Mohon tunggu...
Dwi Wahyu Saputra
Dwi Wahyu Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Masyarakat Sipil

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Dampak Perceraian dan Pemberdayaan Keluarga Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri

8 Maret 2023   20:42 Diperbarui: 29 Maret 2023   15:09 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah belajar menghormati orang yang lebih tua serta membantu menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Orangtua diharapkan dapat membantu anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mengatasimasalah secara realistik dan simpati. Oleh karena itu, keluarga sebagai tempat untuk mengkondisikan pemberian nilai positif pada anak. 

Namun disisi lain, keluarga sering kali menjadi sumber konflik bagi sejumlah orang. Suasana keluarga yang tidak harmonis sering mendorong terjadinya konflik antara kedua orang tua. Salah satu hal yang menjadi ketakutan besar bagi seorang anak adalah perceraian orangtua. Ketika perceraian terjadi, anak akan menjadi korban utama. Orangtua yang bercerai harus tetap memikirkan bagaimana membantu anak untuk mengatasi penderitaan akibat perpisahan orangtuanya.

Sepertihalnya dalam artikel jurnal Buana Gender PSGA LPPM IAIN Surakarta, Volume 1, Nomor 1, Januari-Juni 2016 yang berjudul "Dampak Perceraiaan dan Pemberdayaan Keluarga Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri", di dalam artikel ini kami menganalisis bahwa Kasus perceraian secara nasional dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan, namun fenomena ini tidak bisa digeneralisir karena setiap daerah mempunyai latar belakang dan budaya yang berbeda. 

Berdasarkan catatan Kantor Kemeterian Agama (Kemenag) di Wonogiri dalam setahun rata-rata ada 10.000-11.000 pernikahan. Dari jumlah tersebut angka perceraiannya berkisar 8-9 persen. 

Upaya mengatasi tingkat perceraian, pemberdayaan keluarga pasca perceraian, sementara masih menjadi tanggung jawab sendiri-sendiri, namun melalui Badan Amil Zakat Daerah (Bazda) keluarga yang fakir miskin diberikan santunan-jaminan sosial untuk usaha, bahkan diberikan modal ekonomi untuk membantu keluarga miskin, apakah itu untuk program keluarga pasca perceraian atau hanya keluarga miskin secara umum. 

Program pemerintah tidak sampai menyentuh bagaimana pembinaan keluarga sakinah, semuanya diupayakan sendiri, sementara program pemerintah tidak didukung oleh anggaran yang cukup untuk mendukung program keluarga sakinah. Di dalam artikel Dampak Perceraian dan Pemberdayaan Keluarga Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri  tradisi boro di Wonogiri mempengaruhi angka perceraian yang cukup tinggi, tingginya angka perceraian dari pihak perempuan memiliki korelasi geografis dan sifat masyarakat Wonogiri yang boro.Boro adalah pergi merantau ke daerah lain, seperti

ke Jakarta atau kota-kota besar selama berbulan-bulan dan jarang pulang ke kampung halaman, atau merantau ke Luar negeri menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) atau bagi perempuan menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW). Berdasarkan data kaum boro di Wonogiri cukup besar, sehingga banyak rumah-rumah besar dan mewah yang hanya dihuni satu dua orang, dan yang ada hanya tinggal anak-anak dan perempuan, sementara suami merantau atau sebaliknya anak-anak dan bapaknya karena yang merantau adalah istrinya sebagai TKW ke luar negeri. Faktor yang mendorong tingginya angka perceraian di Wonogiri terus meningkat. 

Disebabkan tingkat keberagamaan yang sangat rendah khususnya dalam bidang keagamaan, sebab dengan menjalankan ajaran agama orang akan berusaha mempertahankan keutuhan rumah tangganya masing-masing, masalah dalam keluarga menjadi bagian dari ujian hidup. selain itu pernikahan dibawah umur, pengantin yang menikah pada usia kurang dari 16 tahun, pasangan pernikahan ini labil dalam menjalani kehidupan ekonomi, menjalar kepada masalah ekonomi keluarga, orang cenderung ke arah konsumtif, produktifitas untuk konsumtif bertambah, pola berpikirnya labil, apalagi masalah pemahaman dan pengamalan agama cenderung sangat rendah sekali. sehingga dapat disimpulkan Faktor-faktor penyebab perceraian antara lain: tidak tanggung jawab, tidak memberi nafkah, perselingkuhan, perselisihan dan pertengkaran, tinggal wajib, belum dikarunia anak, meninggalkan kewajiban, penikahan pada usia muda. selain itu perlu digaris bawahi dari artikel ini terdapat pendapat untuk menjaga keutuhan dalam berumah tangga, Menurut Didik Purwodarsono ada tujuh pilar yang bisa menjaga keharmonisan dalam berumah tangga (Didik Purwaodarsono, 2012: 8).

Yakni, pertama, mengawal visimisi atau orientasi dalam berumah tangga, sehingga arah perjalan rumah tangga tetap berjalan sesuai dengan visi-misi yang dibangun bersama di awal. Kedua, senantiasa memperkuat referensi diri dengan keilmuan yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga. Ketiga, rumah tangga yang berdaulat yang bebas intervensi orang tua/mertua atau pihak lain. Keempat, memiliki kemampuan komunikasi yang efektif, sehingga kebekuan hubungan dengan pasangan bisa terurai. Kelima, selalu belajar beradaptasi dengan pasangan hidup. Sebab, bukan sebuah jaminan jika telah berumah tangga sekian tahun menjadikan kemampuan beradaptasi lebih mudah dan ulung. Keenam, memberi ruang toleransi yang bisa melegakan psangan hidup. Dua hati yang berbeda tentu membawa perbedaan pula untuk hal-hal yang lain, maka membutuhkan pemahaman bersama. Tak ada yang boleh mengekang atau terkekang, selami itu untuk kemaslahatan bersama. Ketujuh, selalu memperbaiki diri, mawas ke dalam, atau introspeksi diri.

setelah menganalisis artikel jurnal tersebut maka tidak bisa dihindari suatu perceraiaan pasti ada faktor yang menyebabkan perceraian itu terjadi, diantaranya:  Faktor - Faktor Penyebab Perceraian : (Ketidakharmonisan dalam berumah tangga, Krisis moral dan akhlak, Perzinahan, Pernikahan tanpa cinta). Secara umum faktor yang sangat mempengaruhi perceraian menurut kami 4 faktor tersebut, sedangkan alasan-alasan perceraian kami menyebutkan diantaranya: (Salah satu pihak berzina, pemabuk, penjudi. Salah satu pihak meninggalkan selama 2 tahun beruturut-turut tanpa alasan yang sah. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 tahun penjara atau lebih selama perkawinan berlangsung. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau lainnya yang mengakibatkan tidak bisa menjalankan hak dan kewajiban sebagai suami istri. Salah satu pihak melakukan KDRT. Terjadi perselisihan secara terus menerus dan tidak terwujudnya hubungan yang rukun).

Selain alasan-alasan Perceraian secara umum, didalam Pasal 39 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 perceraian harus cukup alasan, suami istri tidak akan hidup rukun sebagai suami istri. Selain itu dalam Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1979 ditegaskan lagi mengenai alasan-alasan hukum perceraian: (berbuat zina, pemabuk, pemadat, pejudi sukar disembuhkan. Meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut. Dihukum 5 tahun penjara. Melakukan kekejaman/penganiayaan. Mendapat cacat badan atau penyakit yg tidak bisa menjalankan kewajiban suami istri. Terjadi perselisihan terus menerus, tidak ada harapan hidup rukun dalam rumah tangga).

Dengan dikabulkannya gugatan cerai oleh majelis hakim, maka banyak sekali dampak yang terjadi pada keluarga yang bersangkutan. Adapun dampak perceraian yang dapat kami pahami ada 2: (pertama, anak terlantar. kedua, putusnya tali silaturahmi). salain itu perceraian juga membawa akibat diantaranya: (Anak menjadi korban, Dampak untuk orang tua, Bencana keuanga, Masalah pengasuhan anak, Gangguan emosi, Bahaya masa remaja kedua) pendapat ini kami kutip menurut Pengadilan Agama Sampit, Kalimantan Tengah.

Setelah memahami Apa Itu Perceraian, Faktor yang melatarbelakangi, Alasan, Dampak Perceraian dan Akibat perceraian. Kami sedikit memberikan Solusi bagi mereka dalam mengatasi masalah dan dampaknya. yaitu dapat kita ambil dari kasus tadi,"Dampak Perceraiaan dan Pemberdayaan Keluarga Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri", sepertihalnya Dalam kondisi pernikahan yang sedang berada dalam masalah yang mengakibatkan perceraian, suami ataupun istri diharuskan untuk mencari solusi yang dimana membicarakan masalah dengan cara baik-baik karena demi kebaikan anak-anaknya. 

Jika usaha mediasi gagal dan tidak ada jalan lain, perpisahan kerap dipilih agar mereka tidak saling menyakiti satu sama lain. Meskipun perceraian adalah hal yang dibenci Tuhan, namun perpisahan bisa menjadi jalan keluar untuk menyelamatkan masa depan anak-anak. Solusi yang baik itu  dengan cara mediasi,untuk  mediasi itu maksimal 2 hari,  jika cara mediasi itu tidak tercapai perdamaian atau rujuk maka itu proses perkara perceraian akan dilaksanakan. 

Selain solusi tersebut  terdapat cara lain untuk mengatasi perceraiaan dan juga berpotensi mengurangi dampak negatif dari perceraian itu sendiri, caranya dapat Berbicaralah dengan pasangan Anda: 

Pertama Diskusikan masalah yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam hubungan dan carilah solusi bersama. Terkadang, masalah kecil dapat menjadi besar ketika tidak ditangani dengan baik. 

Kedua Pertimbangkan terapi pernikahan: Terapi pernikahan dapat membantu pasangan menyelesaikan masalah dan meningkatkan komunikasi. Terapis dapat membantu Anda memahami satu sama lain dan memperbaiki masalah yang ada dalam hubungan. 

Ketiga Pahami hukum dan proses perceraian: Mengetahui proses dan konsekuensi hukum dari perceraian dapat membantu Anda membuat keputusan yang lebih baik dan mempersiapkan diri untuk masa depan. 

Keempat Dukung anak-anak: Jika ada anak dalam keluarga, pastikan mereka mendapatkan dukungan dan perhatian yang mereka butuhkan. Ajarkan mereka cara mengatasi perasaan mereka dan jangan mempertaruhkan kesejahteraan mereka selama proses perceraian. 

Kelima Cari dukungan: Dalam situasi seperti perceraian, dukungan sosial sangat penting. Temui teman-teman, keluarga, atau bergabung dengan kelompok dukungan untuk memperoleh dukungan yang dibutuhkan. Mungkin dengan memperhatikan hal-hal tersebut Pasangan yang berpotensi akan melakukan Perceraian, dengan dukungan dan solusi yang tepat, pasangan dapat mengatasi masalah dan meminimalkan dampak negatif dari perceraian.

Nama Kelompok:

Dwi Wahyu Saputra (192121188)

Indah Rahmawati (212121114)

Achmad Wissanggeni (212121128)

Desyana Rizky Dirgantarie (212121144)

Rizal Bahari Siregar (212121142)

Mata Kuliah: Hukum Perdata Islam di Indonesia

Progam Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun