Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Peneliti Ilmu Kehidupan Sehari-Hari

Pemerhati lintas zaman dan gaya hidup. Gemar mengamati diskursus budaya populer (Pop Culture), komunikasi politik, musik, dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Didi Kempot dan Intensifikasi Musik Jawa Populer

8 Mei 2020   08:00 Diperbarui: 8 Mei 2020   08:54 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepergian sang legenda campursari, Didi Kempot, telah menjadi duka yang mendalam bagi jagat musisi dan hiburan di tanah air. Pada hari selasa, 5 Mei 2020 pukul 07.45 WIB, lelaki yang bernama lengkap Didik Prasetyo (Dionisius Prasetyo), menghembuskan napas terakhir di RS Kasih Ibu Surakarta, akibat henti jantung (code blue asma). Didi Kempot meninggal dunia, ketika kita lagi sayang-sayangnya terhadap karya-karya campursari-nya yang begitu menyayat di hati.

Kepergiannya tersebut, mengingatkan kita tentang perjalanan karirnya sebagai seniman di bidang musik campursari. Pada tahun 1984, Didi Kempot memulai karir bermusik sebagai musisi jalanan.

Berdendang dari Surakarta hingga Jakarta, seseorang yang dijuluki "The Godfather of Broken Heart", memainkan genre campursari sebagai langkahnya dalam bermusik, bukanlah suatu tanpa sebab apapun.

Menurut Didi Kempot, memilih musik campursari merupakan suatu langkah apresiasi dan rasa prihatin baginya, karena hanya sedikit anak muda yang tertarik terhadap musik kontemporer yang awalnya dipopulerkan oleh Manthous tersebut.

Berbeda dengan para pendahulu musik campursari lainnya, Didi Kempot cenderung mengemas campursari dengan balutan lagu-lagu yang bertemakan urusan percintaan dan patah hati.

Pada debut rekaman lagu musik pertamanya yang berjudul "Cidro", Didi bersenandung tentang manusia yang pasti pernah mengalami sakit hati dan ingkar janji oleh sang kekasih.

Akan tetapi, tak jarang pula beliau membawakan lagu-lagu yang bertemakan representatif sebuah daerah, seperti "Stasiun Balapan", "Pantai Klayar", "Terminal Kertonegoro", dan masih banyak lagi. Tentunya tidak lupa juga menyelipkan makna-makna cinta.

Selama rentang hingga dekade 2000-an, Didi Kempot semakin dikenal oleh khalayak penikmat musik, terutama di beberapa daerah di Pulau Jawa, bahkan sampai ke negara Belanda dan Suriname.

Pasang-surut dan naik-turun peminat musiknya, tentu merupakan tantangan bagi beliau. Selama itu pula beliau tetap bertahan dan terus berkonsisten dalam pusaran campursari. Hingga tiba saatnya, nama Didi Kempot kembali mencuat pada permukaan musik populer di Indonesia.

Pada rentang di atas 2010-an, popularitas Didi Kempot meningkat. puncaknya pada pertengahan tahun 2019, di tengah meningkatnya konsumsi masyarakat akan media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun