Tiba-tiba saya berada di satu waktu, dimana semua pejabat negara ketakutan menyimpan harta hasil dari korupsi, harta yang diberikan orang atau pihak-pihak yang meminta dibantu, meminta posisi atau jabatan, harta dari para konglomerat yang menginginkan bisnis usahanya terlindungi, harta dari masyarakat yang mengurus dan membuat perijinan, harta yang diperoleh dari pengusaha hitam atas dilantiknya si pejabat sebagai kepala ini, kepala itu, dan lain-lain sebagainya. Begitu juga dengan semua pegawai negeri yang berkedudukan dan bekerja di "tempat basah", mereka tidak mau lagi menerima amplop berisi uang sogokan, uang pelicin agar dibantu memperlancar segala sesuatunya, semua pegawai negeri dari tingkatan yang terendah sampai jabatan tertinggi di negeri ini tidak mau lagi menerima apapun yang berbentuk kenyamanan dalam bentuk material maupun bentuk-bentuk lainnya. Harta-harta itu semua dibuang ke tempat sampah, sehingga semua tempat sampah di seluruh negeri Indonesia ini penuh sesak dengan amplop berisi uang; uang tunai, cek giro, cek perjalanan, cek tunai, emas batangan, emas perhiasan, berlian, berjuta lembar saham blue chip, berjuta buku sertipikat tanah, semua tempat sampah penuuuhhhh. Belum lagi barang-barang mewah yang ditaruh begitu saja di sembarang tempat sampah; ada berbagai macam kendaraan super mewah ataupun sedang, kendaraan roda dua sampai roda empat, dari yang merk nya amat jarang didengar oleh telinga awam masyarakat luas, sampai dengan merk-merk kendaraan yang sudah awam terdengar dan sangat banyak berseliweran di jalan-jalan kota-kota besar di Indonesia; sebut saja Hummer, Bentley, Ferrari, Masserati, Jaguar, Mercedes, Honda, Toyota, Ford, Nissan, Harley Davidson, dengan type-type termewahnya. Semua bergeletakan di semua tempat sampah - tempat sampah di kota-kota, desa-desa di seluruh indonesia, menyebabkan kebingungan setengah mati bagi para tukang sampah atau para pekerja kebersihan; bagaimana membuangnya? Karena mereka semua juga tidak mau mengambil secuil atau sedikitpun harta-harta hasil praktek-praktek korupsi kolusi dan nepotisme itu. Tiba-tiba banyak rumah mewah - rumah mewah di seantero negeri ini tidak berpenghuni, tidak pun laku terjual, banyak kebun-kebun di daerah puncak, cianjur, bogor, dan daerah serta wilayah lain di negeri ini yang tidak memiliki pemilik; karena si pemilik sudah tidak mau dan "membuang" asset mereka tersebut; namun tidak satupun masyarakat yang mau membelinya, bahkan diberikan secara cuma-cuma pun masyarakat luas tidak berkenan menerimanya, mereka takut terkena laknat dari semua harta-harta itu. Kota-kota besar di semua negeri terlihat senyap di hari kerja, tidak ada kemacetan dimana-mana, semua lengang dan tidak menimbulkan kebisingan apapun, karena (ternyata) kendaraan-kendaraan hasil korupsi itulah yang menyebabkan semua jalan-jalan di kota-kota besar mengalami kemacetan; perumahan-perumahan mewah dan super mewah, juga apartemen-apartemen mewah, banyak yang kosong melompong, ditinggalkan begitu saja oleh penghuninya, pun penjualan properti mengalami masa-masa tersulit sepanjang sejarah. Para pekerja kebersihan, mengalami masa-masa sibuk yang super duper sibuknya, sehingga mereka pun kebingungan, bagaimana caranya membuang "bangkai" semua kendaraan-kendaraan mewah itu beserta uang, cek, saham, berlian, emas tersebut; karena berdasarkan pengalaman dan berita yang berkembang, jikapun seseorang hanya "berpikir" untuk mengambil dan menggunakan "sampah-sampah" itu saja sudah mengalami sesak napas, gatal-gatal tiada kesembuhan, sehingga mengakibatkan kudisan, borok menganga di sekujur tubuh yang menimbulkan bau anyir dan busuk sampai jarak seratus meter pun masih tercium menyengat; itu hanya baru berpikir untuk menggunakan, mengambil "sampah" saja, apalagi jika sampai mengambil serta menggunakannya? Mati merana adalah taruhannya. Okelah, untuk semua kendaraan dari jenis roda dua sampai dengan roda empat itu bisa dijadikan rumpon-rumpon di laut-laut, sehingga menjadikan "rumah mewah" bagi ikan-ikan yang memanfaatkan keberadaanya, namun bagaimana dengan cek, giro, uang kertas, saham, sertipikat tanah itu? Kecuali hanya dibakar? Ya, akhirnya pun dibakar; sayang? Tentu saja tidak; nyawa taruhannya jika terpakai dan dipakai. Bagaimana juga dengan emas berlian, perhiasan-perhiasan yang berton-ton itu? Dibakarpun tidak bisa menyelesaikan masalah, dilebur? Untuk dijadikan apa? Monumen? Patung pahlawan? cisssss ... arwah pahlawan-pahlawan yang akan dijadikan sebuah Patung pun rasanya tidak rela dirinya dijadikan patung dari emas berlian hasil korupsi kolusi dan nepotisme tersebut. Walhasil semua harta benda berbentuk emas dan berlian itu ditumpuk begitu saja di satu tempat, sehingga menjadi satu bukit yang tingginya mencapai seribu meter, dengan luasan diameter duapuluh ribu meter persegi ... Bagaimana nasib para "pemilik" harta benda yang kesemuanya itu dibuang? Hampir seluruh rumah sakit di seantero negeri penuh sesak dengan penderita penyakit lupa, penyakit jantung, kolesterol tinggi ditambah asam urat komplikasi dengan lever serta diabetes, tidak jarang juga yang meninggal dengan mata melotot tanpa sebab, gila, bahkan pikun, dan di zaman itu juga timbul penyakit baru yang tidak bisa ditemukan sebabnya serta obatnya. Gejala awal kejang-kejang, kemudian jari-jari memutih lalu meranggas / mengering seperti pohon-pohon di waktu musim panas, diselingi dengan rambut rontok dalam waktu 1 x 24 jam, jantung pun berdegup dua kali waktu normal, namun tidak juga meninggal-meninggal, sedih melihatnya? iya ... tapi itulah karma dunia, belum nanti karma di akhirat jika mereka meninggal dan bertemu sang khalik. .. Assholatu jumatan ... [caption id="attachment_146893" align="aligncenter" width="395" caption="karma-internet"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H