Mohon tunggu...
Al HibniFadhil
Al HibniFadhil Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

al hibni

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Bu Sum, Petani Jagung Tradisional di Era Modern

10 Desember 2021   02:48 Diperbarui: 10 Desember 2021   02:53 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Bantul -Sumiyati atau kerap disapa bu sum, wanita berusia 65 tahun petani jagung tradisional asal Kabupaten Bantul kecamatan Siyangan, dan bukan sekedar bertani, Bu sum juga mengolah hasil pertanian nya sendiri dan menjualnya ke pasar.

Jika dilihat dari corak masyarkat nya Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar dan diakui oleh negara negara luar, sebagian besar penduduk indonesia berprofesi sebagai petani, terkhusus nya masyarakat indonesia yang ada dipulau jawa, selain sebagai sumber penghasilan atau mata pencarian dan memenuhi kebutuhan sehari hari, bertani juga menjadi salah satu kegiatan turun temurun dari keluarga atau leluhur sebelumnya.

Bu sum sudah mulai terjun ke dunia pertanian semenjak lulus SMA, "Saya mulai bertani dari membantu orang tua hingga sekarang saya memiliki suami" Kata Bu sum. Corak masyarakat di Bantul terutama Kecamatan Siyangan yang mayoritasnya sebagai petani baik itu padi atau jagung, meskipun beberapa ada yang berkebun bahkan berdagang.

Ada faktor tertentu yang bisa mempengaruhi hasil dari pertanian Bu sum, faktor yang paling mencolok adalah faktor cuaca, karena Indonesia dengan iklim tropis menyebabkan cuaca yang bisa berubah kapan saja. 

Dengan iklim yang seperti Bu sum atau bahkan petani lain harus siap dengan semua konsekensi nya ketika jagung yang mereka tanam akhirnya gagal panen, dan selain faktor cuaca ternyata masih ada fakto faktor lain yang cukup mempengaruhi pertanian yang ada di indonesia khususnya Bu sum, seperti faktor teknolohi yang terus berkembang sehingga sedikit menggeser pola pertanian tradisional sampai faktor kebijakan pemerintah indonesia dalam mengatur dan mensejahterakan kaum petani.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertanian Bu sum, atau bahkan warga yang kabupaten Bantul tepatnya kecamatan Siyangan yaitu faktor teknologi yang cukup pesat berkembang di bidang pertanian, meskipun teknologi yang berkembang di pertanian sangat membantu, ha ini pun menjadi suatu hal yang cukup negatif jika kita lihat dari sudut pandang petani yang memiliki ekonomi yang tergolong rendah seperti Bu sum.

Pesatnya perkembangan teknologi di bidang pertanian cukup mempengaruhi efisiensi kerja dan hasil yang didapatkan oleh petani, contohnya saja dari segi produksi pasca panen, banyak alat alat canggih yang berkembang, dan juga menghasilkan budaya atau corak pertanian yang baru dalam pertanian di indonesia terkhususnya di kecamatan Siyangan.

Bu sum merupakan salah satu petani yang masih menerapkan pola pola atau corak pertanian yang bisa dibilang tradisional, mulai dari cara merawat tanah yang masih menggunakan tenaga manusia, menanam dengan cara manual, menggunakan pupuk organik meskipun sesekali menggunakan pupuk subsidi yang telah disediakan oleh pemerintah sampai pada cara produksi yang cukup unik dengan memanfaatkan barang yang tradisional dan juga tidak memakan biaya yang terlalu besar dalam cara produksinya.

Cara produksi yang diterapkan oleh Bu sum bisa dikatakan kreatif dan sangat unik, pasalnya pada era modern sekarang dan disertai dengan perkembangan teknologi Bu sum masih memilih menggunakan dan memanfaatkan alat alat yang sederhana dan tidak terlalu membutuhkan biaya yang besar.

"Saya lebih memilih pakai sepeda bekas daripada beli alat nya, soalnya harga nya juga mahal, kalau saya beli alat yang canggih ya tidak sebanding sama penghasilan saya" ujar Bu sum. Sepeda bekas yang sudah tak terpakai disulap menjadi alat produksi yang sangat menunjang kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh Buk sum.

Selain menghemat biaya, cara yang dipakai Bu sum cukup efektif karena cara pengoperasian alatnya pun cukup sederhana dan tidak memakan waktu yang lama, jika dihitung dan tidak ada yang membantu dalam sehari Bu sum bisa menghasilkan biji jagung sebanyak 50 kilo.

Meskipun mayoritas masyarakat Siyangan bekerja di bidang pertanian, namun terdapat berbagai masalah yang harus dihadapi mereka, mulai dari hasil panen yang tidak memuaskan akibat dari cuaca sampai kekurangan alat dan pupuk untuk merawat serta memudahkan untuk melakukan kegiatan pertanian

"Ada susah senangnya, kalau senang ya emang saya suka bertani, susahnya ya kalau sudah panen tapi hasilnya tidak memuaskan dan juga masalah tentang kartu tani" Kata Bu sum.

Meskipun pemerintah dalam hal ini sudah mengupayakan kesejahteraan kaum petani, namun pada implementasinya terdapat berbagai permasalahan salah satunya yaitu keterbatasan akses untuk mendapatkan pupuk subsidi karena tidak memiliki kartu tani. 

Kurangnya sosialisai membuat sebagian petani tidak memiliki pengetahuan tentang pupuk subsidi yang diberikan pemerintah melalui kartu tani. 

Maka dari itu seharusnya hubungan antara pemerintah dan petani dalam hal sosialisasi mengenai pupuk subsidi harus dilakukan secara maksimal, sehingga bisa diakses oleh seluruh kaum petani yang berada di Siyangan, Bantul.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun