Mohon tunggu...
Al HibniFadhil
Al HibniFadhil Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

al hibni

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelecehan Seksual di Dunia Cyber

2 Januari 2022   22:23 Diperbarui: 2 Januari 2022   22:45 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelecehan Seksual di Dunia Cyber

Tak dapat dipungkiri bahwa kasus pelecehan seksual merupakan kasus yang sangat marak terjadi di dunia nyata maupun di media sosial, pelecehan seksual merupakan suatu tindakan kriminal yaitu dengan cara melakukan pendekatan pendekatan yang berbau seks yang tak diinginkan, termasuk kepada permintaan melakukan seks, bahkan tindakan tindakan secara fisik maupun verbal yang merujuk kepada seksualitas, dan juga tindakan kearah seks yang menyebabkan ketidaknyamanan dari satu pihak, baik secara lisan atau perbuatan. Hal inipun diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pelecehan seksual terbagi menjadi dua yaitu non verbal dan verbal, pelecehan non verbal ini berhubungan dengan sentuhan fisik. Melecehkan seseorang dengan kedua tangan dan matanya kepada orang lain. Dapat diakibatkan dari kesengajaan dan tidak disengaja oleh korbannya sendiri.

Sedangkan pelecehan verbal merupakan perilaku yang kerap terjadi baik di dunia nyata maupun sosial media, karena pelecehan verbal ini terjadi kadang tanpa sepengetahuan kita, karena sering dibungkus dengan kata candaan. Di media sosial, kita sering sekali membaca komentar bernada cabul yang mengomentari bentuk atau ukuran tubuh seseorang. Komentar ini juga termasuk komentar lelucon atau becandaan yang mengarah kepada hal seksual. Misalnya adalah kasus viral komentator sepak bola yang mengeluarkan lelucon bernada seksual kepada penonton sepak bola perempuan. Ini sangat membuat tidak nyaman orang yang menjadi target komentar dan lelucon tersebut, termasuk orang lain yang mendengarnya.

Jika dilihat dari realitas sekarang wanita yang sering menjadi korban atas tindakan kriminal ini, meskipun begitu pria pun tak luput menjadi korban atas tindakan ini, karena jika membahas perihal pelaku dan korban, yang harus digaris bawahi adalah pelaku pelecehan seksual bisa siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, Pendidikan, budaya, agama dan lain nya, dan korban perilaku pelecehan seksual dianjurkan mencatat kronologi atau setiap insiden, termasuk identitas pelaku, lokasi, waktu, perilaku yang dianggap tidak menyenangkan atau menggangu kenyamanan dan yang terakhir adalah saksi, saksi disini bisa saja seseorang yang melihat kejadian atau seseorang yang diinformasikan akan kejadian saat terjadi pada korban.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan internet kasus pelecehan seksual ini ssemakin marak, karena modernitas atau teknologi canggih mendorong berbagai aplikasi sosial media yang dapat diakses oleh berbagai kalangan. 

Teknologi yang berkaitan dengan media sosial pun mulai booming di Indonesia pada tahun 2010 an, yang dimana banyak sekali platform media sosial yang hadir di kalangan masyarakat, seperti facebook, YouTube, BBM dan lain lain, seiring berjalan nya waktu dilihat pada realitas sekarang banyak pelecehan seksual yang terjadi di media sosial, seperti di Whattsaap, Instagram, TikTok dan lain lain. 

Dasar hukum yang mengatur tentang pelecehan seksual di sosial media ada dalam Pasal 27 Ayat 1 UU ITE. Pasal ini mengatur tentang pelarangan dalam hal penyebaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Barang siapa yang melakukan seperti yang telah di jelaskan dalam pasal 27 ayat 1 UU ITE maka akan dijerat dengan pasa ini jika melanggar. 

Dalam Undang-Undang Nomer 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 45 Ayat 1 mengatur hukuman yang dilakukan oleh pelaku pelecehan seksual atau tindakan yang menyangkut kesusilaan di Pasal 27 Ayat 1 UU ITE yang berbunyi " setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 Ayat (1), (2), (3), dan ayat (4), dipidana penjara paling lama 6 (enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 

Di luar penerapan sanksi hukum yang tegas dan konsisten, untuk memperkuat dan membangun efek jera di kalangan para predator seksual, satu hal yang perlu dipikirkan ialah bagaimana membangun sanksi sosial yang kuat dari masyarakat. Berbeda dengan hukum formal yang didasarkan pada ketentuan peraturan-perundangan yang berlaku, sanksi sosial sifatnya lebih mengacu pada adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat. Sanksi sosial lebih merujuk pada norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Di masyarakat, sanksi sosial sering kali lebih efektif meregulasi perilaku masyarakat yang berpotensi menyimpang atau melanggar norma dan hukum yang berlaku.

Dengan banyaknya kasus kasus pelecehan seksual baik verbal maupun non vernal, yang terjadi di kehidupan nyata bahkan di dunia maya, harapan nya kita bisa belajar darri berbagai kasus yang adda khususnya di Indonesia agar pemahaman tentang seksual ini jangan sampai melenceng, sebisa mungkin untuk mengontrol diri agar tidak berbuat tindakan yang tak senonoh, dan untuk orang orang sekitar kita bahkan kita sendiri pernah terkena pelecehan seksual agar bisa mengangkat kasus itu ke public karena kasus pelecehan seksual merupakan kasus yang sangat keji dan bengis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun