Mohon tunggu...
Beny Akumo
Beny Akumo Mohon Tunggu... Pengacara - Ingin menjadi pengusaha

Seorang in-house Lawyer: itu saja, tidak lebih

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perjalanan ......................

5 Oktober 2012   09:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:13 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis dengan rambut hitam lebat di kepang layaknya Mbak Tutut, putri sulung Pak Harto, berjalan gemulai di hadapan seorang pemuda tanggung kecil, bercelana pendek biru tua yang masih baru, ya baru. Dari bibirnya yang merah tanpa gincu itu selalu tersungging senyuman yang manis, dengan kulit nya yang putih bersih, sehat dan mematang, dia pun memakai rok warna biru tua, namun tidak layaknya pemuda tanggung kecil tersebut, rok biru tua milik gadis berkepang layaknya Mbak Tutut itu adalah rok yang sudah kesekakian kalinya tergantikan - karena dikebiasaan sekolah tersebut, dalam satu tahun satu kali pihak sekolah memberikan bahan celana atau rok untuk dijahitkan dan dipakaikan oleh semua murid-muridnya.

Baru kali itu pemuda tanggung kecil terpana dengan sang lawan jenis, siang itu, siang yang panas, namun sebegitunya terlihat sosok gadis berambut kepang ala Mbak Tutut yang melintas di hadapannya, yang dihalangi oleh lalu lalang murid-murid lain, lelaki perempuan saling berseliwer, saling dahulu mendahului, atau saling bergerombol dengan kelompok masing-masing, pemuda tanggung merasakan bumi yang berhenti, napas yang terhenti, panas yang terbuang - mengalah dari redup dan sejuk mata indah sang gadis pemilik rambut kepang ala Mbak Tutut - purti sulung Presiden Soeharto. Kejadian di siang hari itu, adalah kejadian yang selalu diulang - baik dalam ingatan maupun keseharian bocah tanggung bercelana biru tua dan baru, selalu, selalu ... esok atau lusa, atau esok lusa dari lusa, setiap siang pergantian kelas antara kelas pagi dengan kelas siang di satu sekolah menengah pertama negeri kota penghasil kopi.

Sejak itu, gadis berkepang ala Mbak Tutut itu tidak hilang dari sel-sel ingatan otak pemuda tanggung bercelana pendek biru tua yang masih baru - saat itu.

Bukan tidak sang pemuda kecil tanggung bercelana pendek biru tua itu hendak mencari siapa nama gadis berkepang dengan mata indah bulat bening serta bibir yang merah tiada terpoles lipstik, namun pencaharian selaksa detektif amatir bertarif murah lah yang dilakukan "Dedek ...." atau bahkan "Yanti ..." terpincuk dalam ruang gendang telinga si bujang ... ah nama itu ... sesekali teman seperlangkahan sang gadis lah yang tanpa sengaja memberikan informasi berharga layaknya nilai emas yang sudah membuat para investor di bursa kembang kempis, mendengar panggilan yang dengan bersemangat menguatkan hati sang pemuda kecil tanggung bercelana pendek biru tua baru, bahwa nama itu sengaja dilontarkan oleh teman sang gadis cantik berkepang ala Mbak Tutut kepada dirinya, alamaaaakkkkkk ... indah nya siang itu ...

============================

"Dedek ..." sang pemuda bujang setengah tanggung dengan celana panjang abu-abu baru setengah kaget melihat berkeliling seratus delapan puluh derajat, itu adalah nama dalam sel ingatan lama tiga tahun lalu yang kemudian entah bagaimana sistem yang bekerja dalam otak dan ingatan pemuda setengah tanggung bercelana abu-abu dan masih baru itu menyikapi ... saat kedua mata nya melihat gadis cantik berkepang ala Mbak Tutut anak Pak Harto itu ada di dalam radius penglihatan ... masih terkepang dia, masih merah sangat bibirnya, dan masih membulat indah matanya - hanya saja kini dia memakai rok warna abu-abu, dan tidak juga baru, karena sudah berkali dalam hitungan tahun pasti berganti-ganti, sedangkan pemuda setengah tanggung itu? Baru saja mencoba merasakan sensasi ber-celana panjang hasil transformasi dari celana pendek biru tua ke celana panjang abu-abu hasil kerja penjahit yang ditunjuk tanpa perjanjian kerja oleh Ibu sang pemuda setengah tanggung untuknya bersekolah - terukur dan pas, di satu sekolah menengah atas kota penghasil kopi.

Gadis berkepang cantik ala Mbak Tutut dengan mata indahnya itu memukau nya dalam berdetik-detik waktu, bermenit-menit jalan, berjuntai-juntai senang - walau hanya pemuda setengah tanggung itu saja yang merasakan. Hanya lalu, namun hari berhenti, matahari pergi, panas berlari, keindahan yang direguk sekenanya dan sepuasnya oleh sang pemuda setengah tanggung dalam kurun tiga tahun hingga saat itu pun tergantikan, hatinya terisi lagi, sel-sel ingatan nya pun terrenovasi - hidup yang indah.

Saat-saat untuk melakukan pengisian batere kehidupan akan keindahan pun dimulai lagi, setiap hari dan setiap siang, hingga tertumpah-tumpah energi itu, gadis dengan rambut terkepang indah legam ala Mbak Tutut anak Pak Harto - yang bermata indah, berbibir merah minus lapisan gincu tiadapun akan tahu.

=============================

Berdesing-desing, teriakan demi teriakan, umpatan demi ejekan bersilih silih saling meminjam genderang telinga untuk mampir membuat keributan, dengan topi buatan sendiri ala tumpeng nasi dalam suatu hajatan, berbaju putih bercelana panjang hitam, sama dengan hampir seluruh pemuda di aula ruangan besar suatu perguruan tinggi negeri di kota penghasil kopi itu, hanya boleh tegak melihat kedepan - memandang para senior-senior yang sedang memberikan pengarahan dan pembelajaran tentang cara-cara kejahatan, membentak sana sini, mata yang merah, otot leher yang kaku, aroma mulut yang bau - berseliweran silih berganti - kadang tepat di hadapan pemuda bertopi ala tumpeng nasi hajatan buatan sendiri itu, terkadang di sebelah kanan, pindah ke kiri, ke belakang, ke depan ... makan apa mereka ini? Pikir pemuda berbaju putih bertopi tumpeng nasi hajatan ... dari pagi sampai menjelang tutup matahari, masiihhh kuat mereka men-doktrin peserta OPSPEK mahasiswa dan mahasiswi baru fakultas hukum perguruan tinggi negeri satu-satunya saat itu di kota penghasil kopi.

Satu sosok gadis cantik berambut kepang ala Mbak Tutut puteri Pak Harto Presiden RI, bermata indah dengan bibirnya yang masiiihhhh saja memerah tanpa tergilas gincu itu muncul di pintu masuk aula panas penuh ejekan dan bau busuk aroma mulut para senior hasil teriakan tiada sepi dan juga bercampur dengan bau keringat pemuda dan pemudi aqil balig yang kegerahan itu sudah diabaikan sepenuhnya oleh pemuda bertopi tumpeng nasi hajatan, seketika itu juga sel-sel ingatan dalam otak dan hatinya pun terisi kembali, sehingga menghasilkan energi panas yang membuang semua gerah, membuang segala gaduh dalam ruangan busuk hasil perkawinan antara keringat lelaki dan perempuan aqil balig dengan aroma busuk yang keluar dari tenggorokan-tenggorokan lapar meneriakan ejekan dan umpatan - semua tergantikan dengan ingatan akan sosok indah bernama singkat nan indah ..... "Dedek ..." atau "Yanti ..." dalam panasnya ...

Tuhan lindungilah dia, dimanapun dia berada kini .... amiiinnnnn.

....................................................

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun