Keberagaman bisa menjadi alat untuk menyatukan jika dikelola dengan baik. Anak-anak muda perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal, belajar, dan membangun kepercayaan. Pendidikan harus menjadi fondasi utama dalam membentuk cara berpikir yang inklusif. Teknologi, yang sering dianggap memisahkan, sebenarnya bisa menjadi alat penyatu jika digunakan dengan bijak.Di Indonesia, pertemuan antar kelompok sangat penting untuk memperkuat rasa nasionalisme. Pertemuan semacam ini adalah langkah kecil untuk menguatkan kembali semangat Bhinneka Tunggal Ika. Tanpa momen-momen seperti ini, impian akan persatuan bisa jadi hanya sekadar kata-kata tanpa makna.
Contohnya, di Kanisian Pesantren al furqon, keberagaman bisa menjadi alat untuk menyatukan jika dikelola dengan baik. Anak-anak muda perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal, belajar, dan membangun kepercayaan. Pendidikan harus menjadi dasar utama dalam membentuk cara berpikir yang inklusif. Teknologi, yang sering dianggap memisahkan, sebenarnya bisa menjadi alat penyatu jika digunakan dengan bijak.
Dalam puisi Kahlil Gibran, terdapat bait yang mengatakan: "Bangun di pagi hari dengan hati yang ringan seperti awan, bersyukur atas hari baru yang penuh dengan cinta." Pengalaman ekskursi ini mengajarkan Kanisian untuk menghargai keberagaman. Keberagaman adalah sebuah hadiah yang perlu kita lestarikan, bukan sesuatu yang harus kita hindari. Menciptakan harmoni di tengah perbedaan memang tidak mudah. Namun, itu adalah pilihan yang harus kita ambil jika kita ingin meninggalkan Indonesia yang lebih baik untuk generasi yang akan datang.
Sebagai penutup, pengalaman ini mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang. Sebaliknya, perbedaan adalah jembatan untuk saling memahami. Di tengah dunia yang selalu berubah, harmoni adalah sebuah komitmen. Dan komitmen itu harus dimulai dari diri kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H