Bagi saya sendiri, melonjaknya kembali nama Didi Kempot pada masa kini, telah dipengaruhi oleh segmentasi-segmentasi budaya populer, khususnya di kalangan anak muda. Segmentasi-segmentasi tersebut adalah segmentasi atas konsistensi lokal, Influencer, dan keviralan.
Dalam segmentasi atas konsistensi lokal, sosok Didi Kempot sebenarnya sudah melekat begitu lama oleh pendengar setianya. Preferensi usia pendengarnya, didominasi oleh kalangan orang dewasa di sekitaran Jawa Tengah, Yogyakarta, serta Jawa Timur.
Segmentasi berikutnya adalah pengaruh dari Influencer. Segmentasi tersebut merupakan titik balik popularitas baginya dalam menggenggam penikmat anak-anak muda.
Pada 14 Juli 2019, penyiar radio dan selebtwit kawakan idola anak muda, Gofar Hilman, mengadakan acara Ngobrol Bareng Musisi (Ngobam) bersama Didi Kempot di Wedangan Gulo Klopo, Surakarta. Berawal dari rasa penasaran terhadap pelantun lagu-lagu campursari tersebut, Gofar mengundang beliau dan berbincang-bincang sambil live music.
Mengutip dari media IDN Times Jateng, bagi Gofar sendiri bahwa "Didi Kempot adalah kultur, aset budaya, dimana kalian mendengarkan Punk Rock, lalu ketika patah hati balik bersenandung Cidro". Tak menyangka, animo anak muda atau kalangan millennials ramai berbondong-bondong datang ke acara tersebut.
Setelah acara diberlangsungkan, kehadiran Didi Kempot di linimasa platform media sosial menjadi viral. Pada salah satu video di postingan akun Twitter, terdapat sosok pemuda yang menangis dan berjoget sambil berteriak "Badjingan...", di saat Didi Kempot menyanyikan lagu pamungkasnya.
Keviralan tersebut berlanjut hingga ke beberapa media sosial lainnya. Didi Kempot menjadi kiblat alternatif baru sebagai musisi yang digandrungi oleh kebanyakan anak muda di Indonesia.
Tak sampai disitu, kepopularitas Didi Kempot juga mempengaruhi atas perkembangan ranah musik populer berbahasa Jawa. Singkatnya, beliau merupakan suatu tanda intensifikasi musik Jawa populer terhadap industri musik pop di Indonesia. Kemasan lirik yang egaliter, banyak musisi dari musik tersebut mendapatkan panggung yang lebih luas.
Produk-produk musisi dari musik Jawa Populer pun begitu beragam. Mulai dari produk musisi Jawa Populer yang sudah melenggang sebelumnya, seperti; Nella Kharisma, NDX Aka, Guyon Waton, Pendhoza (dll.), hingga musisi-musisi terbaru, seperti: Denny Caknan, Dwi Putra, Happy Asmara, Hendra Kumbara, dan masih banyak yang lainnya.
Intensifikasi itu tidak hanya mempengaruhi industri musik nasional, namun juga terhadap aspek komunitas sosial. Anak-anak muda bersatu atas sepenanggungan sama rata dan sama rasa terhadap kesedihan hati yang membuat komunitas yang disebut "Sobat Ambyar". Dari komunitas itulah, muncul fenomena istilah "Sad Boy" bagi kalangan anak muda laki-laki, serta istilah "Sad Girl" bagi kalangan anak muda perempuan.
Hasilnya, intensifikasi tersebut mendatangkan lonjakan penghasilan oleh Didi Kempot yang berbeda pada sebelumnya. Lagu-lagu beliau mulai dikenalkan ke dalam kemasan musik digital berlangganan, seperti; Youtube Music, Deezer, dan Spotify.