Mohon tunggu...
Beny Akumo
Beny Akumo Mohon Tunggu... Pengacara - Ingin menjadi pengusaha

Seorang in-house Lawyer: itu saja, tidak lebih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ghost Buster ala Anak SMA

9 Februari 2011   04:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:46 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1297226450269425592

Yep, pemburu hantu ala anak SMA ... ini kejadian yang saya sendiri alami, beberapa tahun ke belakang sana, tepatnya semasa saya masih duduk di bangku sekolah menengah atas, masih piyik (tapi sudah bisa membedakan mana cewek yang cantik dan mana yang ngeselin hehehe ...) tahun kejadian antara medio 1988-1989. Waktu itu orangtua saya masih aktif sebagai karyawan sebuah perusaaan BUMN di bidang perkebunan - yaitu PTP X Persero di Propinsi Lampung, dan ditempatkan di salah satu perkebunannya yang tersebar hampir di seluruh wilayah Propinsi Lampung, yaitu di Perkebunan Trikora. Seperti yang kita semua maklum, perkebunan kelapa sawit atau perkebunan karet hampir di seluruh wilayah di Indonesia adalah hasil dari pengembangan awal oleh pemerintah kolonial Belanda, sehingga sebagai salah satu hasil bumi yang memang diincar oleh kerajaan Belanda pada saat itu, maka diturunkannya lah para pekerja yang berkebangsaan Belanda untuk mengawasi dan mengatur perkembangan dan demi kemajuan perkebunan-perkebunan itu sendiri. Maka untuk membuat para pekerja yang berkebangsaan Belanda itu betah, dibuatlah rumah-rumah besar untuk mereka dapat tinggal di tengah-tengah perkebunan-perkebunan yang notabene jauh dari Ibukota Propinsi atau Kecamatan. Di bekas-bekas rumah pekerja Belanda (yang besar-besar) itulah karyawan PTP X Persero tinggal (sebagai rumah dinas) beserta keluarga mereka, tidak terkecuali Bapak dan Ibu saya. Namun di penghujung minggu, Bapak beserta Ibu selalu tinggal di rumah milik kami sendiri (bukan rumah dinas lain), yang tentunya jauh lokasinya dari Perkebunan, sehingga di ujung minggu rumah tersebut kosong tanpa penghuni. Saat itu, saya beserta kakak dan adik-adik tidak tinggal di rumah dinas orangtua tersebut, kami tinggal di rumah Nenek di tengah kota, guna mempermudah kami mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah yang ada di Kota Bandar Lampung (dahulu Tanjung Karang Teluk Betung). Rumah-rumah peninggalan pekerja Belanda itu kebanyakan dihuni juga oleh "makhluk-makhluk" yang tidak terlihat, yang sering mengganggu penghuni berujud manusia, tidak terkecuali dengan rumah dinas peninggalan belanda yang ditempati oleh Bapak dan Ibu itu. Ada noni-noni belanda yang tinggal di kamar depan, kadang "duduk-duduk" di Teras malam hari (satpam di depan rumah yang sering ber"komunikasi" mata dengan si Noni ini). Juga ada "kuntilanak" yang tinggal di sumur belakang rumah, dan kalau malam hari selalu berkeliling mengitari rumah dengan suara "anak ayam beserta induknya" - seolah-olah sedang mencarikan makan buat "anak ayam" itu. Makhluk lainnya? ada tuyul-tuyul di kamar tengah, dan makhluk-makhluk lain yang "bertebaran" di sekeliling dan sekitar rumah itu. Nah, kebetulan sekali teman satu kelas saya (agaknya dan kayaknya) pintar "mengusir" hantu penghuni rumah-rumah tua (sebut saja namanya "G"), karena si G ini sering sekali cerita-cerita di waktu jam sekolah maupun di jam-jam tidak ada pelajaran mengenai kegiatan dia yang sering dimintakan tolong mengusir hantu. Saya waktu itu percaya saja, maka itu saya ajak dia untuk "unjuk gigi" sekaligus mengusir hantu di rumah dinas orangtua saya, "hari sabtu sore yuk kita jalan ke Trikora (rumah dinas) skalian nginep disana, minggu sore kita pulang" ajak saya dengan beberapa teman-teman laki-laki yang lain, sehingga total berjumlah 15 an orang (termasuk dari kelas lainnya) "ayooooo ..." jawab teman-teman semua terlihat exciting, dengan agenda utama "MENGUSIR SETAN BELANDA". Siang sepulang sekolah, selepas makan dan bersiap-siap, kami hampir ber-15 menuju ke Trikora, dari tempat keberangkatan menuju ke lokasi perkebunan yang memakan waktu hampir 1 jam lebih. Sesampai nya kami disana (sebelumnya saya sudah koordinasi dengan Ibu jika rumah dipakai menginap oleh saya dan teman-teman, sehingga kunci rumah sudah dititipkan di pos satpam depan rumah), begitu memasuki rumah dinas tersebut si G ini sudah mulai terlihat agak-agak "keder", tapi cukup kuat juga dia melihat-lihat sekeliling rumah yang luas tanahnya saja hampir mencapai 2500 M2, sedangkan luas bangunan +/- 500 M2) "nanti malam saja kita lakukan upacar pengusiran setan nya ya, selepas jam 12 malam itu waktu yang bagus ..." kata si G dengan percaya diri, ok kata saya, karena jam 12 malam memang listrik di perkebunan ini dimatikan (pada waktu itu tidak ada televisi yang tetap ada siaran hingga pagi atau 24 jam / channel televisi hanya 1 yaitu TVRI, dan tepat jam 12 maka akan mengalun lagu "Rayuan Pulau Kelapa" yang menandakan siaran hari itu usai, dilanjutkan esok hari mulai sore). Mendekati jam 12 tengah malam, G sudah memberikan instruksi-instruksi kepada kami, dia akan duduk hampir di tengah-tengah ruangan tamu, menghadap kepada kami, di depannya akan dinyalakan 1 (satu) buah lilin, tidak diperkenankan lilin-lilin lain atau lampu lain, dan di seberang si G atau di hadapan nya ada saya dan satu lagi teman di belakang saya, yang berfungsi mem-backup saya jika terjadi sesuatu. Di hadapan saya disediakan 1 (satu) Kitab Al-Quran kecil yang disembunyikan terlebih dahulu di belakang saya, dimana menurut si G nanti jika dia terlihat kesusahan dengan ciri-ciri nafas yang berat dan berontak, maka  saya diminta mengeluarkan dan mengacungkan serta mendekatkan Al-Quran tersebut ke hadapan si G. Tepat jam 12 tengah malam, lampu listrik perumahan PTP X Perkebunan Trikora padam, lilin dinyalakan, G sudah mengambil posisi di sebrang lilin atau di sebrang kami semua, saya dengan satu teman tepat di sebrang si G, dan yang lain mengumpul di belakang kami berdua, harap harap cemas, diam membisu, hening mencekam (mungkin jika ada yang kentut saat itu, bubar semua kebisuan yang menggantung, dimana seolah-olah ada awan gelap yang menekan kami untuk tetap duduk bersila di tempat masing-masing ... beruntung tidak ada yang kentut). "ingat ya Ben, kalo gw udah kliatan kesusahan terus nafas kedengeran berat, pokoknya kalo kayak yang berat gitu, kluarin Quran nya, tunjukin dan sodorin ke muka gw, ok?" ... "siiip lah ..." kata saya agak deg-degan juga. Terlihat si G mulai komat-kamit mulutnya membaca sesuatu, tidak lama matanya di pejamkan, sejurus kemudian kepalanya tertunduk ... "wah susah nih, nggak mau masuk ..." kata G membuat kita semua penasaran dan merasa "iihhh ... jago juga nih si G ternyata ya .." hmmmmmm ... mulai lagi dia merapal mantera-mantera pemanggilan setan (kayaknya sih ...) ... mata mulai dipejamkan, kepala ditundukkan, hmmmmm lepas lagi ... "wiiihhhh susah bener nih, nggak mau masuk-masuk, yang nunggu gede bener, juga kuatttttt" tambah lagi kami penasaran dan tambah juga deg-degan di jantung kami, semua menegang dag dug dag dug ... begitulah bunyinya, kakinya bertanduk hewan sakit namanya ... hehe ... Jleeebbbbb ... terlihat si G sudah mulai mendengus-dengussss, berat, posisi duduk bersilanya sudah berubah menjadi bertumpu pada kedua tangan dan kedua dengkul nya, seperti harimau atau banteng yang mendengus, kepala nya di geleng-gelengkan, tetapi matanya terpejam, kelihatannya sih sudah mulai kesusahan dia ... saya sebagai pemegang mandat atau sebagai pihak satu-satunya yang "bisa menyelamatkan" hidup si G dengan bangga mempersembahkan oh maaf, maksud saya dengan bersegera mengacungkan Al-Quran kecil dari belakang punggung saya dekat-dekat ke muka si G, dan dengan tiba-tiba G sudah melayang jauh ke belakang, gubraaakkkk menghantam pintu pembatas antara ruang tamu dengan ruang makan, yang berjarak kira-kira 3 atau 4 meter dari posisi si G ... kami semua kaget, diam, hanya melihat dari kejauhan si G yang terduduk lesu dengan wajah yang tertunduk bersender di pintu pembatas ruangan, sementara nyala lilin terlihat bergejolak, kami tidak melakukan tindakan apapun, hingga si G ini membuka matanya dan mulai berkata "anjriiitttt ... gw nggak kuat ..." dan mulailah kami menginterogasi dia, kenapa bisa begitu. [caption id="attachment_88190" align="alignleft" width="300" caption="hantu-internet"][/caption] Menurutnya penghuni rumah dinas itu sudah terlalu tua dan terlalu kuat untuk bisa di"masuki", dan jika dipaksakan pun kemungkinan akan membahayakan - tidak hanya si G, namun membahayakan kami semua ... wiiiiihhhhhhh ... walhasil kita semua ngumpul berimpit-impitan di ruang tamu nan luas juga dingin itu, sampai subuh kami tidak tidur, takut terjadi dan muncul sesuatu di hadapan kami, jika kami tertidur, mencekam, dan awan ketakutan semakin menghimpit kami. Begitulah ceritanya kisah pemburu hantu ala anak SMA, seperti yang sudah pernah saya dan teman-teman saya lakukan dulu sekali, dan saat itu pasti-pastinya kami belum mengenal "Pemburu Hantu" yang pernah tayang di stasiun televisi swasta di negeri ini, namun jika diingat-ingat, apa betul si G itu mental atas disorongkannya Kitab suci Al-Quran di hadapannya? atau hanya acting saja? karena kami tidak bisa melihat wajahnya secara jelas, sungguh-sungguh atau bohong-bohong ... :( yang pasti kejadian itu membuat kami semakin yakin bahwa si G memiliki ilmu yang mumpuni untuk mengusir hantu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun