Mohon tunggu...
Dwi Wahyu Saputra
Dwi Wahyu Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Masyarakat Sipil

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencatatan Perkawinan dan Problematikannya

22 Februari 2023   22:57 Diperbarui: 29 Maret 2023   15:08 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makna Sosiologis Pencatatan Perkawinan

Pencatatan perkawinan dalam makna sosiologis pada kenyataanya bertujuan untuk mendapatkan kepastian serta perlindungan hukum bagi pasangan suami dan isteri, yang mana kepastian maupun perlindungan hukum tersebut tentu saja timbul sebab dari perkawinan itu juga. Hal tersebut berhubungan mengenai hak dan kewajiban timbal balik, baik itu untuk satu sama lain (suami isteri) maupun kepada masyarakat sekitar. Dan juga mengenai anak-anak yang dilahirkan, baik itu berupa hak-hak anak, warisan, dan lain-lain.

Makna Religious Pencatatan Perkawinan

Pada ayat al-Qur'an maupaun Hadist tidak ditemukan yang menjelaskan secara gamblang atau tegas tentang pencatatan pekawinan. Akan tetapi, terdapat salah satu ayat al-Qur'an yang didalamnya menjelaskan bahwa terdapat anjuran untuk dilakukannya pencatatan dalam segala hal yang menyangkut masalah muamalah, yaitu pada al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 282, yang mana berisikan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk melakukan pencatatan atau penulisan yang dilakukan secara benar atas segala kesepakatan, janji, atau transaksi yang telah (pernah) terjadi pada saat bermuamalah. Berdasarkan hal tersebut, meskipun dalam hukum Islam (al-Qur'an dan Hadist) mengenai pencatatan perkawinan ini tidak diatur atau diterangkan secara jelas, akan tetapi pencatatan perkawinan tersebut merupakan bukti yang valid dalam suatu perkawinan.

Makna Yuridis Pencatatan Perkawinan

Makna yuridis guna menganalisa dan menjelaskan mengenai inti dari pencatatan perkawinan pada sudut pandang hukum perkawinan yang ada di Indonesia. Mengenai kedudukannya pada peraturan hukum dan juga pada perkembangan hukum Islam, hingga saat ini  makna pencatatan perkawinan masih terdapat perbedaan pendapat. Terdapat dua arus utama yang beredar atau berkembang. Pertama, berpendapat bahwasanya pencatatan perkawinan tidak ada sangkut pautnya kepada absahnya suatu perkawinan, yang menjadi intinya adalah sudah terpenuhinya rukun dan syarat, dengan kata lain pencatatan tersebut hanya merupakan kewajiban pada administrasi. Dan menurut pendapat kedua, menyebutkan bahwasanya pencatatan perkawinan ini menjadi inti dari sah atau tidak sahnya suatu perkawinan. Sedangkan pendapat kedua, menyatakan bahwa pencatatan perkawinan disebut sebagai penentu sah atau tidaknya suatu perkawinan. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan ini bukan hanya sebuah formalitas yang harus dilakukan guna terpenuhinya administrasi, namun lebih dari itu menurut pendapat kedua ini bahkan bersifat kewajiban yang menyangkut syariat karena dinilai sebagai penentu sah atau tidak sahnya suatu perkawinan.

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN DAN DAMPAK APABILA PERKAWINAN TIDAK DICATATKAN SECARA SOSIOLOGIS, RELEGIOUS, DAN YURIDIS.

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN

Menurut Saidus Syahar pencatatan perkawinan itu sangat penting. Adapun pentingnya pencatatan perkawinan adalah sebagai berikut:    

  • Agar adanya kepastian hukum dengan adanya alat bukti yang kuat bagi yang berkepentingan mengenai perkawinannya, sehingga memudahkan dalam melakukan hubungan dengan pihak ketiga.
  • Agar lebih menjamin ketertiban masyarakat dalam hubungan kekeluargaan sesuai dengan akhlak dan etika yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan negara.
  • Agar ketentuan undang-undang yang bertujuan membina perbaikan sosial lebih efektif.
  • Agar nilai-nilai dan norma keagamaan dan kepentingan umum lainnya sesuai dengan dasar negara Pancasila lebih dapat ditegakkan.

Selain untuk mewujudkan ketertiban hukum pencatatan perkawinan juga mempunyai manfaat preventif, yakni agar tidak terjadi penyimpangan rukun dan syarat perkawinan baik menurut ketentuan agama maupun menurut peraturan perundang-undangan, menghindari terjadinya pemalsuan identitas para pihak yang akan melakukan pernikahan, seperti laki-laki yang mengaku jejaka tetapi sebenarnya dia mempunyai istri dan anak. Tindakan preventif ini dalam peraturan perundangundangan direalisasikan dalam bentuk penelitian persyaratan perkawinan oleh pegawai pencatat.

DAMPAK APABILA PERKAWINAN TIDAK DICATATKAN SECARA SOSIOLOGIS, RELEGIOUS, DAN YURIDIS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun