Pada 28 Desember 1933, Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge mengeluarkan surat perintah untuk mengasingkan Soekarno ke Ende, Flores bersama istrinya, Inggit Garnasih, Ratna Djuami (anak angkat), serta Ibu Amsi (mertuanya). Perintah pengasingan ini tentu juga bukan tanpa alasan, gairah Soekarno yang ingin membawa bangsa Indonesia ke arah kemerdekaan lah yang membuat dia akhirnya ditangkap dan diasingkan.
Di Ende, Soekarno diasingkan di Rumah Milik Haji Abdullah Amburawi yang terletak di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja. Di tempat itu lah Soekarno dan keluarganya menghabiskan waktu dalam pengasingan selama empat tahun.
Dilansir dari tulisan J. Pamudji Suptandar yang berjudul Rumah Tahanan Bung Karno di Ende, Bung Karno diceritakan mengalami gejolak kesepian yang hebat, hingga akhirnya ia kerap mengisi waktunya dengan berbagai macam kesibukan seperti menulis, bermain biola, hingga berkeliling kota.
Wadah Merawat Semangat Kemerdekaan
Lingkungan Ende yang saat itu tidak memungkinkan Soekarno untuk melakukan kegiatan politik dan diskusi politik secara mendalam membuatnya melakukan dua alternatif kegiataan, yang pertama dengan mengadakan diskusi keagamaan, dan yang kedua mengadakan pertunjukan tonil atau sandiwara.
Tonil Kelimoetoe, itu lah namanya. Sebuah kelompok sandiwara yang didirikan Soekarno yang namanya diambil dari nama sebuah danau di Ende, Danau Kelimutu.
Atas aktivitas tersebut setidaknya 13 naskah tonil berhasil Soekarno lahirkan, yakni Dokter Setan, Rendo, Rahasia Kelimutu, Jula Gubi, Kut Kutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, Nggera Ende, Amoek, Rahasia Kelimutu II, Sang Hai Rumba dan 1945.
"Semua naskah sandiwara ditulis dengan "napas" yang sama yakni membawakan pesa moral perjuangan untuk meraih kemerdekaan", tulis Fatma Wati dalam jurnal akademik berjudul Tonnel Club Kelimutu: (Perjuangan Kemerdekaan Soekarno dari Ende Flores 1934-1938).
Dalam menjalankan perkumpulan sandiwara tersebut Soekarno mengajak penduduk asli yang berprofesi sebagai sopir, nelayan, dan pedagang kecil untuk menjadi pemain tonil. Â Ajakan tersebut setidaknya adalah sebuah cara Soekarno untuk tetap menyalurkan semangat kemerdekaan kepada rakyat-rakyatnya.
Nasib Naskah Tonil Soekarno
Naskah-naskah tonil karya Soekarno selama ini tersimpan di Situs Bung Karno yang terletak di Jalan Perwira, Ende.