terlebih khusus ilmu tafsir dan ilmu hadits. Bahasa arab disini bukan berarti yang penting bisa berbahasa arab seperti kalam maupun kitabah, ataupun ketrampilan lainnya, akan tetapi menguasai ilmu cabang bahasa arab seperti nahwu, shorof, balaghah dan lainnya.
Seorang tidak akan bisa menjadi mufassir maupun muhaddits sebelum menguasai nahwu, karena dengan nahwu ia akan bisa memaknai kalam Illahi dan hadits Rasul. Syech Syarifuddin Al-Imrity dalam mandlumah Imrity mengatakan:
--
--
Bagaimana seorang dapat memahami makna-makna Al-Qur'an
Dan haditd yang lembut maknanya
Nahwu adalah pertama dan paling utama untuk di pelajari
Karena tanpanya Al-Qur'an tidak dapat dipahami
Maka para ulama menjelaskan bahwa wajib bagi seorang yang mempelajari tafsir Al-Qur'an agar mempelajari Ilmu Nahwu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H